Korupsi di Kutim, Ketika Persidangan Beri Jawaban (Part 1) 

Saksi Musyaffa beber keterangan di kasus korupsi Kutim

Samarinda, IDN Times – “Bupati ditangkap KPK. Kutim di Kutim,” beredar pesan WhatsApp di kalangan awak media kala itu. 

Semua berawal dari Kamis, 2 Juli 2020 lalu. Saat itu, malam hari. Informasi sekelebat melalui pesan WhatsApp di kalangan awak media, kemudian menjadi informasi A1 di keesokan harinya.

Jumat keramat bagi Ismunandar yang kini mantan Bupati Kutai Timur (Kutim). Niat maju di Pilkada 2020 kandas usai pada Jumat, 3 Juli 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Tak sendiri, demikian pula istrinya, Encek UR Firgasih, yang merupakan Ketua DPRD Kutim saat itu juga ditahan KPK. Kompak, suami istri ditetapkan sebagai tersangka.

"Semalam kita amankan sang bupati beserta istrinya dan seorang kepala Bapenda dari sebuah hotel di Jakarta," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (3/7) kala itu. 

Penerimaan hadiah dalam pengadaan barang dan jasa jadi tuduhan yang dialamatkan kepada Ismunandar beserta istri. Dirinya, bersama dengan sejumlah orang lain, dituduh kongkalikong di beberapa proyek menggunakan dana APBD di Kutim.

Sejumlah orang itu pun terungkap kemudian. Ada 3 orang kepala dinas. Masing-masing adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Aswandini, Kepala Badan Pendapatan Daerah, Musyaffa dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Suriansyah.

Dua orang dari luar pun bernasib sama. Mereka adalah rekanan swasta. yakni Aditya Maharani dan Deky Aryanto. Aditya Maharani adalah Direktur PT Turangga Triditya Perkasa. Sementara Deky adalah Direktur CV Nulaza Karya. Keduanya kini jadi terdakwa di kasus ini. 

Lantas bagaimana kini?

 

1. Ismunandar minta dicarikan uang

Korupsi di Kutim, Ketika Persidangan Beri Jawaban (Part 1) IDN Times/Humas Pemkab Kutim

Persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Samarinda yang digelar berturut-turut Senin hingga Selasa (6/10/2020), jadi tempat pengungkapan kasus rasuah di Kutim itu. Dilakukan secara virtual, keterangan saksi jadi pengungkap kasus. 

Di sini, terungkap jelas, informasi yang digali oleh penegak hukum.  Dalam sidang yang dipimpin Agung Sulistiyono, didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo, orang-orang itu satu persatu buka mulut.

Salah satunya saksi Musyaffa. Ia mengawali keterangannya terkait asal muasal suap itu bisa terjadi. Disampaikan, semua berawal ketika mantan Bupati (Ismunandar) meminta kepada dirinya untuk mencarikan uang dengan jumlah besar sekitar Mei 2020 lalu.

Rencananya, uang disiapkan sebagai modal Ismunandar yang berencana akan kembali maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

"Beliau bilang ke saya ada memiliki tanggungan, jadi saya diminta untuk mencari (uang),” kata Musyaffa dalam persidangan.

Lantas, uang dari mana? Sumber uang yang dimaksud, rupanya berasal dari para rekanan swasta (Aditya Maharani dan Deky Aryanto). Apa imbalannya? Toh there is no free lunch.

Terungkap kemudian rekanan akan mendapatkan imbalan sejumlah pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur.

Rekanan swasta yang dihubungi Musyaffa saat itu ialah Aditya Maharani Yuono Direktur PT Turangga Triditya Perkasa.

"Saya minta ibu Aditya supaya bisa bantu pak Ismu (Ismunandar) menyelesaikan tanggungannya. Dan ibu Aditya bersedia, yang mulia," kata Musyaffa.

Deal didapatkan, perjalanan waktu, dijanjikan kemudian bahwa Aditya Maharani nantinya akan mendapatkan enam paket pengerjaan proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim. Totalnya kurang lebih Rp 15 miliar.

Angka itu bersumber dari beberapa paket proyek, yakni pembangunan Jalan Poros di Kecamatan Rantau Rp9,6 miliar, pengerjaan pembangunan Embung di Desa Maloy senilai Rp8,3 miliar, dan pembangunan rumah tahanan Polres Kutim Rp1,7 miliar. 

Selain itu, ada juga untuk proyek pembangunan Kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp1,8 miliar, Optimalisasi pipa air bersih senilai Rp5,1 miliar, dan terakhir pengadaan dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) di Jalan APT Pranoto Sangatta senilai Rp1,9 miliar.

“(Kemudian) ibu Aditya mengirimkan uang Rp5 miliar. Kemudian saya beritahu ibu Aditya kalau dia dapat proyek pengerjaan itu," ujarnya.

Deal pada perjanjian pengerjaan proyek, di 7 Juni 2019, Aditya yang menggarap enam proyek akhirnya mendapatkan termin pencairan. Setelahnya, Ismunandar kembali menghubungi Musyaffa untuk meminta sejumlah uang, yang disebutnya sebagai biaya operasional.

"Pak Ismu perintahkan saya, untuk menyediakan uang Rp650 juta. Kemudian saya kembali hubungi ibu Aditya untuk memenuhi permintaan pak Ismu," kata Musyaffa.

Permintaan Ismunandar melalui Musyaffa itu baru bisa dipenuhi 5 hari setelahnya, di 12 Juni 2020.  Uang yang diberikan sebesar Rp 550 juta, ditransfer ke Suriansyah Kepala BPKAD Kutim melalui stafnya. Uang yang telah diterima, selanjutnya diserahkan Suriansyah kepada Bupati.

"Kemudian ditransfer ke ajudan pak Ismu," imbuhnya.

 

Baca Juga: Astaga! Ruang Terbuka Hijau di Samarinda Ternyata Cuma 5 Persen

2. Terucap kata "tolong bantu-bantu bapak"

Korupsi di Kutim, Ketika Persidangan Beri Jawaban (Part 1) Mussyaffa, saksi dalam kasus korupsi di Kutai Timur (IDN Times)

Musyaffa juga dimintai keterangannya soal pemberian imbalan atas proyek yang dilakukan terdakwa Deky Aryanto.

Pada 11 Juni 2020, Musyaffa mengaku menghubungi Deky untuk dapat memberikan sejumlah uang kepada Ismunandar yang akan kembali mencalonkan diri sebagai Bupati.

"Saya bilang, tolong bantu-bantu bapak mau maju di Pilkada, ya semampu saja lah," ucap Musyaffa.

Permintaan bantuan itu kemudian disanggupi Deky yang kemudian memberikan uang sebesar Rp2 milar. Dapatkan uang yang diminta, Musyaffa kemudian bertolak ke Samarinda untuk menyetorkan uang tersebut ke dalam rekening miliknya.

Deky pun sebenarnya tidaklah dapatkan cek kosong atas pemberian uang ke Musyaffa itu. Dirinya telah mendapatkan proyek penunjukan langsung (PL) di Dinas Pendidikan Pemkab Kutim dengan total senilai Rp45 miliar.

Sejak November 2019 hingga Mei 2020, tak kurang Musyaffa menerima uang sebesar Rp3,1 miliar dari Deky. Uang yang diberikan itu sesuai permintaan dari Ismunandar.

"Uangnya semua diberikan melalui staf pak Ismu di rumah jabatan dan supirnya. Baru diberikan ke saya," katanya.

 

3. Terungkap ada fee di kisaran 10 persen per nilai proyek

Korupsi di Kutim, Ketika Persidangan Beri Jawaban (Part 1) Persidangan yang dilakukan secara online terkait kasus korupsi di Kutai Timur, Selasa (6/10/2020). Sidang dilakukan di PN Tipikor Samarinda (Dok. IDN TImes)

Keterangan Musyaffa di persidangan pun masih berlanjut. Salah satunya terkait pembelian mobil mewah teruntuk istri Ismunandar, Encer UR Firgasih yang juga Ketua DPRD Kutim.

Saat itu 19 Juni 2020, Musyaffa dapatkan panggilan telepon dari istri atasannya tersebut. Encek meminta Musyaffa untuk membayarkan mobil yang baru saja dipesannya seharga Rp500 juta.

"Saya diminta hubungi pihak dealer. Saya bilang 'siap bu'. Kemudian saya janjikan mobil langsung dilunasi sebanyak tiga kali pembayaran," ucapnya.

Tak hanya itu, Musyaffa selanjutnya dimintai keterangan terkait pelaksanaan pekerjaan di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kutim. Ia jelaskan bahwa penggunaan dan pembagian anggaran ke masing-masing OPD, itu melalui proses yang diatur oleh Bappeda dengan diketahui Sekertaris Kabupaten (Sekkab), yang tentu saja masuk dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Di proses anggaran itu, Musyaffa akui bisa menitipkan sejumlah proyek pengerjaan di setiap dinas-dinas tertentu. Misalnya di Dinas Pendidikan Kutim yang memiliki anggaran sebesar Rp45 milliar.

Musyaffa meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) untuk menitipkan pengerjaan proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh orang pilihannya.

"Saya minta sama ibu Roma (Kadisdik), kalau ada orang yang akan saya kerjakan yaitu Deki," tambahnya.

Dari setiap proyek titipan itu, Musyaffa akan menerima imbalan fee dengan jumlah besar. Hasil dari pungutan para rekanan swasta. Aliran uang tersebut nantinya akan mengalir ke rekening miliknya apabila sudah pencairan termin.

"Saya tidak pernah mematok berapa besarannya. Tapi biasanya di kisaran 10 persen dari per proyek. Uang itu sebagai bentuk terimakasih karena telah mendapat pekerjaan,” ujarnya. (*)

Baca Juga: [BREAKING] Tolak Omnibus Law Mahasiswa di Kaltim Padati Jalan Kota

Topik:

  • Anjas Pratama

Berita Terkini Lainnya