Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas Kelelahan

Data COVID-19 jadi dasar berbagai kebijakan pemerintah

Balikpapan, IDN Times - Data kasus COVID-19 terus disajikan setiap hari oleh Satgas Penanganan COVID-19 baik dari level kabupaten/ kota, provinsi hingga pusat selama masa pandemik ini. Masalahnya data kasus tersebut baik di level daerah hingga nasional sering tak sinkron.

Data kasus COVID-19 yang amburadul bisa membawa dampak buruk  bagi masyarakat lantaran menjadi salah satu acuan untuk pengambilan aneka kebijakan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Berbagai permasalahan pun dihadapi oleh tim Satgas COVID-19 daerah untuk mengumpulkan data kasus per hari. Hal ini berujung pada selisih data yang disajikan oleh tim satgas. Sebenarnya mengapa data COVID-19 seringkali tak sama, dan apa kendala di lapangan? Berikut IDN Times sajikan ulasannya dari berbagai wilayah di Indonesia.

1. Data berbeda karena daerah lambat melapor dan tenaga kesehatan kewalahan

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbandingan data jumlah kasus konfirmasi positif COVID-19 versi Satgas COVID-19 Pusat dengan Satgas COVID-19 pada 11 provinsi pada 11-15 Januari 2021 (IDN Times/Mela Hapsari)

Perbedaan data kasus COVID-19 yang dilaporkan oleh satgas pusat dengan daerah bisa terjadi antara lain karena daerah lambat melaporkan data. Menurut pantauan IDN Times, selama 11-15 Januari 2021, data yang dirilis Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim dengan Satgas Balikpapan dan Samarinda tidak semua sama.

Contohnya menurut rilis Satgas COVID-19 Balikpapan tanggal 15 Januari, terdapat perbedaan total kumulatif kasus COVID-19 sebanyak 7.542, dimana dalam rilis Satgas Kaltim tertulis total pasien 7.545. Sementara untuk jumlah pasien meninggal dunia dan sembuh sama.

Di ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda, jumlah total pasien konfirmasi positif dan pasien meninggal tercatat sama, namun perbedaannya ada pada jumlah pasien sembuh. Misalnya pada 15 Januari, dalam catatan Satgas Samarinda ada 6.777 pasien, sementara menurut Satgas Kaltim ada 6.663 pasien sembuh.

“Kami sudah menganalisis hal tesebut,” ujar Andi Muhammad Ishak, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim saat dikonfirmasi pada Jumat (15/1/2021) sore.

Menurutnya, jika ada perbedaan, bisa jadi daerah lambat melaporkan. “Hal sama berlaku, jika data daerah lebih banyak dan tak sama dengan data provinsi, besar kemungkinan daerah semakin aktif mengidentifikasi kasusnya namun laporan lambat masuk,” urainya.

Dari pantauan IDN Times pada tanggal 11-13 Januari 2021, juga terdapat perbedaan data pada angka kumulatif pasien sembuh pada laporan Satgas COVID-19 pusat dengan Satgas COVID-19 Provinsi Kaltim. (selengkapnya lihat tabel)

Tak hanya persoalan selisih angka akumulasi positif COVID-19, lanjut Andi, data pasien yang jalani perawatan juga demikian. Terjadi perbedaan. Bahkan, dirinya pernah mendapati kasus kematian tak dilaporkan ke satgas provinsi. Padahal antara kabupaten/kota harus ada sinergi. Dengan demikian, saat laporan ke satgas pusat diberikan tak ada perbedaan data.

“Biasanya tunggu kami tanya baru diberikan. Makanya jika ada pasien yang dirawat lama sekali, pasti kami curiga. Jangan-jangan sudah tak ada lagi, namun laporannya masih dalam perawatan,” tegasnya.

Jika ada selisih dan perbedaan, tentu yang dirugikan adalah warga. Pasanya dari data-data inilah mereka belajar dan waspada dengan kondisi kasus yang ada.

“Harus sama-sama aktif melaporkan. Utamanya daerah (kabupaten/kota) ke provinsi. Jangan hanya satu bagian yang aktif, semua harus terlibat,” kata Andi.

Menurut rilis Satgas COVID-19 Kaltim, angka positif rate per 15 Januari 2021 tercatat 18,2 persen dari kasus yang diperiksa.  Sementara, kesembuhan mencapai 81,3 persen dari kasus terkonfirmasi. Angka kematian 2,6 persen dari angka terkonfirmasi, dan angka kasus per 100.000 penduduk terdapat 875,7 orang terpapar virus corona. Sepuluh kabupaten kota di Kaltim masuk zona merah.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Andi Sri Juliarty mengungkapkan hasil tes PCR yang lambat juga mempengaruhi update data COVID-19.

Di Balikpapan saat ini ada 8 fasilitas layanan kesehatan yang dapat melayani tes PCR, hasil pemeriksaan selesai dalam satu hari. Meskipun begitu, ia mengakui masih ada antrean hasil tes swab PCR karena kini makin banyak warga yang melakukan tes.

Selain itu lonjakan kasus Balikpapan yang diatas 100 per hari juga membuat petugas surveilans kewalahan. "Mereka kelelahan. Jadi dari penambahan kasus harian, bisa lebih banyak lagi dari yang disampaikan," tuturnya. 

Baca Juga: Soal Beda Data Pusat dan Daerah, Ini Penjelasan Satgas COVID-19 Kaltim

2. Satgas Penanganan COVID-19 pusat agar mengambil data dari website resmi daerah

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanData pasien meninggal Satgas COVID-19 Pusat vs Satgas COVID-19 di 11 provinsi pada 11-15 Januari 2021 (IDN Times/Mela Hapsari)

Perbedaan data signifikan juga terjadi pada catatan Satgas COVID-19 Jateng vs Satgas COVID-19 pusat, baik untuk data jumlah konfirmasi positif COVID-19, sembuh, maupun meninggal dunia. (selengkapnya lihat tabel).

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Yulianto Prabowo menyampaikan proses input data sudah dilakukan secara rapi dari tingkat puskesmas hingga ke database Satgas COVID-19 per kabupaten/kota.

"Setiap hari di-posting di masing-masing website dan dilaporkan ke pusat. Ini agar bisa dilakukan sinkronisasi data kasusnya," ujarnya.

Yulianto mengatakan input data sudah dilakukan optimal untuk mengantisipasi perbedaan data yang jomplang antara pusat dan daerah. Ia juga menyarankan supaya Satgas COVID-19 pusat mengambil data pada laman resmi corona.jatengprov.go.id.

"Karena kita rutin input data kasus COVID-19, maka saran kita lebih baik satgas pusat ambil aja di website resmi per kabupaten/kota agar menjadi perhatian," tuturnya.

Yulianto mengungkapkan kenaikan angka kematian COVID-19 di Jawa Tengah diklaim tidak terlalu tinggi ketimbang kondisi tahun 2020. Pasalnya, pihaknya kini sudah berusaha maksimal untuk menertibkan perilaku warga di kabupaten/kota terutama dalam meningkatkan standar 3M atau memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun atau air yang mengalir. 

"Angka kematiannya sudah mengalami penurunan. Bahkan selama dua minggu terakhir jumlah yang meninggal berkurang. Pada prinsipnya, pola penanganan COVID-19 tetap sama dengan menjaga protokol kesehatan ditambah lagi kita sedang meningkatkan herd immunity dengan vaksinasi," ungkapnya.

Untuk Kota Semarang, pemakaman kumulatif sudah 402 orang sejak pandemik sampai Januari 2021, dimana per hari 0-6 orang. Tertinggi pada Desember 2020 mencapai 70 orang per bulan.

Untuk menyajikan hasil tes swab PCR ke publik melalui data harian COVID-19 di laman siagacorona.semarangkota.go.id maupun media sosial, Dinkes Kota Semarang harus melewati sejumlah tahapan.

Setelah ada hasil tes swab, laboratorium PCR baik milik pemerintah maupun swasta akan memasukkan ke sistem new all record (NAR). Setelah data yang masuk ke NAR, laboratorium juga memasukkan data ke Dinkes Kota Semarang, kemudian dikelola dan disajikan menjadi laporan harian COVID-19.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, dokter Abdul Hakam mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan tes swab PCR. ’Puskesmas dan rumah sakit masih melakukan. Bahkan, klinik-klinik swasta juga membuka layanan tes swab PCR bagi masyarakat yang ingin bayar sendiri,’’ ungkapnya saat ditemui, Kamis (15/1/2020).

Semua data tes swab PCR itu kemudian masuk ke Dinas Kesehatan. Pada saat ini jumlah tes tersebut mencapai 3.000-4.000 per minggu. Apabila, jumlah sampel tidak lebih dari 180 yang diuji di laboratorium di RSUD Wongsonegoro milik Pemkot Semarang, hasilnya akan keluar dalam satu hari.

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbedaan data jumlah kasus konfirmasi positif Satgas COVID-19 Pusat Vs Satgas COVID-19 Jateng tanggal 11-15 Januari 2021 (IDN Times/Yogie Fadila)
Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbedaan data jumlah kasus Sembuh Satgas COVID-19 Pusat Vs Satgas COVID-19 Jateng per 11 -15 Januari 2021 (IDN Times/Yogie Fadila)

Baca Juga: Tingkat Kematian COVID-19 di Banyumas 4,8 Lampaui Jateng dan Indonesia

3. Angka pasien sembuh versi satgas Provinsi Banten berbeda sampai ribuan kasus dengan satgas pusat

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbandingan data pasien sembuh Satgas COVID-19 Pusat vs Satgas COVID-19 di 11 provinsi per 11-15 Januari 2021 (IDN Times/Mela Hapsari)

Jika dibandingkan dengan data kasus COVID-19 berdasar Satgas Nasional, data kasus COVID-19 di Banten tak sebanyak dengan data yang disajikan Dinas Kesehatan Banten. Hal itu sangat terlihat dari data kumulatif, kesembuhan dan kematian perbedaannya signifikan. Perbedaannya pun tak main-main, mencapai ribuan. (selengkapnya lihat tabel)

Kepala Dinas Kesehatan Kota Serang Muhammad Iqbal mengatakan, angka penambahan kasus positif COVID-19 di Ibu Kota Banten itu berkisar 10-15 kasus per hari. Sementara untuk angka kesembuhan sekitar 50 persen.

"Kalau kita bandingkan di kabupaten/kota di Banten kita masih bertahan di zona oranye," katanya.

Disampaikan Iqbal, untuk pelayanan swab test polymerase chain reaction (PCR) ada di seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah kota--baik rumah sakit dan puskesmas. Namun yang menjadi kendala, lanjutnya, adalah lama hasil pemeriksaan swab test di wilayahnya paling cepat mencapai 3 hari.

"Sebetulnya bisa dibaca 3 jam (hasil pemeriksaan) bisa, namun karena menangani semua kabupaten-kota sehingga antrinya panjang di Labkesda. Kita hanya bisa dilayani di Labkesda, tapi pengambilannya di kita semua," katanya.

Iqbal pun menjelaskan terkait data kabupaten kota dengan data Provinsi Banten sesuai. "Kalau untuk yang ada dari provinsi itu kan memang sumbernya dari kabupaten/kota makanya pasti sudah sinkron," ujarnya.

Tetapi dari pantauan IDN Times pada 11-15 Januari 2021 perbedaan angka nyata terjadi antara satgas provinsi dengan satgas pusat.

Senada dengan provinsi lainnya Kepala Dinkes Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti menjelaskan, terjadinya perbedaan data dengan satgas pusat itu disebabkan karena perbedaan waktu dalam merilis data kasus. Sehingga pada hari yang sama kasus data yang disajikan Provinsi Banten lebih tinggi dari pusat.

"Data kasus COVID-19 dari Provinsi Banten setiap hari dilaporkan ke Kementerian kesehatan tepatnya setiap jam 19.00 WIB data tersebut baru dirilis oleh kementerian kesehatan pada besok hari jam 14.00 WIB," kata Ati saat dikonfirmasi, Minggu (17/1/2021).

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbedaan data jumlah kasus Satgas COVID-19 Pusat Vs Satgas COVID-19 Banten per 11-15 Januari 2021 (IDN Times/Yogie Fadila)

Baca Juga: Data COVID-19 Beda dengan Pusat, Ini Penjelasan Kadinkes Banten

4. Data provinsi dengan kabupaten kota di Bali sudah seragam, tapi beda dengan data pusat

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPetugas berbaju hazmat mengantarkan makanan pasien menggunakan ambulans di Asrama Haji Balikpapan (IDN Times/ Fatmawati)

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Tabanan, dr Nyoman Suratmika, Satgas Penanggulangan COVID-19 di Provinsi Bali telah memakai web SSO dalam hal pemutakhiran data COVID-19, sejak akhir tahun 2020 lalu.

Web SSO ini sendiri merupakan sebuah sistem terintegrasi satu pintu yang hanya bisa diakses (Login) menggunakan satu ID dan satu password. Sistem ini dapat menghubungkan seluruh layanan kesehatan yang melayani COVID-19.

"Setiap layanan kesehatan baik puskesmas dan rumah sakit yang melayani COVID-19 bisa mengakses sistem ini. Sehingga mereka masing-masing bisa langsung memasukkan data kasus COVID-19," ujar Suratmika, Jumat (15/1/2021).

Dalam pelaporan kasus COVID-19 yang terbaru, setiap layanan kesehatan diminta untuk memasukkan semua data positif ke dalam web SSO sebelum pukul 13.00 Wita.

"Namun terkadang karena banyaknya laporan, transfer data dari tim dan keterbatasan tenaga, target ini bisa molor dan clear jam 15.00 Wita," ungkap Suratmika.

Selain itu ada juga kasus positif COVID-19 yang hasilnya keluar hari ini, tetapi karena pendataan telah melebihi waktu yang ditargetkan, maka pelaporan kasus dimasukkan pada keesokan harinya.

"Tetapi data antara Kabupaten dengan provinsi akan sama dengan sistem ini," terang Kepala Bidang Penanganan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Tabanan, dr Ketut Nariana.

Beralih ke Kabupaten Klungkung, pendataan kasus COVID-19 selama ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Klungkung, dengan memanfaatkan tenaga surveilans yang tersebar di empat kecamatan wilayah Klungkung (Kecamatan Klungkung, Kecamatan Banjarangkan, Kecamatan Dawan, dan Kecamatan Nusa Penida).

Data perkembangan kasus harian itu lalu diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Data inilah yang menjadi acuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menentukan status risiko penularan COVID-19 di Klungkung.

"Setelah ada warga terkonfirmasi positif, tim surveilans kami langsung melakukan tracking. Kembali dilakukan swab PCR terhadap orang-orang yang kontak (Kontak erat dengan warga terkonfirmasi positif COVID-19)," jelas Kepala Dinas Kesehatan Klungkung, dr Ni Made Swapatni, Jumat (15/1/2021).

Sementara, Direktur RSUD Klungkung, Dr I Nyoman Kesuma, mengatakan maksimal Laboratorium PCR RSUD Klungkung bisa menguji 500 sampel dalam sehari. Lab PCR ini hanya satu-satunya di Klungkung, dan dalam operasionalnya melayani uji swab masyarakat yang tersebar di empat kecamatan wilayah Klungkung.

"Dengan adanya alat pengujian swab test ini, pemeriksaan masyarakat cepat diketahui hasilnya dibandingkan ketika harus membawa ke laboratorium rujukan, yang hasilnya baru keluar paling cepat tiga hari. Lantaran antrean panjang dari seluruh wilayah di Bali. Sehingga kinerja pendataan Satgas COVID-19 di Klungkung juga lebih cepat," terang Kesuma.

Tenaga surveilans pun masih mencukupi. Masalahnya, masih banyak warga yang tak mau tes karena stigma negatif penderita COVID-19. "Biasanya kalau kami tracking, ada masyarakat yang enggan untuk tes swab. Alasannya mereka takut dijauhi masyarakat sekitar. Itu yang cukup menyulitkan kami," jelas seorang tim surveilans di Klungkung, Ketut Adnyani.

Ia beberapa kali harus memberikan penjelasan kepada masyarakat, bahwa tracking dan pendataan COVID-19 penting dilakukan untuk memutus rantai penyebaran.

Sementara dalam pantauan IDN Times, masih ada perbedaan data kasus COVID-19 di Kabupaten Klungkung dengan Provinsi Bali. Contohnya data pada Senin (11/1/2021). Berdasarkan data Satgas COVID-19 Kabupaten Klungkung, pasien yang terkonfirmasi sebanyak 1.023 orang dan masih dalam perawatan sebanyak 25 orang. Sedangkan data Satgas COVID-19 Provinsi Bali menyebutkan, pasien yang terkonfirmasi positif sebanyak 1.026 orang dan masih dalam perawatan 28 orang.

Begitu pun dengan data kasus Satgas COVID-19 Provinsi Bali dengan Satgas COVID-19 pusat juga menunjukkan perbedaan baik dari angka kumulatif pasien konfirmasi, sembuh dan meninggal dunia seperti yang dihimpun IDN Times per 11-15 Januari 2021.(selengkapnya lihat tabel)

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbedaan data jumlah kasus Satgas COVID-19 Pusat Vs Satgas COVID-19 Bali per 11 -15 Januari 2021 (IDN Times/Yogie Fadila)

Baca Juga: Gunakan Web SSO, Begini Alur Input Data Kasus COVID-19 di Tabanan

5. Data tak sama gara-gara jam pendataan berbeda di Provinsi DIY dengan kabupaten kota

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut pantauan IDN Times data Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan data satgas pusat pada 11-15 Januari 2021 identik.

Meskipun demikian, ternyata di level lokal data kasus COVID-19 masih amburadul. Data harian COVID-19 yang dikeluarkan Pemda DI Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman kerap mengalami perbedaan. Begitu juga data Kabupaten Bantul dengan data Provinsi DIY sering tak seragam. 

Contohnya pada Senin (11/1/2021) penambahan konfirmasi COVID-19 oleh Satgas Penanganan COVID-19 DIY sebanyak 59 kasus, sementara pada akun Twitter resmi Pemkab Sleman mengumumkan penambahan kasus baru sebanyak 69 pasien. 

Begitu juga data Kabupaten Bantul. Hari Selasa (12/1), jumlah penambahan kasus konfirmasi positif yang diunggah Pemda DIY mencapai 117 dengan kasus sembuh 43 orang. Sedangkan data yang diunggah oleh Pemkab Bantul penambahan kasus konfirmasi positif mencapai 110 dan kasus sembuh 51 orang.

Juru Bicara Penanganan COVID-19 Pemda DIY Berty Murtiningsih membenarkan jika laporan harian COVID-19 yang diumumkan provinsi dengan kabupaten/kota sering mengalami perbedaan.

Meskipun demikian, menurutnya data yang diumumkan Provinsi DIY selama ini sama dengan pusat, hal ini lantaran diambil dari data yang sudah di-entry dalam aplikasi new all record (NAR). Sementara untuk kabupaten harus tetap mengumumkan dan segera melakukan tindak lanjut tracing meskipun data yang ada belum ter-entry dalam NAR.

"Ya. Memang begitu karena kabupaten/kota harus segera melaporkan dan melakukan tindak lanjut tracing, jadi ada yang belum ter-entry dan verifikasi di NAR," ungkapnya pada Jumat (14/1/2021).

Perbedaan yang ada selama ini hanyalah dalam waktu pengumuman saja. Semisal di suatu kabupaten/kota terdapat penambahan kasus setelah aplikasi NAR ditutup pukul 13.00 WIB oleh PHEOC, maka data tambahan tersebut akan masuk di hari selanjutnya. 

Sementara itu, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Bantul, dr. Sri Wahyu Joko Santosa, mengatakan data harian COVID-19 yang dikirim ke Pemda DIY untuk pemerintah pusat adalah data sampai pukul 12.00 WIB. Data yang dikirim ke pemerintah pusat selanjutnya diolah dan dikirim kembali ke Pemda DIY kemudian diumumkan ke masyarakat pada pukul 16.00 WIB setiap harinya. 

Pemkab Bantul sendiri masih mengambil data harian COVID-19 sampai pukul 15.30 WIB. Hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan jumlah kasus konfirmasi dan kasus sembuh antara yang diumumkan oleh Pemda DIY dan Pemkab Bantul.

"Jadi data terbaru yang lebih dari pukul 12.00 WIB sampai jam 15.30 WIB baru akan dikirim hari berikutnya dan akan menjadi data pada hari berikutnya. Sementara Pemkab Bantul sendiri tetap menaikkan data perkembangan COVID-19 hingga data terakhir pukul 15.30 WIB," terangnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (15/1/2021).

Baca Juga: Data Harian COVID-19 antara DIY dan Bantul Berbeda, Apa Penyebabnya?

6. Data lambat dari rumah sakit dan laboratorium juga pengaruhi update data COVID-19 di Sulawesi Selatan

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanIlustrasi. Pengoperasian laboratorium PCR COVID-19. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Data yang masih amburadul juga terjadi di Sulawesi Selatan (Sulsel). Data jumlah kasus COVID-19 sering tidak sesuai antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi,  maupun antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota.

Berdasarkan analisis data IDN Times, contoh perbedaan laporan itu antara lain terlihat pada Senin, 11 Januari 2021. Saat itu, jumlah kasus COVID-19 Sulsel yang dilaporkan pemerintah pusat hanya 616 sedangkan jumlah yang dilaporkan provinsi lebih tinggi yakni 626 kasus.

Begitu juga dengan data Kamis, 14 Januari 2021. Jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan pemerintah pusat sebanyak 640 kasus baru tapi menurut data provinsi berjumlah 650. 

Tidak hanya level provinsi vs pusat yang berbeda. Di tingkat Kota Makassar juga terjadi perbedaan data yang sangat jelas dengan data provinsi. Selama 4 hari berturut-turut sejak 11 - 14 Januari 2021, terus terjadi perbedaan data antara kota dengan provinsi. 

Selisih terbanyak terjadi pada Kamis, 14 Januari 2021. Menurut data Kota Makassar, kasus baru pada hari itu berjumlah 237 sedangkan menurut data provinsi sebanyak 244. Artinya ada selisih 7 jumlah kasus. 

Tidak hanya di Makassar, di Kabupaten Gowa juga begitu, perbedaan data hampir terjadi setiap hari. Selisih angkanya terlihat sangat jauh.  Contohnya pada Senin, 11 Januari 20201, jumlah kasus baru menurut data Kabupaten Gowa hanya 17 kasus sedangkan menurut data provinsi ada 45 kasus baru saat itu. 

Pada Selasa, 12 Januari 2021, tercatat ada 35 kasus baru menurut data kabupaten sedangkan menurut data provinsi ada 41 kasus. Lalu pada Kamis, 14 Januari 2021, kabupaten mencatat 74 kasus baru sementara provinsi hanya mencatat 29 kasus baru.

Senada dengan provinsi lainnya, terkait perbedaan data ini, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Sulsel, Muhammad Ichsan Mustari, mengakui bahwa perbedaan data masih kerap terjadi lantaran pembaruan data yang terlambat. Kepala Dinas Kesehatan Sulsel ini, sepertinya menganggap perbedaan ini sebagai sesuatu yang wajar. Pasalnya, dia menilai bahwa proses pendataan tak lepas dari kemungkinan error.

"Poinnya itu bukan karena kesengajaan. Kalau pun ada perbedaan mungkin karena error. Update itu kan perlu juga hubungan jaringan yang bagus," kata Ichsan.

Untuk itu, Ichsan mengklaim bahwa perbedaan data jumlah kasus COVID-19 bukan masalah. "Tapi prinsipnya tidak ada masalah karena akhirnya juga ter-update juga di hari berikutnya," katanya.

Sementara itu, Tim Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Gowa, dr Gaffar juga mengakui seringnya terjadi perbedaan data antara kabupaten dengan provinsi. Gaffar menyebutkan ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi perbedaan data itu. 

Dia menyebutkan tim Satgas setempat memperbarui data melalui aplikasi New all record. Hasil pemeriksaan swab disetor dari fasnyakes (fasilitas layanan kesehatan) atau rumah sakit tempat di mana ada warga Gowa dirawat.

"Beberapa data lebih awal kami update untuk publikasi ke media center kabupaten untuk kepentingan penanganan kasus selanjutnya yaitu tracing, treatment, dan testing," kata Gaffar saat dikonfirmasi.

Gaffar menyebutkan sejumlah kendala mengapa terjadi ketidaksinkronan data antara Kabupaten Gowa dengan data Provinsi Sulsel. "Beberapa rumah sakit dan lab baru melaporkan kasusnya setelah beberapa hari setelah ada hasil, dan tidak terhubung dengan aplikasi new all record," katanya.

Selain itu, ada jadwal yang berbeda dalam melakukan pembaruan data. Terkadang provinsi yang lebih dulu update atau Kabupaten Gowa yang lebih cepat. "Atau pasien sendiri yang melaporkan statusnya ke Satgas untuk kepentingan tracing contact atau swab kontrol," ujar Gaffar. 

Baca Juga: Data Kasus COVID-19 di Sulsel Masih Tidak Sinkron

7. Data tak sinkron serta interpretasi zona risiko yang tak tepat di Sumatera Utara

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPetugas isolasi menunjukkan peralatan di Tenda Isolasi Rumah Sakit Putri Hijau, Medan (IDN Times/Prayugo Utomo)

Beralih ke Sumatera Utara. Sinkronisasi data antara kabupaten kota dengan Provinsi Sumatera Utara juga masih dipertanyakan. Sebut saja untuk Kota Medan. Contohnya 13 Januari 2021, kasus konfirmasi positif versi Satgas COVID-19 Sumut di Kota Medan sebanyak 9.408 kasus. Sementara, data yang disajikan di laman covid19.pemkomedan.go.id kasus pada hari itu sebanyak 9.329 kasus.

Penelusuran ketidaksinkronan data antar tingkatan pemerintah daerah berlanjut. Ternyata ketidaksinkronan tidak hanya terjadi di Kota Medan. 

Seperti yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang. Di laman covid19.deliserdangkab.go.id kasus konfirmasi positif tercatat sebanyak 2.606 orang. Sementara, di dalam tabel yang dibagikan Satgas COVID-19 Sumut kepada sejumlah awak media, jumlah kasus konfirmasi positif hanya sebanyak 2.373 orang.

Begitu juga di Kabupaten Serdang Bedagai. Data di laman resminya infocovid19.serdangbedagaikab.go.id kasus yang tercatat adalah 364 orang. Sedangkan di Satgas COVID-19 Sumut sebanyak 380 orang.

Yang lebih parah, ada kabupaten yang lambat dalam memperbaharui data anyar COVID-19. Itu terjadi di Kota Binjai. Di Laman resmi binjaimelawancovid19.binjaikota.go.id pembaharuan terakhir dilakukan pada 8 Januari 2021 lalu.

Klarifikasi datang dari Satuan Tugas COVID-19 Sumut. Juru Bicara Satgas COVID-19 Sumut Aris Yudhariansyah tidak menampik soal ketidaksinkronan data tersebut. Padahal selama ini mereka menghimpun data dari kabupaten kota untuk dilaporkan ke Satgas Nasional. Kata Aris, peluang miskoordinasi di kabupaten kota memang masih ada.

 “Mungkin ada perbedaan waktu saat closing data,” kata Aris kepada IDN Times, Kamis (14/1/2021).

Kata Aris, mereka menutup pembaharuan data pada pukul 12.00 WIB setiap harinya. Sementara di tingkatan kabupaten kota di atas waktu tersebut.

Ternyata, tidak hanya data yang tidak sinkron dalam penanganan COVID-19 di Sumatra Utara. Kondisi ini juga terjadi pada interpretasi peta risiko.

Misalnya di Kota Medan sebagai pusat pandemik COVID-19 Sumut. Di laman covid19.go.id seluruh Kota Medan dinyatakan sebagai zona oranye pada 13 Januari 2021. Sementara di hari yang sama instagram BPBD Kota Medan @bpbdkotamedan 21 kecamatan di Kota Medan masih berada di zona merah.

Sayangnya, Satgas COVID-19 Kota Medan belum memberikan klarifikasi. Juru Bicara Satgas COVID-19 Kota Medan Mardohar Tambunan yang dikonfirmasi IDN Times juga belum memberikan jawaban apapun.

Baca Juga: Data COVID-19 Sumut Masih Saja Tidak Sinkron, Ada Apa Sebenarnya?

8. Alat tes PCR merupakan mesin yang paling rumit sementara tenaga medis belum familiar

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanAlat PCR di RS Pertamina Balikpapan (IDN Times/Hilmansyah)

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mencatat enam daerah masuk zona merah yaitu, Lampung Selatan, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Timur, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.

Sedangkan sembilan daerah lainnya berada dalam zona oranye. Kabupaten/kota zona merah kasus COVID-19 terbanyak adalah Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah masing-masing 3.259 kasus dan 1.086 kasus.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung, Reihana, tingginya kasus di Lampung belakangan ini sudah diprediksi yang merupakan imbas libur Natal dan Tahun Baru. 

Ia menambahkan, 15 kabupaten/kota di Lampung memberikan data ke Dinkes provinsi merujuk hasil pemeriksaan laboratorium atau hasil lab polymerase chain reaction (PCR). Data tersebut menurutnya, sama dengan data Satuan Tugas (Satgas) tingkat pusat.

“Jadi tidak ada perbedaan data daerah dengan pusat. Daerah setiap hari mengirim data sebelum jam 12 ke pusat,” ujar Reihana.

Meskipun diklaim sama, menurut data yang IDN Times himpun pada 11-15 Januari 2021, data Provinsi Lampung dengan pusat ternyata tidak serupa. Ada perbedaan dalam jumlah kasus konfirmasi positif, kasus sembuh, dan kasus meninggal dunia. (selengkapnya lihat tabel)

Terkait swab test di Lampung, PCR dr Aditya M.Biomed selaku Verifikator hasil lab PCR mengatakan, “Setiap hari sebelum jam 10 pagi kita harus setor laporan kita, langsung ke Satgas COVID-19. Misal swab tadi pagi, sore saya verifikasi udah oke gak ada masalah ya selesai. Jadi sekitar 5-6 jam hasilnya keluar kemudian proses pembuatan laporan harus pastiin nggak boleh salah nama dan segala macem makannya malam kita siapin paginya kita laporan,” paparnya.

Kendala saat melakukan pengecekan hasil swab PCR terkadang hasilnya tidak terbaca sehingga para tenaga medis harus membuat keputusan untuk mengecek dari awal atau melakukan tes swab ulang. Menurut dr Aditya, alat tes PCR merupakan mesin yang paling rumit di antara banyaknya alat yang ada di lab.

“Jadi misalnya periksa gula darah, kolesterol sih gampang tapi kalo PCR misal kita ngambil sampel swab itu harus diekstrasi, kita keluarkan gennya. Jadi tahapannya itu melelahkan. Kemudian tahap terakhir baru kaya yang lain-lain, baca di mesin,” ungkapnya.

Tenaga medis terkadang belum terbiasa dengan peralatan baru yang belum pernah digunakan sehingga butuh penyesuaian. ”Kadang-kadang kita dapat bantuan reagen, masalahnya kita belum pernah ngerjain kita belum familiar,” ujar dr Aditya.

Melihat kondisi COVID-19 saat ini, dr Aditya meminta masyarakat untuk tidak menyalahkan siapa pun. Sebab dalam menangani pandemik ini harus kompak dan saling membantu satu sama lain. Menurutnya saat ini sangat sulit mendapatkan ruangan untuk pasien di rumah sakit.

“Buat kita aja kita masih kesulitan bagaimana dengan masyarakat luar. Bukan kita lebih mementingkan anggota IDI tapi untuk level dokter aja yang bisa menelepon RS sana sini masih susah mencari ruangan apalagi masyarakat awam jauh lebih susah lagi.Jadi itu sebagai indikator saja,” jelasnya

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanPerbedaan data kumulatif sembuh Satgas COVID-19 Pusat Vs Satgas COVID-19 Lampung tanggal 11-15 Januari 2021 (IDN Times/Yogie Fadila)

Baca Juga: Enam Daerah Zona Merah, Data COVID-19 Lampung dan Pusat Diklaim Sama

9. Tenaga kesehatan tak full team karena WFH dan tumbang kelelahan pengaruhi data COVID-19

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanRidwan Kamil menghadiri acara Indonesia Millennial Summit by IDN Times (Dok. IDN Times)

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun tak ketinggalan kembali menyinggung persoalan data COVID-19 dari pemerintah pusat yang dianggap kerap tidak sesuai. Pendataan yang dikumpulkan mulai dari daerah kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat sering tidak sinkron dalam waktu bersamaan.

Salah satu hal yang disinggung Ridwan Kamil kali ini adalah data 10 ribu hasil laboratorium terkait COVID-19 yang belum juga diumumkan pemerintah pusat.

“Saya tidak mengerti apakah 10 ribu akan dicicil atau bagaimana. Dibikin heboh, saya tidak paham. Tapi kenaikan itu dipengaruhi antrean data dari lalu-lalu yang tidak real time dan saya akui itu masih ada saya sampaikan keluhan itu,” ujar Emil di sela-sela vaksinasi di RSHS Bandung, Kamis (14/1/2021).

Sebelumnya, Ketua Harian Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Jabar Daud Achmad menuturkan, pernah dalam satu hari ada kasus baru di Jabar mencapai 1.000 orang. Meski angka ini cukup tinggi tapi masih ada kerancuan.

Artinya ada sebagian data yang dimasukkan sebenarnya adalah data lama. "Ini juga data pusat sempat ada kasus 1.200 tapi yang barunya hanya 600," papar Daud, " ujarnya.

Dalam pantauan IDN Times, data kasus kumulatif konfirmasi positif COVID-19, sembuh, dan meninggal dunia dari tanggal 11 -15 Januari 2021 Satgas COVID-19 Provinsi Jabar dengan data satgas pusat terlihat ada perbedaan. (selengkapnya lihat tabel)

Begitu pula dengan data COVID-19 di Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ternyata juga ada perbedaan signifikan. Data Pikobar Jabar  melalui laman pikobar.jabarprov.go.id terhitung lebih banyak dibandingkan Pusicov Bandung dalam laman covid19.bandung.go.id.

Contohnya pada 11 Januari 2021, Pikobar Jabar menyatakan kasus kumulatif positif COVID-19 di Kota Bandung ada di angka 6.952 kasus, angka sembuh ada di 6.217 kasus, dan meninggal dunia 89 orang. Sedangkan pada Pusicov Bandung, data kumulatif positif COVID-19 ada 6.330 kasus, sembuh 5.464 kasus dan meninggal dunia 159.

Kemudian, pada 12 Januari 2020, Pikobar Jabar menyatakan angka kumulatif positif COVID-19 Kota Bandung ada di angka 7.059 kasus, total sembuh 6.255 kasus, dan meninggal 89 orang. Angka ini diketahui lebih besar dibandingkan data milik Kota Bandung. Pasalnya, Pusicov Bandung menyatakan bahwa angka positif kumulatif berada di 6.432 kasus dengan total yang dinyatakan sembuh 5.554 kasus, dan meninggal 159. 

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ahyani Raksanagara mengatakan bahwa perbedaan data disebabkan adanya beberapa faktor. Salah satunya yaitu soal tenaga kesehatan yang saat ini banyak tumbang terpapar COVID-19.

"Tenaga surveillance perlu ditambah karena tenaga kesehatan kelelahan dan secara jumlah tidak full team ada WFH, karantina," kata Ahyani saat dihubungi, Minggu (17/1/2021).

Ia menjelaskan, saat ini tenaga tracking yang diberikan oleh pemerintah pusat hanya tiga orang. Menurutnya, hal ini juga harus menjadi perhatian dan perlu ditambahkan lagi.

"Penambahan harus sesuai luas wilayah kerja dan jumlah penduduk. Kalau lagi bencana begini minimal lima orang," kata dia.

Baca Juga: Data Pikobar Jabar dan Pusicov Bandung Berbeda, Ini Pembelaan Dinkes

10. Penyebaran kasus lantaran masyarakat mulai kendor menjalankan prokes dan isolasi mandiri tak terawasi

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanSosialisasi hari pertama PPKM di Sidoarjo, Senin (11/1/2021). IDN Times/ Dok istimewa

Sementara itu, laporan data perkembangan kasus COVID-19 di Sumatera Selatan saat ini tercatat masih mengalami naik turun atau fluktuasi. Dalam sepekan terakhir kasus terus mencapai rata-rata harian 70-100 kasus dalam satu hari.

Gugus Tugas COVID-19 Sumsel mencatat, saat ini tidak ada lagi perbedaan kasus yang dilaporkan ke pusat dari daerah. Berbeda saat masa awal penanganan pandemik, beberapa kali data yang dilaporkan ke pusat memiliki perbedaan.

"Kalau sekarang tidak ada lagi perbedaan data. Kalaupun ada perbedaan data itu lebih ke perbedaan submit-nya saja. Sehingga tidak ada data yang berbeda signifikan," ungkap Jubir penanganan COVID-19 Sumsel, Iche Andriyani Liberty kepada IDN Times, Minggu (17/1/2021).

Di Sumsel, tercatat ada dua kota yang mengalami perkembangan kasus tertinggi sejak Maret 2020 lalu hingga Januari 2021, yakni Palembang dan Lubuk Linggau.

"Permasalahan di Sumsel saat ini positivity rate yang tinggi. Hingga tanggal 16 Januari angka positivity rate mencapai 27,16 persen artinya sebaran kasus terjadi sangat tinggi. Bagaimana menanganinya, yakni dengan mengupayakan testing yang masif," jelas Iche.

"Palembang dan Lubuk Linggau jadi dua wilayah dengan sebaran kasus positif tinggi. Hal itu terjadi karena kedua wilayah memiliki mobilitas masyarakat dan testing yang tinggi," ujar dia.

Ia menambahkan, angka kematian di Sumsel mencapai lima persen, angka kesembuhan 80 persen dengan angka positivity rate 27,16 persen. Angka positif masih lumayan kecil dibanding nasional namun, tetap mengkhawatirkan.

Epidemiolog Universitas Sriwijaya itu juga menyebutkan, untuk menekan sebaran kasus yang semakin sulit dikendalikan. Perlu dilakukan testing sesuai imbauan World Health Organization (WHO) yakni pemeriksaan 1:1.000 per minggu.

"Dari satu kasus konfirmasi harus dikejar orang-orang yang pernah melakukan kontak dan berdekatan dengan pasien positif. Jangan sampai tidak terawasi justru menyebarkan virus ke orang lain," jelas dia.

Persoalan naiknya positivity rate tidak hanya terjadi di Sumsel melainkan merata seluruh Indonesia. Menurut Iche, penyebaran kasus bisa saja terjadi lantaran masyarakat sudah mulai kendor menjaga protokol kesehatan, akibat adanya vaksin. Lalu, banyaknya kasus isolasi mandiri di Sumsel juga berperan meningkatkan kasus positif lantaran tidak ada yang bisa memastikan mereka tidak keluar rumah.

"Kita khawatirkan, mereka isolasi mandiri apakah sudah melakukan sesuai ketentuan, tidak keluar rumah, berpisah dengan keluarga. Itu yang sampai saat ini tidak terpantau. Saya meragukan kepatuhan orang-orang yang isolasi mandiri," jelas dia.

Untuk menekan sebaran kasus positif yang semakin tinggi, salah satu hal yang bisa dilakukan Pemprov Sumsel adalah membuka kembali penggunaan wisma atlet. Menurutnya banyaknya kasus orang tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan harus tetap diawasi.

"Saat ini rumah sehat sehat tidak ada lagi, otomatis yang OTG dan bergejala ringan isolasi mandiri. Tidak ada yang bisa memastikan mereka tidak menulari keluarganya," katanya

Baca Juga: Gugus Tugas Sumsel:  Tidak Ada Lagi Perbedaan Data Pusat dan Daerah

11. Jatim buat Sistem COVID-19 registry yang memudahkan pencatatan data

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanInfografis PPKM Jawa-Bali pada 11-25 Januari 2021 (IDN Times/Rikha Khunaifah Mastutik)

Jika daerah lain berbeda data dengan pusat, lain halnya dengan Jatim. Memang di awal pandemik, data provinsi ini seringkali berbeda dengan data nasional. Juga data daerah dengan milik Provinsi Jatim pun tak seragam. Namun kini, Satgas Provinsi Jatim dan daerah berhasil mencari permasalahan dan solusinya.

Juru Bicara Satgas COVID-19 Jatim dr Makhyan Jibril menjelaskan, perbedaan data sempat menjadi masalah yang merepotkan pada awal pandemik. Lantaran adanya perbedaan data ini, jatah bantuan, reagen, dan lain-lain pun tidak bisa tepat. Bukan hanya hitungan jari, perbedaan data ini bahkan bisa mencapai puluhan tiap harinya.

Jibril yang juga berkutat di bagian informatika dan teknologi Satgas COVID-19 Jatim ini kemudian mencari penyebab perbedaan data tersebut. Ternyata, masalah utama mereka adalah tidak adanya sistem yang membantu merapikan data.

"Dulu itu pusat ngasihnya cuma data di excel diglondongkan begitu saja. Jadi kami harus metani (memilah) satu-satu. Ini masuk Surabaya, ini Sidoarjo, ini mana. Jadi sulit karena semua harus manual," ujar Jibril saat dihubungi IDN Times, Jumat (15/1/2021).

Akhirnya, berbekal keterampilan yang ia miliki, Jibril bersama timnya membuat sistem sendiri untuk mengorganisir data-data pasien COVID-19. Sistem ini dinamakan COVID-19 registry. Mereka hanya perlu memasukkan data ke sistem tersebut dan data ini kemudian dapat dibagi berdasarkan daerahnya masing-masing.

Tak hanya itu, sistem ini juga bisa merekam jejak tiap pasien mulai laboratorium tempatnya tes, rumah sakit yang menangani, hasil pemeriksaan kesehatan, hingga komorbid. Sehingga, data yang dimiliki oleh Satgas Jatim lengkap.

"Karena tujuan lainnya adalah untuk penelitian. Data ini juga sering dipakai Universitas Airlangga untuk penelitian. Jadi dicari tahu misal penyebab kematian itu paling banyak apa saja dan dicari jalan keluarnya," ungkapnya.

Sistem COVID-19 registry ini sudah dibuat sejak April 2020. Namun ternyata, Satgas COVID-19 Jatim masih menemui kendala dalam menyelaraskan data dari nasional, provinsi, hingga ke kabupaten/kota.

"Nasional itu dapat datanya dari laboratorium. Lalu dari nasional turun ke provinsi disuruh untuk membagi ke daerah-daerah lalu diverifikasi. Provinsi baru bisa deklarasi data kalau sudah diverifikasi oleh daerah," jelas Jibril.

Akan tetapi, saat itu ternyata permasalahan lainnya adalah waktu yang terbatas untuk verifikasi. Jibril mengatakan, biasanya timnya mendapat data yang dideklarasi sekitar pukul 12.00 WIB. Sedangkan pada hari yang sama sekitar pukul 17.00-19.00 WIB, pihaknya harus menyelesaikan verifikasi di daerah-daerah.

"Karena waktunya gak cukup cuma beberapa jam saja jadi sering kali kasusnya jadi kasus pending. Lalu dimasukkan ke data besoknya. Ini yang akhirnya membuat tidak sinkron," terangnya.

Baca Juga: Kecanggihan Teknologi Jadi Kunci Sinkronisasi Data COVID-19 di Jatim

12. Dampak data kasus yang tak sinkron antara pusat, provinsi dan kabupaten kota

Data COVID-19 Amburadul, dari Lambat Lapor hingga Petugas KelelahanVaksin COVID-19 (IDN Times/Hilmansyah)

Ketidaksinkronan data ini sebenarnya sudah terjadi sejak awal pandemik namun belum tuntas hingga kini. Secara umum perbedaan data terjadi karena masalah waktu input, serta data yang terlambat masuk, juga faktor keterbatasan petugas. Data yang tak seragam ini membingungkan dan berpotensi membuat masyarakat tak percaya kepada pemerintah.

Selain itu, angka kasus COVID-19 yang amburadul juga dapat mengacaukan kebijakan pemerintah pusat dan daerah, misalnya dalam penetapan zona atau peta risiko, program vaksinasi, penyaluran obat-obatan, pelaksanaan program pembatasan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hingga program bansos.

Pengamat Kebijakan Publik Sumatra Utara Dadang Darmawan mengatakan jika penanganan data adalah hal yang paling penting dalam penanganan bencana. Apabila pendataan tidak valid, makin menjadi pertanyaan seserius mana penanganan COVID-19.

“Kita khawatir ada kesan yang ditangkap oleh masyarakat, mereka (gugus tugas) ketidakresponan itu karena dibiarkan. Ada pembiaran dan ada dugaan upaya menutupi angka sebenarnya. Itu sebetulnya menjadi tidak baik kepada masyarakat. Jadi yang dirugikan adalah masyarakat. Karena masyarakat tidak bisa menerima data yang jernih,” kata Dadang.

Tim penulis : Yuda Almerio Lebang, Daruwaskita, Asrawi Muin, Fariz Fardianto, Fatmawati, Anggun Puspitoningrum, Muhammad Iqbal, Khaerul Anwar, Rangga Efrizal,  Prayugo Utomo, Debbie Sutrisno, Fitria Madia, Azzis Zilkhairil, Ni Ketut Wira Sanjiwani, Wayan Antara, Silviana

Baca Juga: Duh! Kasus COVID-19 Kaltim Melonjak Tajam, Balikpapan Berlakukan PPKM 

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya