Puluhan Akademisi dari 30 Kampus se-Indonesia Tolak UU Cipta Kerja

RUU Cipta Kerja disahkan jadi UU pada Senin ini

Samarinda, IDN Times –  Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) akhirnya sah menjadi undang-undang, setelah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020).

Dalam rapat paripurna tersebut, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan pandangan akhirnya terhadap RUU Ciptaker. Dia menjelaskan RUU Ciptaker ini disepakati oleh 7 fraksi yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Sedangkan dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS. Demokrat juga menyatakan walk out dari rapat paripurna.

“Namun demikian kami menyerahkan kepada mekanisme di Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang,” kata Supratman.

“Apakah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dapat disetujui menjadi Undang-Undang,” tanya Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin yang memimpin rapat paripurna.

“Setuju,” jawab anggota dewan.

1. Dihadiri 318 anggota dewan

Puluhan Akademisi dari 30 Kampus se-Indonesia Tolak UU Cipta KerjaRapat Paripurna DPR RI ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 pada Senin (5/10/2020) (Youtube.com/DPR RI)

Rapat paripurna yang dimulai 15.25 WIB dihadiri oleh 318 anggota dewan. Sayang, siaran langsung yang ditayangkan lewat YouTube DPR RI dan Facebook DPR RI mengalami gangguan sehingga tayangan terputus-putus dan sempat hilang saat menyanyikan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’.

Dari pihak pemerintah, rapat paripurna tersebut dihadiri Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Baca Juga: Anggota Dewan Partai Nasdem Ditahan, Ini Komentar Ketua DPD Balikpapan

2. Daftar fraksi yang setujui RUU Cipta Kerja

Puluhan Akademisi dari 30 Kampus se-Indonesia Tolak UU Cipta KerjaDemonstran yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sebelumnya, RUU Ciptaker telah disepakati tujuh fraksi DPR RI saat pengambilan keputusan tingkat I bersama pemerintah pada Sabtu, 3 Oktober 2020 malam. Tujuh fraksi yang menyetujui antara lain PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Sedangkan, dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, terkait sikap dua fraksi yang menolak adalah hal yang biasa, dan merupakan hak setiap fraksi untuk menyampaikan sikap politiknya yang tidak bisa dicampuri pihak lain.

Namun demikian, Baidowi menegaskan, dua fraksi tersebut ikut dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. PKS ikut sejak awal panitia kerja, sedangkan Demokrat ikut pada pertengahan pembahasan.

“Dalam rapat dua fraksi tersebut ikut menyetujui pembahasan DIM (daftar inventaris masalah). Hal itu bisa dilihat publik karena disiarkan secara langsung dan rapatnya terbuka. Dan dalam pembahasan tidak ada voting. Jika kemudian akhirnya dua fraksi tersebut menolak, ya itu hak politik mereka yang kami hargai. Itulah keragaman politik di Indonesia,” ujar dia kepada IDN Times, Senin.

3. Puluhan akademisi se- Indonesia menolak

Puluhan Akademisi dari 30 Kampus se-Indonesia Tolak UU Cipta KerjaHerdiansyah Hamzah, Dosen Universitas Mulawarman Samarinda (DOK. IST)

Sementara itu, di hari yang sama dengan disahkannya RUU Cipta Kerja, puluhan akademisi dari 30 kampus di Indonesia menolak adanya RUU Cipta Kerja itu.

Hal ini disampaikan Herdiansyah Hamzah, Dosen dari Universitas Mulawarman Samarinda.

Ia sampaikan, sejauh ini sudah ada 71 akademisi yang sampaikan penolakan. Jumlahnya pun masih akan terus bertambah.

Ia juga membenarkan akademisi-akademisi itu berasal dari berbagai kampus di Indonesia. Sejauh ini, sudah ada 30 kampus yang terdata.

“Iya, 30 kampus,” ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada IDN Times.

Herdiansyah Hamzah sampaikan dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka terdapat masalah mendasar materi muatan pasal-pasal, yaitu:

1. Sentralistik rasa Orde Baru. Terdapat hampir 400an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden. 

2. Anti lingkungan hidup. Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis risiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat. 

3. Liberalisasi Pertanian. Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumber daya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.

4. Abai terhadap Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pelaku bisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain. 

5. Mengabaikan prosedur pembentukan UU. Metode ‘omnibus law’ tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Bagaimana mungkin sebuah UU dapat dibentuk tidak sesuai prosedur. Terlebih lagi, semua proses pembentukan hukum ini dilakukan di masa pandemi, sehingga sangat membatasi upaya memberi aspirasi untuk mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia,” ujarnya.

“Mempertimbangkan permasalahan mendasar tersebut dan serta menyimak potensi dampak kerusakan yang akan ditimbulkannya secara sosial-ekonomi maka kami tegas menolak disahkannya RUU Cipta Kerja (Omnibus Law),” katanya lagi.

Baca Juga: [BREAKING] Senin Sore Ini, RUU Cipta Kerja Akan Disahkan DPR 

Topik:

  • Anjas Pratama

Berita Terkini Lainnya