Lantaran tidak digubris, lanjut Gregorius, pihaknya melaporkan PT P kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kaltim, dengan tuduhan melanggar hak paten. Pasalnya, akibat pendistribusian onderdil ilegal ini, Hensley Industries menderita kerugian lebih Rp 10 miliar.
PT P, sebut Gregorius, menjual produk-produk replika itu dengan harga miring dari aslinya. Seperti kuku bucket, PT P menjual barang tersebut mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, padahal harga aslinya berkisar Rp 1 juta hingga Rp 15 juta.
“Kami melaporkan adanya pelanggaran hak paten klien kami pada 2018 lalu, karena barang-barang kami sudah terdaftar di Direktorat Paten dan Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual,” sebutnya.
Mendapat laporan, polisi bergerak cepat untuk mengungkap kasus ini. Hasilnya, polisi membenarkan, PT P yang berkantor di Balikpapan telah melanggar Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2016, tentang Hak Paten.
Hal ini disampaikan Direktur Krimsus Polda Kaltim, Kombes Pol Budi Suryanto, melalui Kasub Tindak Pidana Industri Perdagangan dan Investigasi (Indagsi) Ditkrimsus Polda Kaltim, AKBP Seber R. Kombong.
“Ya, Hensley Industries merupakan pemegang hak paten atas produk-produk tersebut, karena telah terdaftar di Direktorat Paten, Dirjen Kekayaan Intelektual dan Kemenkumham RI,” kata Seber.
Setelah memastikan melanggar aturan, terang Seber, pihaknya langsung memanggil perwakilan PT P dan Hensley Industries untuk dilakukan proses mediasi, sebelum dilanjutkan ke ranah hukum. Hasil mediasi, PT P mengaku salah dan tidak akan memproduksi barang-barang tiruan lagi.
“Dan melalui kuasa hukum Hensley Industries, pelapor mencabut laporannya di Polda Kaltim,” terang perwira melati dua di pundak itu.