Erdogan Sarankan Presiden Prancis Cek Kesehatan Mental, Kenapa?

Macron disebut akan bela sekularisme dan lawan Islam radikal

Jakarta, IDN Times - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melontarkan pernyataan keras yang meminta pemimpin Prancis, Emmanuel Macron, untuk mengecek kesehatan mentalnya. Komentar itu dilontarkan Erdogan untuk merespons pernyataan Macron yang mengaku akan membela nilai-nilai sekularisme serta melawan Islam yang radikal di Prancis. 

Stasiun berita BBC, Minggu 25 Oktober 2020 melaporkan, komentar Macron itu disampaikan setelah salah satu warganya yakni Samuel Paty dibunuh oleh remaja etnis Chechnya asal Rusia pada 16 Oktober 2020. Paty yang berprofesi sebagai guru dibunuh dengan cara dipenggal oleh pelaku yang bernama Abdoullakh Abouyedovich Anzorov. 

"Ada masalah apa antara orang yang bernama Macron ini dengan Muslim dan Islam? Macron membutuhkan perawatan kesehatan mental," ungkap Erdogan yang dikutip dari stasiun berita Al-Jazeera

"Apa lagi yang bisa disampaikan kepada kepala negara yang tidak memahami kebebasan memeluk agama dan keyakinan. Pertama, cek kesehatan mental Anda dulu," ujarnya lagi. 

Ini bukan kali pertama Macron menyampaikan pernyataan kontroversial yang dinilai menyinggung umat Muslim dunia. Apakah perbedaan pandangan ini akan melebar ke hubungan bilateral?

Baca Juga: Presiden Turki Erdogan Ikut Salat Jumat Perdana di Hagia Sophia

1. Sekularisme merupakan identitas nasional Prancis

Erdogan Sarankan Presiden Prancis Cek Kesehatan Mental, Kenapa?Ilustrasi Menara Eiffel, Paris (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)

Stasiun berita BBC melaporkan, Samuel Paty dibunuh dengan cara sadis lantaran pada 6 Oktober 2020 lalu, ia menunjukkan karikatur pria yang telanjang dan menyebutnya sebagai Nabi Muhammad. Hal itu memicu kemarahan Anzorov yang notabene seorang Muslim. 

Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh polisi, Paty dibunuh di dekat sekolah tempatnya mengajar. Anzorov yang tak mengenal Paty kemudian membayar dua siswa senilai 300 Euro atau setara Rp5,1 juta untuk menunjukkan guru yang telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad. 

Kepada kedua siswa itu, Anzorov mengaku hanya akan merekam Paty dan meminta maaf karena telah menghina Nabi Muhammad. Anzorov mengatakan, hanya berniat mempermalukan Paty. Namun, ia ternyata membawa pisau dan memenggal Paty. Polisi kemudian langsung menembak mati Anzorov. 

Di satu sisi, tindakan Paty menggambarkan Nabi Muhammad dapat menyinggung umat Muslim di seluruh dunia. Sebab, dalam kepercayaan agama Islam dilarang menggambar Nabi Muhammad dan Tuhan. 

Tetapi, sekularisme sudah lama menjadi identitas Prancis sebagai sebuah negara. Pemerintah Prancis mengatakan, bila membatasi warga untuk mengekspresikan isi pikiran mereka hanya demi komunitas tertentu, maka bisa membahayakan persatuan di dalam negara. 

Baca Juga: Polisi Perancis Tembak Mati Terduga Teroris

2. Presiden Macron akan memberlakukan aturan hukum yang lebih ketat untuk cegah kelompok Islam separatis

Erdogan Sarankan Presiden Prancis Cek Kesehatan Mental, Kenapa?Presiden Prancis Emmanuel Macron (ANTARA/REUTERS/Pascal Rossignol)

Sebelumnya, ketika menyampaikan pidato pada 3 Oktober 2020, Presiden Macron berencana membuat aturan lebih ketat untuk mengatasi permasalahan semakin berkembangnya paham Islam separatis. Salah satunya dengan memperketat pengawasan di sekolah dan masjid yang menerima pendanaan asing. 

Menurut Macron, Islam separatis berbahaya bila terus dibiarkan di Prancis. Sebab, sering kali mereka seolah memiliki aturan hukum khusus yang berada di atas hukum positif negara. 

Ia mengatakan, bentuk sektarianisme yang kini berkembang di Prancis sering diterjemahkan dengan cara mendidik anak agar tidak perlu sekolah. Alih-alih, kata Macron, mereka memilih mengajarkan anak dengan kegiatan olahraga, budaya, dan komunitas lainnya yang dinilai lebih sesuai. Kelompok Islam separatis, kata Macron, sengaja mencari dalil untuk mengajarkan prinsip yang tak sejalan dengan hukum di Prancis. 

"Islam merupakan sebuah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini. Kita tidak menyaksikannya di negara kita," ungkap dia. 

Aturan untuk memperketat pengawasan ini akan diajukan ke parlemen Prancis sebelum akhir 2020. 

3. Macron dituduh tengah membatasi kebebasan bagi pemeluk agama Islam di Prancis

Erdogan Sarankan Presiden Prancis Cek Kesehatan Mental, Kenapa?Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi jalan rusak di Beirut, Libanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/Thibault Camus/Pool via REUTERS

Meski Macron mengatakan memberlakukan nilai-nilai sekularisme, namun di mata komunitas Islam di Prancis, kebijakannya dinilai ingin membatasi kebebasan bagi umat Muslim. Nilai sekularisme sudah lama dikritik oleh umat Muslim Prancis. Salah satunya karena pemerintah melarang penggunaan simbol-simbol agama di ruang publik, termasuk mengenakan jilbab.

Padahal, Prancis merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbanyak di kawasan Eropa Barat. Namun, di sisi lain, Macron dilaporkan berusaha untuk menutup celah kesenjangan yang kerap diisi oleh orang-orang berpaham radikal di Prancis. Oleh sebab itu, ia mendorong agar Prancis lebih banyak memberikan kemudahan ekonomi dan sosial bagi komunitas imigran. 

Koresponden BBC melaporkan, pidato Macron itu disusun usai ia berdiskusi selama berbulan-bulan dengan pemimpin dari lintas agama. Ini bukan kali pertama aksi teror yang terjadi di Prancis. Sebelumnya pada 2015 lalu, sebanyak 12 orang tewas dalam serangan teror di kantor Majalah Mingguan, Charlie Hebdo. Hal itu dipicu oleh aksi majalah satir itu menerbitkan kartun Nabi Muhammad. 

Baca Juga: 5 Sifat Lily Collins dalam Serial 'Emily in Paris' Ini Patut Ditiru

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya