Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknya

Tanpa sadar, beberapa di antara kita mengalaminya!

"Aku ingin menjadi putri raja. Pokoknya aku ini princess!" — Hati-hati, karena itu bisa jadi awal dari Disney Princess Syndrome.

Berbicara soal Disney Princess memang tak ada habisnya. Tak sedikit dari kita yang mengidolakan Cinderella, Snow White atau Rapunzel karena kecantikannya. Apalagi, baru-baru ini diumumkan tentang live action film Little Mermaid. Namun, tahukah kamu bahwa diam-diam sebagian dari kita telah terkena Disney Princess Syndrome?

Apa itu Disney Princess Syndrome? Apakah sindrom ini berbahaya? Let's find the truth!

1. Mengenal lebih dekat tentang Disney Princess Syndrome

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi tiara (Unsplash/Church of the King)

Kalian mungkin bertanya-tanya, apa sih Disney Princess Syndrome? Laman Psychology Today menjelaskan bahwa pengidap sindrom ini menjalani kehidupan bagai tinggal di negeri dongeng, di mana mereka menempatkan diri sebagai pusat perhatian (self-centered), terobsesi dengan penampilan dan cenderung bergantung pada orang lain.

Sindrom ini bisa dialami sejak kecil dan sulit untuk pudar walau usianya telah bertambah. Memiliki sindrom ini bisa membuat seseorang merasa dirinya sangat penting, harus dinomorsatukan dan tidak bisa mandiri akibat terlalu bergantung dengan orang lain.

2. Perempuan yang mengalami sindrom ini akan terjebak dengan perilaku feminin stereotip

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi sikap feminin (Unsplash/King Lip)

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang terkena Disney Princess Syndrome akan jatuh dalam perangkap perilaku feminin stereotip. Menurut Sarah M. Coyne, profesor di Brigham Young University, bahaya stereotip ini adalah perempuan akan jadi terlalu bergantung pada orang lain, memiliki kepercayaan diri rendah, terobsesi dengan penampilan dan tidak suka menjadi kotor.

Pemilik sindrom ini juga akan merasa bahwa perempuan tidak akan mampu mengerjakan hal-hal sebaik laki-laki dan berpikir bahwa peluang untuk perempuan lebih sedikit. Sindrom ini membuat pemiliknya berpikir segala sesuatunya dibatasi oleh aturan gender tradisional. Tak sedikit pula yang terobsesi memiliki tubuh ideal dan tampilan sempurna agar dipuja-puja oleh kaum pria, jelas laman The Once and Future Podcast.

3. Dipengaruhi oleh tontonan yang ditayangkan oleh media

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi menonton tv (Pexels/JESHOOTS)

Sebagaimana namanya, sindrom ini disebabkan oleh tayangan Disney. Tepatnya, yang berkaitan dengan film-film Disney di era Renaissance, yakni film Disney era lawas, seperti Snow White and the Seven Dwarfs (1937), Cinderella (1950), Sleeping Beauty (1959) sampai The Little Mermaid (1989).

Keseluruhan film Disney di era lawas itu memiliki beberapa pola khusus, yakni perempuan yang digambarkan pasif, lemah dan memiliki sifat submisif. Selain itu, Disney Princess juga direpresentasikan sebagai sosok yang menunggu pertolongan laki-laki dan menganggap bahwa menikah adalah solusi atas permasalahan yang mereka hadapi. Di film Disney yang lama, di akhir cerita selalu ada narator yang mengucapkan "...and then they live happily, ever after."

4. Sindrom ini menguatkan stereotip gender antara laki-laki dan perempuan

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi stereotip laki-laki dan perempuan (Pexels/Ksenia Chernaya)

Penelitian yang melibatkan 198 anak prasekolah menunjukkan adanya keterkaitan dengan tontonan dan stereotip gender tradisional. Para peneliti menemukan bahwa 96 persen anak perempuan dan 87 persen anak laki-laki telah menonton tayangan Disney. Hasilnya, 61 persen anak perempuan bermain dengan permainan yang diasosiasikan dengan perempuan, seperti boneka, rumah-rumahan dan sejenisnya, ungkap laman Science Daily.

Dalam film Disney lawas, para Princess memang dikaitkan dengan stereotip peran gender tradisional. Misalnya, Cinderella yang mengerjakan pekerjaan domestik seperti mencuci piring dan menyajikan teh serta memiliki sifat yang submisif dan pasif. Selain itu, di film Cinderella (1950) juga menguatkan konsep female rivalry, di mana antar perempuan saling bersaing, berkompetisi dan menjatuhkan sesamanya.

Baca Juga: 5 Bentuk Ketidakadilan Gender di Lingkungan Sosial, Apa Saja?

5. Menganggap kecantikan adalah segalanya

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi tampil cantik (Unsplash/ Keisha Montfleury)

Seseorang yang mengidap Disney Princess Syndrome akan merasa bahwa penampilan dan kecantikan adalah segalanya. Dengan modal penampilan fisik yang memesona, mereka akan merasa akan menaklukkan segalanya, termasuk pria. Apa yang memengaruhi pola pikir seperti ini?

Ini berkaitan dengan film-film Disney era lawas yang menampilkan bahwa kecantikan bisa menaklukkan segalanya. Seperti Snow White (1937), yang terbangun dari tidur panjang setelah dicium oleh pangeran yang tertarik oleh kecantikannya atau Cinderella (1950) yang diselamatkan pangeran dari ibu tiri dan saudara tirinya yang kejam.

Lantas, di alam bawah sadar kita akan tercetak bahwa kecantikan fisik akan membuat laki-laki tertarik dan akan melakukan apapun untuk kita. Pemikiran seperti ini sangat toxic dan membuat perempuan selalu bergantung pada laki-laki nantinya. Proses internalisasi nilai seperti ini membutuhkan waktu yang lama dan dilanggengkan secara terus-menerus oleh industri hiburan dan media.

6. Berpikir bahwa laki-laki akan menyelamatkan mereka dari nasib buruk

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi laki-laki dan perempuan (Unsplash/Lydia Turner)

Masih berkaitan dengan poin sebelumnya, perempuan yang terinternalisasi dengan sindrom ini akan menganggap bahwa suatu saat ada prince charming yang datang dan menyelamatkan mereka dari nasib buruk. Hal ini selaras dengan apa yang dilakukan oleh putri Disney lawas, yaitu duduk diam, tidak melakukan apa-apa dan menanti datangnya pangeran untuk menyelamatkan hidupnya.

As we mentioned it before, nilai-nilai yang terlanjur terinternalisasi ini akan membuat perempuan menjadi sosok yang pasif, tidak mandiri dan bergantung pada orang lain untuk mengubah nasib mereka. Tentunya bukan nilai yang baik untuk ditanamkan, right?

7. Disney mulai melakukan perubahan pada karakter princess yang mereka ciptakan

Ini 7 Fakta Disney Princess Syndrome, Mulai dari Penyebab dan Efeknyailustrasi karakter Moana (dok. Disney Fandom)

Seiring berjalannya waktu, Disney mulai menyadari kesalahannya. Ia pun mulai merombak stereotip putri dalam film animasinya dan mengubahnya menjadi karakter yang baru. Seperti Moana (2016) yang digambarkan sebagai sesosok perempuan tangguh yang menyelamatkan rakyatnya dari ancaman atau Merida dalam film Brave (2012) yang digambarkan sebagai sosok yang pemberani, pemberontak dan berjiwa bebas.

Langkah Disney ini patut diapresiasi, karena Disney memiliki pengaruh besar dalam menanamkan nilai-nilai ke penontonnya. Melakukan dekonstruksi atas karakter Princess dalam film merupakan keputusan progresif yang patut didukung. Sebab, akan ada contoh bahwa perempuan juga bisa mandiri, tangguh, kuat dan berani, bukan hanya digambarkan sebagai sosok yang pasif, submisif dan lemah seperti di film-film sebelumnya.

 

Nah, itulah 7 fakta mengenai Disney Princess Syndrome yang perlu kalian ketahui. Mari menjadi sosok perempuan tangguh dan tidak bergantung pada orang lain, yuk!

Baca Juga: 5 Hal Pentingnya Kesetaraan Gender Bagi Wanita yang Harus Kamu Tahu

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya