Komnas HAM Nilai Kepala Daerah Masih Cuek Sikapi Perda Diskriminatif

Kasus Gereja di bantul jadi contoh konkret intoleransi

Jakarta, IDN Times - Komnas HAM menyatakan peraturan daerah (perda) yang diskriminatif bukan semakin berkurang, namun semakin bertambah. Isu ini diharapkan dapat menjadi perhatian setiap kepala daerah.

Hal ini disampaikan Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara usai menjadi pembicara dalam diskusi yang dilakukan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (29/7).

1. Perda diskriminatif bertambah

Komnas HAM Nilai Kepala Daerah Masih Cuek Sikapi Perda DiskriminatifIDN Times/Margith Juita Damanik

Beka menilai perda diskriminatif yang ada di Indonesia semakin hari semakin bertambah. "Ada saya kira perda-perda diskriminatif juga tidak berkurang, tapi semakin bertambah," kata beka.

"Atau bukan perda lah ya, tapi kebijakan daerah yang diskriminatif, bukan berkurang tapi bertambah," lanjut dia.

Aturan-aturan yang dia maksud menurutnya umumnya berupa edaran, surat keputusan bupati, dan lain-lain. "Yang kemudian lebih subjektif dari pemimpin daerah karena antara DPRD dengan masyarakat," kata Beka lagi.

Baca Juga: Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama Diskriminatif

2. Fenomena ini harus diwaspadai

Komnas HAM Nilai Kepala Daerah Masih Cuek Sikapi Perda DiskriminatifIDN Times/Margith Juita Damanik

Menurut Beka, semakin maraknya peraturan di daerah yang bersifat diskriminatif menjadi fenomena yang perlu mendapat perhatian khusus untuk diwaspadai.

"Itu saya kira menjadi fenomena yang harus kita waspadai," kata Beka. "Karena semakin banyak diskriminasinya tetapi kemudian kontrolnya semakin kurang," lanjut dia.

Hal ini dirasa dapat menimbulkan pelanggaran HAM di tengah-tengah masyarakat.

3. Kasus gereja di Bantul menjadi salah satu contoh kebijakan diskriminatif

Komnas HAM Nilai Kepala Daerah Masih Cuek Sikapi Perda DiskriminatifIDN Times/Sunariyah

Salah satu contoh kasus yang disebutkan Beka terkait perda yang diskriminatif adalah kasus Gereja di Bantul, Jawa Tengah yang baru terjadi pekan lalu.

"Ini bahkan yang terakhir, baru Jumat (26/7) kemarin, misalnya IMB soal rumah ibadah di Bantul, padahal sudah dapat, kemudian dicabut kembali oleh Bupati," kata Beka.

Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu yang berlokasi di Gunung Bulu, Bandut Lor, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta, kembali dipermasalahkan warga.

Warga menolak keberadaan rumah ibadah tersebut meski gereja tersebut sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sempat jalani mediasi namun gagal, kasus ini sekarang ditangani Pemda Bantul.

Baca Juga: Komnas HAM Umumkan Kerusuhan Mei ke Publik Pertengahan Agustus

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya