Sebut RI sebagai Penyampah Laut, NGO dari Amerika Meminta Maaf

Akan menarik laporan sempat dipublikasi

Balikpapan, IDN Times - Ocean Coservancy mencabut laporannya yang berjudul “Stemming The Tide” dengan menyalahkan negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara atas polusi sampah plastik di lautan. 

Dalam siaran pers di situs webnya pada 10 Juli 2022, LSM lingkungan Amerika Serikat ini meminta maaf atas narasi salah berdasarkan riset peneliti dari Universitas Georgia Jenna Jambeck.  

Dalam jurnal Science pada 12 Februari 2015 silam, ia memasukkan Indonesia dalam lima negara penyumbang sampah plastik ke lautan. Negara-negara tersebut urutannya adalah, Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Srilanka. 

Penelitian ini sempat menjadi pembicaraan di kalangan pemerintah dan LSM lingkungan di Indonesia. 

1. Hasil penelitian ini sempat disosialisasikan ke Indonesia

Sebut RI sebagai Penyampah Laut, NGO dari Amerika Meminta MaafIlustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia sempat mengundang Jambeck untuk menyosialisasikan hasil penelitiannya pada Juni 2017 silam. Selama di Indonesia, ia berbicara kepada sejumlah LSM lingkungan, seperti Walhi, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), BaliFokus Foundation, serta Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), para akademisi, dan media.

Ocean Conservancy lantas mempromosikan hasil penelitian Jambeck tersebut lewat laporan “Stemming The Tide”. Laporan itu juga menjadikan insinerasi dan teknologi limbah menjadi energi (waste-to-energy) sebagai solusi untuk mengatasi krisis sampah plastik.

Diterbitkan pada September 2015, “Stemming The Tide” dikecam dengan julukan kolonialisme sampah oleh ratusan kelompok keadilan lingkungan, kesehatan, dan sosial di seluruh Asia.

Terbaru ini, Ocean Conservancy secara terbuka meminta maaf karena telah berlaku tidak adil kepada lima negara itu. Narasi bahwa kelima negara Asia ini bertanggung jawab atas produksi sampah plastik di lautan. 

Tetapi mengabaikan peran negara maju dalam kelebihan produksi plastik dan ekspor limbah ke negara berkembang dengan kedok perdagangan.

“Pencabutan laporan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini adalah kesempatan untuk menghentikan kolonialisme limbah yang sudah berlangsung berdekade-dekade,” kata Froilan Grate, koordinator Asia-Pasifik Gaia, aliansi dari 800 kelompok pengurangan limbah di 90 negara dikutip dari The Guardian, belum lama ini. 

Baca Juga: Depresi, Perempuan di Balikpapan Malah Dihamili Oknum Anggota Brimob 

2. Laporan ini keliru menyalahkan lima negara di Asia

Sebut RI sebagai Penyampah Laut, NGO dari Amerika Meminta MaafIlustrasi bahaya sampah plastik (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Menurut Grate, laporan tersebut tidak hanya keliru menyalahkan lima negara tersebut atas sebagian besar polusi plastik, tetapi juga telah menyesatkan pemerintah dan masyarakat selama bertahun-tahun. 

Membuat masyarakat  berpikir bahwa membakar sampah plastik adalah solusi masalah ini. Ocean Conservancy, menurutnya, juga telah meremehkan dampak dari pembakaran sampah plastik dalam kaitan dengan iklim dan kesehatan masyarakat.

Seperti dilaporkan The Guardian dalam “Stemming the Tide” ditulis oleh perusahaan konsultan global McKinsey dengan arahan dari sejumlah lembaga dan perusahaan, termasuk di antaranya World Wildlife Fund (WWF), Coca-Cola Company, Dow Chemical, dan American Chemistry Council.

Laporan ini pun sering dikutip oleh anggota parlemen dan badan federal Amerika Serikat, seperti Environmental Protection Agency (EPA).

3. Amerika Serikat semestinya ikut bertanggung jawab atas limbah plastik

Sebut RI sebagai Penyampah Laut, NGO dari Amerika Meminta MaafIlustrasi sampah plastik. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Dalam kasus ini, Amerika Serikat pun semestinya ikut bertanggung jawab atas limbah plastik di negara-negara berkembang karena ikut mengekspor limbah mereka dengan dalih perdagangan.

Dalam siaran persnya, Ocean Conservancy mengakui telah gagal melihat akar penyebab sampah plastik.

“Dengan berfokus secara sempit pada satu kawasan di dunia (Asia timur dan tenggara), kami membuat narasi tentang siapa yang bertanggung jawab atas krisis polusi plastik di laut, dan gagal mengakui peran besar negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat, yang telah berperan dan terus berperan besar dalam menghasilkan dan mengekspor sampah plastik ke wilayah ini. Ini salah," tulis Ocean Conservancy dalam situs webnya. 

Berdasarkan sejumlah data, Amerika Serikat ironisnya menempati urutan ketiga di antara negara-negara yang berkontribusi terhadap polusi plastik di lautan. Ini berlawanan dengan kampanye luas bahwa Amerika Serikat telah berhasil mengelola limbah plastiknya, sekaligus menggarisbawahi jejak limbah mereka ke negara-negara berkembang.

Baca Juga: Para Guru SMKN 1 Bontang Mengunjungi Kilang Pertamina di Balikpapan

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya