Tujuh Anak dan Dua Perempuan Alami Kekerasan di Penajam selama 2021

Jumlah kasus belum final

Penajam, IDN Times - Tujuh anak di bawah umur dan dua perempuan menjadi korban kekerasan di Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim). Korban kekerasan terdata hingga dari bulan Januari hingga Juni 2021 ini. 

"Sejak Januari hingga Juni 2021 ini tercatat ada tujuh anak di bawah umur alami kekerasan dan dua wanita alami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DP3AP2KB PPU Nurkaidah kepada IDN Times, Senin (15/6/2021). 

1. Satu kasus anak yang tersangkut hukum dan kini berproses di Polres PPU

Tujuh Anak dan Dua Perempuan Alami Kekerasan di Penajam selama 2021Ilustrasi kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain tujuh anak di bawah umur dan dua perempuan jadi korban kekerasan tersebut, lanjutnya, juga terdapat satu anak yang berhadapan dengan hukum, kini proses telah dilakukan di Polres PPU.

"Ada satu anak di bawah umur yang berhadapan dengan hukum kini sedang berproses di Polres PPU," katanya.

Baca Juga: Tambah Lima, Pasien Sembuh COVID-19 Penajam Tembus 1.222 Kasus

2. Tekan angka kekerasan anak dan KDRT telah dilaksanakan sosialisasi kepada masyarakat

Tujuh Anak dan Dua Perempuan Alami Kekerasan di Penajam selama 2021Kantor DP3AP2KB PPU (IDN Times/Ervan)

Untuk diketahui, tambahnya, guna menekan angka kekerasan terhadap anak di bawah umur dan perempuan, mereka bekerja sama Pempro Kaltim menggelar kegiatan sosialisasi kepada masyarakat termasuk juga melaksanakan sosialisasi menggunakan media sosial.

Ditambahkannya, jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tahun ini belum bisa diketahui secara menyeluruh karena masih berjalan dan baru masuk bulan Juni atau pertengahan tahun. Data Keseluruhan baru diketahui diakhiri Desember tahun nanti.

"Jumlah saat ini hanya sementara jadi belum diketahui total keseluruhan kasus tahun ini, pasalnya masih di bulan Juni atau pertengahan tahun. Angka bisa saja bertambah atau tetap nantinya. Kita berharap jumlah tidak alami kenaikan signifikan, agar tidak terjadi salah satu upaya kami dengan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat selama ini," sebutnya.

3. Tahun 2020 kekerasa terhadap anak capai 26 kasus dan KDRT delapan kasus

Tujuh Anak dan Dua Perempuan Alami Kekerasan di Penajam selama 2021Kepala DP3AP2KB Kabupaten PPU, Firmasnyah lakukan koordinasi dengan Bidang P2PA (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Ia menuturkan, pada tahun 2020 kemarin jumlah kasus kekerasan terhadap anak baik berupa kekerasan seksual ataupun kekerasan fisik total sebanyak 26 kasus dan KDRT sebanyak delapan kasus, sedangkan kasus anak yang berhadapan dengan hukum ada delapan kasus.

"Delapan kasus anak yang berurusan hukum tersebut. Karena mereka tersangka kasus narkotika, pencurian dan perkelahian," ungkapnya.

Ia menerangkan, pada tahun 2019 lalu jumlah kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur mencapai 23 kasus dan KDRT sebanyak delapan kasus dan anak yang berurusan atau berhadapan dengan hukum mencapai 14 kasus.

"Dibandingkan dengan tahun 2019 lalu dengan data 2020 kemarin kekerasan anak alami kenaikan tiga kasus sementara KDRT delapan kasus atau jumlahnya sama dua tahun terakhir. Sedangkan kasus anak yang berurusan kasusnya alami penurunan sebanyak enam kasus," urai Nurkaidah.

4. Setiap kasus KDRT dan kekerasan terhadap anak selalu mendapat pendampingan

Tujuh Anak dan Dua Perempuan Alami Kekerasan di Penajam selama 2021Ilustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Dikatakannya, dalam penanganan KDRT dan kekerasan anak di bawah umur serta anak yang berhadapan dengan hukum, pihaknya selalu melakukan pendampingan kepada korban maupun anak yang tersangkut hukum. Baik dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, seperti ke dokter spesialis kejiwaan, dan spesialis kandungan atau lainnya bagi mereka berstatus korban termasuk mendampingi ketika mediasi. Pendampingan di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Polres PPU bagi anak terlibat kasus hukum.

Korban KDRT tidak melulu berupa kekerasan fisik tapi juga pada kejiwaan atau psikis. Sebagian kasus berlanjut ke ranah hukum tetapi ada yang tidak berlanjut karena korban mencabut laporannya dengan alasan suami mengajak rujuk kembali.

“Setiap proses hukum ataupun pelayanan kesehatan selalu kami dampingi. Namun ada juga kasus KDRT berupa kekerasan fisik, BAP  sudah dilimpahkan kejaksaan tapi korban mencabut laporan, karena suami mengajak rujuk setelah keduanya melakukan mediasi,” pungkas Nurkaidah.

Baca Juga: Ratusan Calon Jemaah Haji Penajam Gagal Berangkat ke Tanah Suci

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya