Kasus COVID-19 Melonjak, Singapura Karantina 20.000 Pekerja Migran

Ada kasus yang berkaitan dengan asrama para pekerja migran

Singapura, IDN Times - Singapura mengkarantina hampir 20.000 pekerja migran di dalam kamar asrama mereka sejak Minggu (5/4). Ini dilakukan setelah pemerintah melaporkan ada 120 kasus virus corona baru pada hari yang sama. Angka tersebut, sejauh ini, merupakan peningkatan paling tinggi yang pernah dicatatkan Singapura.

Dari kasus-kasus itu, sebanyak 116 di antaranya ditularkan secara lokal. Mengutip Reuters, banyak kasus yang berkaitan dengan dua asrama yang ditinggali oleh para pekerja migran. Oleh karena itu, mereka kini diwajibkan untuk tetap berada di kamar selama 14 hari sesuai dengan perkiraan masa inkubasi virus corona.

1. Singapura melaporkan lebih dari 1.300 kasus dan enam kematian akibat COVID-19

Kasus COVID-19 Melonjak, Singapura Karantina 20.000 Pekerja MigranPemandangan perahu yang nyaris kosong dekat Merlion Park, saat pariwisata mengalami penurunan curam akibat mewabahnya virus corona di Singapura, pada 26 Maret 2020. ANTARA FOTO/ REUTERS/Edgar Su

Menurut data yang dihimpun oleh John Hopkins University per Senin dini hari (6/4), total ada sebanyak 1.309 kasus COVID-19 di Singapura. Enam orang meninggal akibat penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru tersebut. Kasus pada minggu lalu melonjak 60 persen dibandingkan sehari sebelumnya saat pemerintah melaporkan 75 kasus baru.

Karena muncul keterkaitan antara pasien positif COVID-19 dengan asrama pekerja migran, maka pemerintah mengambil keputusan untuk melarang mereka beraktivitas di luar kamar. Mereka menempati berbagai fasilitas asrama yang tersebar di sejumlah lokasi di negara tersebut. Profesi mereka juga beragam, mulai dari buruh bangunan sampai pekerja kebersihan.

Sebenarnya tetap ada kekhawatiran tentang kemungkinan virus menyebar semakin cepat di dalam asrama mengingat para pekerja tinggal dalam jarak sangat dekat satu sama lain. Di sejumlah asrama, misalnya, ada 16 orang yang tinggal dalam satu ruangan secara bersamaan. Akibatnya, perintah untuk menjaga jarak fisik sulit dipraktikkan.

Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Tenaga Kesehatan Singapura Minim Terpapar COVID-19

2. Pemerintah berjanji mengurus para pekerja migran

Kasus COVID-19 Melonjak, Singapura Karantina 20.000 Pekerja MigranSeorang pria dan anak perempuan berjalan diantara rak makanan kaleng dan mie instan yang kosong di sebuah supermarket di Singapura, pada 8 Maret. ANTARA FOTO/REUTERS/Edgar Su

Pekerja migran adalah bagian penting dari tenaga kerja di Singapura. Menteri Komunikasi dan Informasi S. Iswaran pun menyampaikan bahwa pemerintahnya berjanji akan tetap mengurus mereka meski bukan warga negara. Janji itu disampaikan ketika S. Irawan berdialog dengan sejumlah pekerja migran pada Sabtu (4/4).

Mereka diharapkan tidak khawatir karena pemerintah berjanji untuk memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan para pekerja. "Kami ingin meyakinkan kepada para pekerja bahwa kami melakukan yang terbaik untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, dan memastikan bahwa mereka melalui periode penutupan (bisnis) ini dengan ketenangan pikiran," ucap S. Irawan, seperti dikutip The Straits Times.

Terkait kekhawatiran asrama sebagai klaster COVID-19, S. Irawan berpendapat perasaan itu tidak bisa dihindari dan meyakinkan pemerintah sudah protokol yang sangat jelas untuk mengatasinya. Ia menyebut di antaranya adalah mengidentifikasi sumber melalui pelacakan kontak dan memberlakukan kewajiban karantina.

3. Singapura tutup sebagian besar bisnis mulai minggu ini

Kasus COVID-19 Melonjak, Singapura Karantina 20.000 Pekerja MigranPemandangan Merlion Park dengan kursi dan meja kosong saat Singapura, pada 26 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Edgar Su

Karena menganggap langkah sebelumnya belum efektif dalam menekan angka COVID-19, pemerintah Singapura memutuskan untuk menerapkan cara yang lebih ketat. Pada Jumat lalu (3/4), Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengumumkan penutupan semua sekolah dan memerintahkan penghentian sebagian besar bisnis. 

Channel News Asia melaporkan peraturan tersebut mulai berlaku pada Selasa (7/4) dan diperkirakan berakhir pada 4 Mei. Jenis-jenis usaha yang masih boleh beroperasi adalah yang berada di sektor bisnis dan layanan mendasar seperti penjualan makanan, pasar dan supermarket, klinik, rumah sakit, transportasi publik dan perbankan. Sedangkan semua kegiatan belajar harus dilakukan di rumah.

Lee menegaskan pihaknya tak bersedia menunggu lebih lama lagi untuk "membuat sebuah keputusan penting untuk mencegah eskalasi infeksi". Melalui serangkaian diskusi dengan berbagai satuan tugas di kementerian-kementerian terkait, Lee akhirnya memutuskan sekarang adalah waktunya memberlakukan aturan lebih ketat.

"Melihat tren, saya khawatir kecuali kita mengambil langkah lebih lanjut, situasi akan secara gradual memburuk, atau klaster besar lainnya bisa memporak-porandakan semuanya," tegas Lee. "Oleh karena itu, kami akan memberlakukan langkah-langkah yang secara signifikan lebih ketat. Ini seperti pemutusan sambungan listrik," sambungnya.

Baca Juga: Demi Tekan COVID-19, Singapura Tutup Semua Sekolah dan Mayoritas Usaha

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya