[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19

'Saya takut. Tapi di sisi lain, rasanya ingin melayani juga'

Jakarta, IDN Times - Menjadi relawan tenaga medis untuk menangani pasien yang terjangkit virus corona atau COVID-19, mungkin bukanlah pilihan banyak orang. Namun, hal ini berbeda bagi Ika Dewi Maharani.

Ika rela terbang dari Surabaya, Jawa Timur untuk bergabung menjadi salah satu relawan tenaga medis khusus pasien COVID-19 di DKI Jakarta. Seperti masyarakat pada umumnya, Ika takut tertular virus ganas itu dari pasien yang ditanganinya. Akan tetapi, tekad dan niatnya untuk melayani tak bisa dihalangi. Kini, wanita berusia 26 tahun ini ditugaskan di Rumah Sakit Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat.

Dalam wawancara khusus bersama IDN Times pada Rabu (22/4) lalu, Ika menceritakan pengalamannya selama bertugas menjadi relawan tenaga medis khusus pasien COVID-19. 

Berikut penuturan Ika selama menjadi relawan perawat sekaligus sopir ambulans pasien COVID-19.

Baca Juga: Cerita Sopir Ambulans COVID-19: Pakai APD 5 Jam Lebih Sampai Pengap

1. Kak Ika, boleh diceritakan kegiatannya apa saja?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Masih bertugas. Untuk tadi ada kegiatan di Wisma Atlet, kita para relawan seluruh Indonesia berkumpul untuk deklarasi memberi semangat pada kita dan kita di test rapid lagi. 

2. Sejak kapan bergabung menjadi relawan tenaga medis pasien COVID-19?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Kurang lebih kalau sekarang sudah ada satu minggu lebih. Sudah hampir dua minggu saya bergabung jadi perawat ambulans dan relawan.

3. Apa sih yang memotivasi kak Ika mau bergabung sebagai relawan tenaga medis?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Jadi yang motivasi saya untuk ikut jadi relawan ini, saya sebagai perawat sekaligus bisa menyetir dengan basic yang saya punya, kan dibutuhkan untuk skill beberapa skill. Nah, saya mempunyai keduanya karena dibutuhkan juga untuk di Jakarta kan angka (positif) COVID-19 begitu tinggi. Pusatnya kan di Jakarta.

Nah, di sini untuk transport-nya amat sangat membutuhkan ambulans dan dikhususkan untuk ambulans khusus COVID. Jadi, dibutuhkan perawat ambulans sekaligus untuk sopirnya juga. Jadi kita merangkap double job, seperti itu.

4. Mekanismenya bagaimana sampai bisa bergabung jadi relawan tenaga medis ini?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Tampak muka RSUI (Dok. Humas UI)

Jadi pertama-tama kita dari basic, kalau saya tamatan D3, saya kuliah sudah tamat D3, lalu punya sertifikat kelulusan, seperti itu. Jadi kalo di kita itu bahasanya STR, Surat Registrasi sebagai perawat bisa merawat pasien. Nah, setelah saya lulus D3, saya bekerja di salah satu rumah sakit, setelah itu saya resign, melanjutkan sekolah lagi ke jenjang S1.

Saya setelah menyelesaikan sidang saya S1, menunggu waktu wisuda di bulan September (2020), saya memutuskan untuk jadi relawan. Dari situ saya mendaftarkan diri menjadi relawan dan saya memilih untuk relawan perawat ambulans. Karena basic yang saya punya saya perawat, saya bisa menyetir dan saya ingin terjun di sini.

Dari proses rekrutmennya itu gak semata-mata kita perawat, saya bisa menyetir, tidak. Kita di wawancara, kita diseleksi oleh pihak (di) Jakarta. Jadi ada pengalaman juga yang dilihat. Dari situ, setelah saya lolos seleksi, saya ditelepon, diterima, dan berangkat dari Surabaya menuju Jakarta.

Dari situ motivasi saya karena keinginan saya, saya perawat saya juga bisa menyetir. Jadi saya coba untuk melayani, dilihat lagi dengan kemampuan yang saya punya, saya yakin dan percaya bahwa saya bisa menangani pasien di bidang ambulans ini. 

Baca Juga: Melawan Rasa Takut, Kisah Ika Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19 

5. Bagaimana tuh kak rasanya menjadi sopir ambulans?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Rasanya campur aduk. Hahaha. Kalo saya lihat, ya ampun, rasa takut iya. Dari takutnya sendiri, takut apa yang kita lihat? Yang kita bawa bukan pasien biasa, yang kita bawa pasien COVID-19 dan kita lihat sendiri COVID-19 itu adalah penyakit, sebangsa virus yang kita gak bisa lihat dan gak bisa kita raba juga. Di situ saya merasa takut.

Tapi di sisi lain, rasanya ingin melayani juga. Dan saya percaya, kalau saya melayani, kalau Tuhan bersama kita, kita pasti akan terlindungi. Kita pasrah saja, tapi di samping kita berdoa, di samping berpasrah pada Tuhan, kita juga harus membekali diri kita terhadap APD.

Kita harus taat pada SOP, kita harus berpakaian APD yang lengkap. Sehingga, kita mengamankan diri setelah itu mengamankan lingkungan. Begitu. Yang aman termasuk pasien juga. Jadi, pasien aman juga.

6. Pernah takut gak sih tertular sama pasien COVID-19?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Rasa takut pasti ada, semua orang apalagi kita di jalanan ya. Saya yang langsung bertemu sama pasien sendiri yang jelas-jelas pasien yang saya bawa, saya rujuk semuanya, semuanya positif COVID-10. Dari hasil (test) swab dan lain-lain semuanya positif. Kalau tidak positif, tidak bisa masuk ke ambulans kami.

Takut ada, tapi kita lihat lagi, kita harus membekali diri kita dengan APD, harus safety, untuk SOP kita harus jalani. Jadi tidak bisa asal-asal kita pakai baju gitu tidak.

Setelah merujuk pasien ke tempat rumah sakit rujukan, setelah itu kita didekontaminasi, mobil belakang, mobil sopir juga didekon juga. Setelah itu diri kita juga didekon, kita mandi, keramas.

Semua yang peralatan APD kita sekali pakai langsung buang. Harus itu kita mandi keramas, semua baju juga ganti lagi. Seperti itu. Satu kali pasien satu kali dekon.

Jadi kalau sehari dapat dua pasien jadi dua kali dekon, dua kali mandi, dua kali keramas. Habis itu pulang ke rumah juga tetap mandi, tetap keramas. Jadi bisa dua kali mandi, terus-terusan keramas, terus-terusan mandi. 

7. Biasanya dalam satu hari bisa mengantar atau merujuk berapa pasien?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Kalau saya maksimal dua (pasien), karena dari tempat saya standby itu di RS UI Depok. Saya hanya meng-cover wilayah rumah sakit UI atau wilayah Depok. Tapi saya juga meng-cover daerah Jabodetabek. Jadi untuk seluruh Jabodetabek, semua ada rujukan di salah satu rumah sakit.

Misalnya seperti salah satu pasien saya sebelumnya, ada di salah satu rumah sakit di Pondok Bambu (Jakarta Timur) itu mau rujuk ke Wisma Atlet (Jakarta Utara). Nah, saya dari UI ditugaskan untuk merujuk. Jadi saya dari UI Depok berangkat ke Pondok Bambu habis itu saya ke Wisma Atlet, habis dari Wisma Atlet saya balik lagi ke Depok.

Nah, dari itu kan memerlukan waktu. Jadi sampai sore, menjelang maghrib saya baru sampai ke Depok. Habis itu standby, kita pulihkan lagi, kita harus makan lagi, kita harus persiapkan diri lagi. Jadi maksimal tergantung jaraknya sih, kalau dari kita sendiri dengan standby di Depok itu maksimal dua (pasien). Dua (pasien) dalam 12 jam.

8. Pasti kan letih, pasti kadang merasa 'aduh capek banget', tapi banyak banget pasien yang harus kita layani. Bagaimana caranya agar bisa tetap semangat?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ilustrasi ambulans dan tenaga medis. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kalau dari saya, tetap yang pertama, yang bikin semangat saya adalah support dari orang tua sendiri. Pagi-pagi, mama tuh langsung telepon sebelum saya dinas atau gak membuka mata. Bangun tidur, mama pasti langsung kayak absen. Absen pagi, absen malam sebelum tidur.

Jadi buat saya semangat, 'tenang Ran kamu pasti bisa, kamu pasti kuat, harus kuat, jangan lupa makan'. Jadi saya selalu diingatkan. Setelah itu, support dari orang tua yang bikin kita jadi semangat. Selanjutnya, dari kita sendiri harus makan yang teratur, minum susu, minum multivitamin. Jadi buat penguat diri kita sendiri. 

9. Respons keluarga gimana ketika tahu kalau kak Ika bergabung menjadi relawan tenaga medis?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ilustrasi tenaga medis dengan APD Lengkap. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Awalnya sih dari orang tua khususnya mama ya, saya yang paling dekat sama mama, itu gak kasih restu sama sekali. Jadi saya daftar sampai saya diterima, setelah saya diangkat, baru saya calling mama.

'Ma aku mau berangkat besok, ini mau beli tiket sekarang'.

Mama bilang, 'yang benar kamu ke Jakarta? Itu parahnya COVID kamu tahu kan'.

'Iya tahu mam, tapi tetap ayo, aku kan perawat, aku harus melayani. Aku bisa nyetir juga jadi yang dibutuhkan di ambulans'.

'Ambulans?' Kata mama.

'Udahlah ma gak papa, kan aku punya kemampuan jadi aku harus melayani'. Akhirnya, terus aku juga jelasin gak asal-asal jadi relawan. Langsung terjun ke pasien gitu enggak, jadi aku jelasin alurnya mulai dari APD, itu semuanya pakai APD lengkap terus kita juga dibekali SOP.

Jadi kalau Tuhan menghendaki dan Tuhan lindungi, pasti kita bakal terlindungi, Tuhan pasti jamah. Jadi mama akhirnya 'ya sudah lah, kalo memang itu jalanmu, ya sudah mama setujuin kamu'.

Baca Juga: [LINIMASA-2] Perkembangan Terkini Wabah Virus Corona di Indonesia

10. Aturan jam kerjanya bagaimana kak?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Ini kan baru, sudah mulai jalan dua minggu. Waktu minggu pertama kemarin itu shift-nya pagi-pagi lepas libur. Nah, kadang pagi-malam, lepas libur. Tapi kalau sekarang, pagi lepas, pagi lepas. Tapi jamnya tetap per 12 jam. Jadi dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam.

Tapi kalau ada pasien selama kita ada kabar calling-an jam 8 pasien dirujuk, jadi kita prepare jam 7. Walaupun kita jam kerja jam 9, (tapi) kalau ada pasien jam 8, kita tetap harus layani. Jadi sebangsa on call gitu.

11. Pernah gak mengeluh selama bekerja menjadi relawan COVID-19 saking banyaknya tugas yang harus dijalankan?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Instagram/bnpb_indonesia

Puji Tuhan, sampai saat ini saya tetap semangat. Berkat dukungan dari mama, saya harus terus melayani sebisa saya, semampu saya, saya akan terus melayani. Kalo titik jenuh, biasanya kalau jenuh ya sudah, pelariannya ke musik terus nonton YouTube biar gak bosan kan. Habis itu teleponan sama mama.

Jadi balik lagi, curhat ke mama, terus mama kasih pengertian, kita jadi semangat lagi. Kalo jenuh ya pasti jenuh. Tapi untuk saat ini enggak. Terus dari rekan kerja juga tim-tim saya yang lain, saya kan di RS UI, nah kita dibagi dari RS Persahabatan, ada yang standby di Wisma Atlet, maupun di Cempaka Putih. Kita sering calling-calling. Saling mengingatkan 'jangan lupa kita makan dulu sebelum bertempur', begitu.

Jadi kita semangat untuk bertempur. Terus 'wah aku sudah dapat satu pasien nih. Lu udah belum? Oh bentar'. Jadi seperti itu menguatkan satu sama lain. Timnya enak, saya enjoy dari situ. Kalau kita kerja, timnya gak enak kan bukan jadi semangat.

Kalau ini timnya walaupun saya di sini dalam satu tim ceweknya cuma ada dua, dan saya salah satunya yang driver sendiri, itu kebanyakan (driver) kan cowok, jadi bergaul saja dan merasakan yang di ruangan kebanyakan cewek.

Ini di jalanan (driver) banyakan cowok ya pengalaman lagi, buka lagi wawasan dan enak gaul sama mereka ternyata. Gak beda jauh sama cewek-cewek juga. Banyak ngobrol juga sama mereka, asyik juga.

12. Kalau ada dua pilihan, kakak lebih memilih menjadi sebagai sopir ambulans atau perawat?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19ilustrasi ambulans dan tenaga medis. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kalau saya milih dua-duanya karena yang dibutuhkan sekarang bukan hanya, saya tahu saya sebagai sopir ambulans, tapi saya juga perawat. Jadi yang dibutuhkan relawan itu perawat sekaligus driver ambulans. Jadi istilahnya, saat merujuk pasien, kita juga operan ke rumah sakitnya. Pasien ini sudah terpasang apa, apa, apa.

Kalau hanya berpaku untuk sopir, kan dia gak tau ini pasien diagnosanya ini, obatnya ini, gejalanya ini, atau enggak apa yang harus dilakukan kalau pasiennya seperti ini. Kan itu harus basic-nya perawat, jadi ini adalah perawat khusus ambulans, jadi perawat khusus ambulans yang bisa menyetir.

Jadi kita kayak nyambung, kita bawa mobil, kita juga merawat pasien yang di belakang kita. Sebelum kita rujuk, kita ambil pasien itu di RS, kita harus tahu juga apa yang diberikan pasiennya. Sudah dapat terapi apa saja, terus apa yang sudah dilakukan.

Terus foto atau hasil lab berapa? Jadi kita sebangsa perawat juga double. Habis itu, mengantar pasien ke RS tujuan juga kita yang operan, jadi sama saja yang dirangkap. Ya sopir, ya perawat juga.

13. Jika nantinya COVID-19 benar-benar hilang, apa hal pertama yang ingin dilakukan?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Mau karaokean bareng temen-temen. Hahaha. Soalnya kan tempat hiburan gak boleh kumpul. Terus tempat hiburan kayak bioskop, mal itu, kan gak boleh.

Jadi, pengen keluar sama temen-temen gitu. Temen-temen udah kayak, 'ayo kapan kita ngumpul?' 'Tenang masih ada COVID, jangan dulu, stay at home'. Jadi gitu, kalau COVID ini berakhir kita pengen bareng-bareng lagi. 

14. Ada pesan untuk teman-teman relawan atau milennials, agar tetap semangat selama COVID-19 masih mewabah?

[WANSUS] Cerita Ika Dewi Nekat Jadi Relawan Sopir Ambulans COVID-19Ika Dewi Maharani, Relawan Perawat sekaligus Sopir Ambulans Pasien COVID-19 (Dok. Ika Dewi Maharani)

Pesan saya bekerja di rumah, beraktivitas di rumah, maupun belajar di rumah. Kita harus mengorbankan, semuanya harus di rumah. Gak usah keluar rumah. Soalnya saya lihat di jalanan, banyak orang yang masih tetap beraktivitas di luar, nongkrong di luar.

Kalau di Jakarta dan sekitarnya kan sudah diterapkan PSBB, tapi yang saya lihat di jalan-jalan tikus seperti itu kan masih banyak orang nongkrong, masih banyak orang nge-bakso. Masih banyak orang berkumpul.

Jadi kalau saya lihat, kalau begini terus COVID-19 mah gak bakal berakhir. Jadi saya minta untuk orang-orang dengan kesadarannya, untuk marilah kita cegah ini COVID-19 dengan kita juga mengkontribusikan kita untuk tetap di rumah.

Dan untuk teman-teman sejawat saya, khususnya organisasi saya, juga di Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI), tetap semangat kita harus tetap melayani. Kita sebagai perawat ambulans merujuk pasien dari ujung ke ujung Jabodetabek, kita harus tetap semangat.

Karena kalau bukan kita siapa lagi? Setelah itu untuk para perawat dan tenaga medis lainnya untuk bekerja di rumah sakit, saya harap kalian tetap semangat karena kita adalah relawan, kita adalah petugas tim medis, kita adalah garda terdepan untuk saat ini.

Dengan bantuan kita, dengan sentuhan kita, kalau kita melayani dengan tulus, kita yakin dan percaya pasti Tuhan akan lindungi kita. Walaupun virus itu tidak terlihat, tapi kita yakin kita dapat memerangi COVID ini dan negara kita bakal pulih lagi. Kita dapat bercengkrama lagi, keluar rumah lagi, seperti sebelum ada COVID. Tetap semangat semuanya.

Baca Juga: 3,5 Juta Alat Kesehatan Disebar untuk Perangi COVID-19 di Indonesia

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya