Dugaan Perbudakan Terhadap ABK, Menlu RI akan Panggil Dubes Tiongkok

ABK mengeluh hanya digaji Rp100 ribu dan bekerja 30 jam

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan memanggil Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xiao Qian untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai adanya dugaan perbudakan ABK RI di kapal penangkap ikan milik Negeri Tirai Bambu. Berdasarkan pengakuan tiga orang ABK, selama bekerja di atas kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok, mereka harus bekerja 30 jam dan hanya digaji Rp100 ribu per bulannya. 

Selain, jam kerja yang tidak manusiawi, selama bekerja di atas kapal, kondisi kesehatan para ABK tak diperhatikan. Kepada stasiun televisi nasional Korea Selatan, MBC News, tiga ABK itu mengaku bekerja di atas kapal bernama Long Xin 629. 

Kapal itu merupakan jenis kapal cukup besar yang bisa mengarungi lautan selama berbulan-bulan. Mereka bisa menangkap ikan hingga ke jarak jauh, bahkan hingga ke Afrika atau Amerika Serikat. 

Para ABK Indonesia yang bekerja di sana juga hanya dibolehkan minum air laut yang telah difiltrasi. Maka tak heran banyak di antara mereka yang jatuh sakit, salah satunya pneumonia atau radang paru-paru. 

"Untuk meminta penjelasan lebih tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK lainnya, Kemlu akan memanggil Dubes RRT," ungkap Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha melalui keterangan tertulis pada Kamis (7/5). 

Pelarungan jenazah ABK Indonesia juga menjadi salah satu poin yang disorot di Indonesia. Judha menjelaskan dalam ketentuan badan PBB untuk isu perburuhan (ILO), pelarungan jenazah ABK di laut dibolehkan. Tetapi, ada prosedur yang harus diikuti. 

Lalu, apa penjelasan yang disampaikan oleh pihak Tiongkok soal ada tiga jenazah yang dilarung ke laut usai diduga bekerja dalam kondisi perbudakan?

1. Kapten kapal memutuskan melarung jenazah ABK karena mereka meninggal akibat penyakit menular

Dugaan Perbudakan Terhadap ABK, Menlu RI akan Panggil Dubes TiongkokJenazah ABK Indonesia di atas kapal Tiongkok hendak dilarung (Youtube/MBC News Korsel)

Salah satu poin yang membetot perhatian publik di Tanah Air yakni mengenai adanya tayangan tiga jenazah ABK di kapal Long Xin 629 yang dilarung ke laut. Kasus dugaan perbudakan di atas kapal Tiongkok itu sesungguhnya sudah menjadi perhatian Kemenlu sejak Desember 2019. Bahkan, KBRI di Beijing telah melayangkan nota diplomatik ke Kemenlu Tiongkok untuk memperoleh penjelasan. 

"Kapten kapal ketika itu menjelaskan keputusan untuk melarung jenazah karena disebabkan kematian menular dan hal itu sudah disetujui oleh awak kapal lainnya," ungkap Judha. 

Jenazah dilarung ke laut ketika kapal tengah berada di perairan Samudera Pasifik. Kemlu Tiongkok juga memberi penjelasan bahwa praktik pelarungan jenazah juga sudah sesuai dengan praktik kelautan internasional. Tujuannya demi menjaga kesehatan para awak kapal lainnya. 

Tetapi, di dalam tayangan berita MBC News turut ditampilkan surat pernyataan yang wajib diteken oleh seluruh awak kapal Indonesia. Di dokumen itu tertulis bila mereka meninggal ketika bekerja, maka jenazah akan dikremasi di tempat kapal bersandar lalu dipulangkan ke Indonesia. Oleh sebab itu, mereka diberi asuransi senilai US$10 ribu atau setara Rp150 juta. 

Judha menjelaskan di atas kapal Long Xin terdapat 15 ABK asal Indonesia yang bekerja di sana. Sementara, ada 29 ABK asal Indonesia lainnya yang bekerja di Kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8. 

Baca Juga: 18 ABK RI yang Kerja di Kapal Ikan Tiongkok Diduga Alami Perbudakan

2. ABK bercerita selama bekerja di atas kapal Tiongkok, paspor disita dan kaki diikat

Dugaan Perbudakan Terhadap ABK, Menlu RI akan Panggil Dubes Tiongkok(Suasana bekerja di atas kapal penangkap ikan Tiongkok) Tangkapan layar YouTube MBC News

ABK Indonesia bisa berada di Korea Selatan lantaran sebagian dari mereka kemudian dipindahkan dari Kapal Long Xin 629 ke kapal lain untuk berlabuh di Busan. Ada 15 ABK yang dipindahkan ke Busan. 

Lantaran pandemik COVID-19, maka mereka dikarantina lebih dulu selama 14 hari. ABK asal Indonesia ini kemudian mencari bantuan hukum dari pengacara pro bono yang berada di Korsel. Mereka juga berkisah ke stasiun televisi MBC News di Negeri Ginseng. 

Dalam kesaksiannya, tiga ABK Indonesia mengaku mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Selain hanya diizinkan 6 jam beristirahat usai 30 jam bekerja, ketika berada di pantai, kaki mereka pun diikat. 

Para ABK sulit bisa melarikan diri karena paspor mereka ditahan dan masih ada deposit uang yang harus dibayarkan. Bahkan, ada dugaan selama bekerja di atas kapal penangkap ikan, ABK Indonesia ini turut mengalami tindak kekerasan. 

Direktur PWNI Kemenlu, Judha Nugraha, mengatakan Kemlu sudah memanggil lembaga penempatan ABK dan lembaga terkait lainnya agar hak-hak para ABK dipenuhi. 

3. ABK Indonesia di Busan akan kembali ke Tanah Air pada 8 Mei 2020

Dugaan Perbudakan Terhadap ABK, Menlu RI akan Panggil Dubes TiongkokYoutube

Judha mengatakan sebagian ABK yang bekerja di atas kapal Tiongkok itu sudah dipulangkan ke Tanah Air. Sebanyak 11 ABK sudah dipulangkan pada (24/4) lalu. 

"14 awak kapal lainnya akan dipulangkan pada (8/5). KBRI Seoul juga sedang mengupayakan pemulangan awak kapal berinisial E yang meninggal di RS Busan karena pneumonia," tutur Judha. 

E meninggal di rumah sakit ketika tengah dilakukan proses karantina. Tetapi, Duta Besar Indonesia untuk Korsel, Umar Hadi, membantah E meninggal karena COVID-19. Semua ABK asal Indonesia sudah dites dan hasilnya menunjukkan negatif. 

Sementara, 20 awak kapal melanjutkan pekerjaan mereka di Kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8. 

Baca Juga: 57 Persen dari 10.009 ABK Pulang ke Indonesia Lewat Bali

Topik:

Berita Terkini Lainnya