Indonesia Dicoret dari Daftar Negara Maju, AS Perpanjang Fasilitas GSP
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia dicoret dari daftar negara maju dan tetap terdaftar sebagai negara berkembang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa pemerintah AS melalui USTR telah melakukan peninjauan fasilitas GSP sejak Maret 2018.
"Pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis antara kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia, melainkan juga bisnis di AS," kata Retno dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Minggu (1/11/2020).
1. Ada 3.572 pos tarif diklasifikasikan masuk skema GSP
Indonesia mencatatkan 3.572 pos tarif telah diklasifikasikan masuk skema GSP yang terdiri atas produk manufaktur dan semi manufaktur, pertanian, perikanan dan industri primer.
Retno menyampaikan sejumlah produk yang menikmati fasilitas GSP ini berdasarkan Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTS-US) sampai dengan Agustus 2020, berikut rinciannya:
- HS94042100 yaitu matras baik karet maupun plastik dengan nilai 185 juta dolar AS.
- HS71131929 yaitu kalung dan rantai emas 142 juta dolar AS
- HS42029231 berupa tas bepergian dan olahraga dengan nilai 104 juta dolar AS.
- HS38231920 berupa minyak asam dari pengelolaan kelapa sawit senilai 84 juta.
- HS40112010 berupa ban penumatik radial untuk bus dan truk senilai 82 juta dolar AS
Baca Juga: Survei: Pandangan Negatif ke Tiongkok Makin Tinggi di Negara Maju
2. Pemberian fasilitas GSP bukti kepercayaan AS ke Indonesia
Editor’s picks
Sementara itu, menurut Duta Besar Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi, perpanjangan fasilitas GSP yang diberikan oleh Amerika Serikat ini menunjukkan tingginya kepercayaan Pemerintah AS terhadap berbagai perbaikan regulasi domestik yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif di tanah air.
"Paska pengumuman USTR, kita akan segera susun rencana kerja atau road plan untuk mengoptimalkan fasilitas keringanan bea masuk bagi produk-produk ekspor Indonesia di pasar AS," tuturnya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberian perpanjangan fasilitas GSP oleh AS relatif jarang terjadi. Bahkan sejumlah negara yang menjadi mitra dagang AS, seperti India dan Turki, tahun 2019 lalu telah dihentikan fasilitas GSP mereka.
3. Tentang GSP, insentif AS untuk negara-negara berkembang
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980.
Berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada 2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai 2,61 miliar dolar AS. Angka ini setara dengan 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni 20,1 miliar dolar AS.
Ekspor GSP Indonesia di 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Hingga Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar 1,87 miliar dolar AS atau naik 10,6 persen dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (2,6 miliar dolar AS).
Baca Juga: Pramono: Indonesia Kini Dipandang Bisa Naik Kelas Jadi Negara Maju