Joe Biden dan Miskonsepsi Makna Insyaallah pada Debat Capres AS

Ini makna Insyaallah yang sesungguhnya

Jakarta, IDN Times - Debat Calon Presiden Amerika Serikat yang mempertemukan petahana Donald Trump dengan penantang Joe Biden berlangsung panas. Penggalan sesi yang mencuri perhatian publik adalah perkara dugaan penggelapan pajak oleh Trump.
 
Baru-baru ini, The New York Times merilis hasil investigasi yang mengungkap bahwa Trump tidak membayar pajak pendapatan dalam 10 hingga 15 tahun terakhir. Alasannya adalah kerugian yang diterima lebih besar daripada pendapatannya. Trump diketahui hanya membayar US$750 (Rp10,5 juta) pada tahun pertamanya menjabat sebagai presiden.
 
Gedung Putih membantah laporan tersebut. Trump dan pengacaranya menyebut laporan itu tidak sepenuhnya benar.
 
Moderator debat, Chris Wallace, meminta Trump untuk mengklarifikasi isu itu. Dia bertanya berapa pajak yang Trump bayarkan pada 2016 dan 2017. Bohir properti itu menjawab “jutaan dolar.” Tanpa menjawab spesifik angkanya, Trump bahkan berjanji akan merilis laporan pajaknya.
 
Mendengar pernyataan itu, Biden yang merupakan mantan Wakil Presiden AS Barrack Obama menimpali Trump, “Kapan? Insyaallah?”

1. Warganet dibuat gaduh dengan ungkapan Insyaallah Biden

Joe Biden dan Miskonsepsi Makna Insyaallah pada Debat Capres ASTangkapan layar tanggapan warganet seputar ungkapan Joe Biden mengenai Insyaallah (www.state.com)

Dilansir dari state.com, terjadi beberapa perdebatan mengenai pernyataan yang dilontarkan Biden. Sebagian masih meragukan apakah yang dia katakan adalah Insyaallah atau kata lain. Namun, banyak orang yang terlanjur yakin bahwa Biden mengatakan Insyaallah.
 
Secara bahasa, Insyaallah berarti “jika Allah menghendaki” atau dalam bahasa Inggris “God willing". Secara konteks, kalimat itu menyulut perdebatan karena diucapkan oleh Biden untuk menyindir Trump.
 
Sebagai informasi, Trump dikenal sebagai sosok pengusaha “licik” yang pandai mengutak-atik laporan pendapatan demi menurunkan beban pajak. Laporan The New York Times menyebutkan ini bukan kali pertama Trump berurusan dengan isu penggelapan pajak.
 
Oleh sebab itu, ketika Biden mengucapkan Insyaallah, seolah-olah Trump hanya akan merilis laporan pajaknya jika ada intervensi Tuhan. Biden ragu Trump benar-benar serius dengan pernyataan itu.
 
“Apakah Biden mengucapkan “InshaAllah” setelah bertanya “Kapan”? Apakah InshaAllah mengindikasikan makna “tidak akan pernah”? Apa makna sesungguhnya dari literasi budaya,” tulis Sana Saeed, kritikus budaya yang bekerja untuk Aljazeera Plus.
 

Baca Juga: [CEK FAKTA] Debat Capres AS: Klaim Trump dan Biden, Mana yang Bohong?

2. Menyelami makna Insyaallah dalam Al-Qur'an

Joe Biden dan Miskonsepsi Makna Insyaallah pada Debat Capres ASIlustrasi Alquran (IDN Times/Besse Fadhilah)

Lantas, apa sesungguhnya makna dari Insyaallah? Kalimat Insyaallah dalam Al-Qur'an tertulis pada Surat Alkahfi ayat 24, yang maknanya berkaitan dengan ayat 23.
 
“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu ‘Sesungguhnya aku (Muhammad SAW) akan mengerjakan itu besok, (23) kecuali dengan Insyaallah (jika dikehendaki Allah),’ dan ingatlah kepada Tuhanmu jika engkau lupa dan katakanlah: ‘mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini (24).”
 
Guru besar bidang tafsir Alquran, Quraish Shihab, menjelaskan ayat tersebut sebagai teguran Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW karena menjanjikan akan menjawab seluruh pertanyaan umat kafir mengenai Raja Dzulqarnain, yang dikisahkan membangun tembok demi melindungi umatnya dari ancaman Ya’juj-Ma’juj, dan Ashabul Kahfi, yang dikisahkan bersembunyi dan tertidur selama 309 tahun di dalam gua namun tetap hidup.
 
Dalam Tafsir Al Mishbah Jilid 08, diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW yakin dengan segala pengetahuan bahwa dia mampu memberikan penjelasan yang memuaskan kepada kaum musyrikin. Namun, putra Abdullah itu ditegur oleh Allah SWT karena keyakinannya seolah-olah sedikit mengesampingkan kuasa Allah SWT.
 
“Ayat ini mengajar manusia untuk menyadari bahwa ia tidak memiliki kemampuan kecuali kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya, dan karena itu jika ia hendak melakukan sesuatu maka ia harus melakukannya disertai dengan penyerahan diri kepada Allah SWT,” tulis Quraish.

3. Perdebatan teologi Qodariyah dan Jabariyah

Joe Biden dan Miskonsepsi Makna Insyaallah pada Debat Capres ASIlustrasi Berdoa (IDN Times/Sunariyah)

Sejauh mana kuasa Allah SWT terhadap manusia menyeret pada perdebatan teologi Qadariyah vs Jabariyah.
 
Penganut Qadariyah percaya manusia memiliki kehendak bebas (free will), bahwa Allah SWT mengatur segala aspek kehidupan. Sebaliknya, paham Jabariyah meyakini bahwa Allah SWT telah mengatur segalanya, sehingga tidak ada ruang ikhtiar bagi manusia.
 
Perdebatan itu juga dipotret oleh Quraish, “ini (ungkapan Insyaallah) bukan berarti manusia duduk berpangku tangan menanti nasib, atau tidak melakukan perencanaan menyangkut masa depannya. Sama sekali bukan! Ayat ini memberi tuntunan agar manusia menyadari bahwa Dia (Allah SWT) yang berwenang penuh, selain-Nya hanya memiliki sesuai dengan anugerah kepemilikan yang dilimpahkan Allah kepadanya.”
 
Cendikiawan muslim, Nurcholish Madjid, dalam risalah Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menekankan pentingnya manusia untuk bersikap moderat di tengah perdebatan teologi itu.
 
Sebab, penganut Qadariyah garis keras akan meyakini bahwa segala pencapaiannya adalah hasil kerja keras tanpa intervensi Tuhan. Alhasil, dia menjadi manusia yang sombong. Sebaliknya, penganut Jabariyah meyakini bahwa kesuksesan atau kegagalan dalam hidupnya sudah ditakdirkan oleh Allah SWT. Alhasil, dia akan menjadi manusia yang pasrah, selalu berdoa tanpa berjuang.
 
Salah satu riwayat Nabi Muhammad SAW, diceritakan bahwa dia pernah menegur sahabat yang menghabiskan waktu di pagi hari hanya untuk salat duha dan berdoa supaya dilimpahkan rezeki, tanpa bekerja atau berusaha keras.
 
Cak Nur, sapaan hangat Nurcholis, menjelaskan sikap moderat berarti manusia harus berusaha keras selayaknya dia memiliki kehendak bebas, tapi dia juga harus percaya bahwa Tuhan memiliki kuasa untuk mempengaruhi hidupnya. Namun, dia menekankan bahwa manusia memiliki cara untuk mengintervensi keputusan Tuhan, yaitu dengan doa. Alhasil, kerja keras harus selalu diiringi doa.
 
Dari sini, dapat dikatakan bahwa Insyaallah merupakan bentuk kepasrahan manusia kepada Tuhan setelah melakukan kerja keras. Pernyataan Biden berpotensi memicu miskonsepsi karena Insyaallah, yang identik dengan ajaran Islam walaupun ada bangsa Arab non-Islam yang mengucapkan kalimat itu, bermakna bersembunyi di balik kuasa Tuhan.
 

Baca Juga: Debat Capres AS 2020, Biden Serang Trump Soal Penanganan COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya