Panggilan Gus Nur Dikritik, Siapa yang Boleh Menyandang Gelar 'Gus'?

Ulil Abshar mengkritisi panggilan Gus pada Sugi Nur

Jakarta, IDN Times - Panggilan 'Gus' yang disematkan pada pendakwah Sugi Nur Raharja menjadi polemik. Terlebih setelah dia terjerat kasus pencemaran nama baik terhadap Nahdlatul Ulama (NU).

Permasalahan panggilan 'Gus' pada Gus Nur ini dikemukakan oleh Tokoh Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdala. Melalui cuitan di akun Twitternya, dia mengingatkan media massa terkait penggunaan panggilan Gus kepada seseorang, salah satunya Gus Nur.

"Wahai teman2 media: Sebutan yg tepat adalah Nur Sugik. Bukan Gus Nur. Dia bukan "gus"," cuitnya lewat akun @ulil seperti dikutip IDN Times, Rabu (28/10/2020).

Lantas, siapa sebenarnya yang berhak dipanggil 'Gus'? Apakah hanya orang-orang tertentu yang boleh menyandang panggilan 'Gus'? Berikut penjelasannya.

1. Panggilan Gus untuk keturunan garis biru di lingkungan pesantren

Panggilan Gus Nur Dikritik, Siapa yang Boleh Menyandang Gelar 'Gus'?Ilustrasi Pesantren Dok.Humas Jabar

Melansir dari Buku Ijtihad Politik Gus Dur: Analisis Wacana Kritis karya Dr. Munawar Ahmad (2010) yang diakses secara daring, kata Gus berasal dari keturunan darah biru yang punya konstruksi politis istimewa di dunia pesantren. Hal ini dijelaskan oleh Zamakhsari Dhofier (1985) dalam buku tersebut.

Istri, anak, cucu kiai serta menantu mereka memperoleh prestise sosial yang khusus. Istilah Gus kerap digunakan di wilayah Jawa Timur. Julukan ini diberikan pada anak laki-laki, cucu dan menantu laki-laki. Gus memiliki arti bagus.

"Seorang kiai selalu mengharapkan mereka (gus-gus tersebut) menjadi calon-calon yang potensial sebagai pimpinan pesantren di masa mendatang," tulis Dr. Munawar Ahmad.

Baca Juga: 7 Fakta Kasus Pencemaran Nama Baik NU yang Menjerat Gus Nur

2. Seorang Gus mewarisi artibut spiritual kiai

Panggilan Gus Nur Dikritik, Siapa yang Boleh Menyandang Gelar 'Gus'?IDN Times/Galih Persiana

Jika seorang kiai tidak mempunyai anak laki-laki, maka salah seorang menantu laki-lakinya bakal diarahkan menjadi calon utama. Seorang kiai akan memberikan pendidikan khusus pada gus-gus untuk menjadi pemimpin pesantrennya.

Selain itu, dengan memperkuat penilaian masyarakat, bahwa Gus bisa mewarisi sejumlah atribut spiritual ayahnya, para kiai cenderung memberikan legitimasi atau membenarkan bahwa sang anak sebagai pengganti paling sah. Hal ini jadi sangat penting karena pesantren merupakan milik masyarakat yang artinya menyangkut kepentingan publik.

3. Kebanyakan Gus punya ilmu laduni, apa itu?

Panggilan Gus Nur Dikritik, Siapa yang Boleh Menyandang Gelar 'Gus'?IDN Times/Galih Persiana

Selain itu, Munawar juga menjelaskan bahwa kebanyakan Gus dianggap punya ilmu laduni, yakni kemampuan menguasai cabang pengetahuan Islam tanpa perlu mempelajarinya.

Dengan kata lain Tuhan memberkati para Gus dengan pengetahuan Islam sejak lahir. Gelar Gus punya arti penting karena berada dalam lingkaran sistem pendidikan pesantren.

4. Gus adalah anak laki-laki yang punya kedudukan tinggi

Panggilan Gus Nur Dikritik, Siapa yang Boleh Menyandang Gelar 'Gus'?Ilustrasi santri di pondok pesantren. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Hal senada juga tertuang dalam jurnal berjudul Makna Sapaan di Pesantren: Kajian Linguistik-Antropologis karya Millatus Zakiyah dari Universitas Brawijaya Malang, jurnal itu mencatat bahwa menurut Khumaidi (2006) panggilan Gus (laki-laki) dan Ning (perempuan) adalah panggilan kiai untuk putra putri mereka.

Panggilan ini adalah ciri khas yang membedakan kalangan pesantren kalangan lain,. Panggilan ini kerap digunakan untuk bangsawan Jawa. Jurnal ini juga mengutip dari Poerwadarminta (1939) yang menyebutkan bahwa Gus diartikan bagus sebagai:

sesebutane bocah (wong) lanang sing rada duwur pangkate "sebutan bagi
anak (orang) lelaki yang memiliki kedudukan tinggi".

 

Baca Juga: Ajukan Penangguhan Penahanan, Gus Nur Dapat Jaminan Tokoh Hingga Ulama

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya