Kisah Didin Hamid, Bisnis Kopi di Balikpapan sampai ke Mancanegara

Urus berbagai izin hingga lakukan riset sendiri

Balikpapan, IDN Times - Namanya Didin Hamid. Ia adalah satu-satunya Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) di Kalimantan. Tak hanya iseng belaka, Didin yang sebenarnya bukan penyuka kopi kemudian memilih komoditas ini karena dianggap menjanjikan. Bisnis ini pun ia pilih karena segala sesuatunya bisa dikerjakan sendiri. 

Didin bersama sang istri, Wiwid membangun usaha Kecil Menengah (UKM) mereka ini sejak tahun 2017. Pasangan ini berasal dari Malang, Jawa Timur. Mereka sempat tinggal di Medan, Sumatera Utara selama beberapa tahun, karena saat itu Didin bertugas di perbankan. Sampai akhirnya Didin memutuskan pensiun dini saat usianya 44 tahun.

"Sejak awal berhenti kerja kantoran, saya terlalu idealis. Saya memang mau ekspor kopi. Saya mau roasting, trading, lalu setelah itu jalan baru saya buka kafe," ungkapnya saat ditemui IDN Times pada Kamis (15/4/2021). 

Namun kemudian ia mendapatkan nasihat dari seorang rekan yang lebih dulu bergerak di usaha kopi. "Kamu kalau mikirnya gitu gak dapat duit. Kopi itu gak mudah ekspor, ada izin khusus," ujarnya menirukan. 

Rekannya itu memberi pemahaman, bahwa kopi adalah komoditas yang boleh diekspor namun terbatas. Ia pun mulai memproduksi kopi dengan brand Delkoff atau Deli Koffie, serta membuka kedai kopi dengan nama Warung Kopi Nusantara

1. Memulai usaha dengan membuka Warung Kopi Nusantara

Kisah Didin Hamid, Bisnis Kopi di Balikpapan sampai ke MancanegaraDidin menyeduh kopi di Warung Kopi Nusantara miliknya. (IDN Times/ Fatmawati)

Didin mengatakan saat itu, ia tak berminat membuka kedai atau warung. Didin hanya ingin menyuplai kopi yang ia produksi sendiri. "Sampai teman saya itu datang ke rumah dan melihat koleksi barang antik saya," katanya. 

Rekannya kemudian menyarankan untuk buka warung konsep saja. Warung bertema jaman dahulu (jadul). Dimana ada sejumlah perabotan dan pernak-pernik jadul seperti setrika arang, TV antik, guci, meja, kursi, radio, hingga berbagai pajangan kuno. 

"Setelah membuka warung, saya kemudian mulai memperdalam pengetahuan saya soal roasting (memanggang) kopi. Yang akhirnya kopi itu juga yang saya suplai untuk warung ini," ungkapnya. 

Mesin roasting miliknya yang berukuran kecil dan diletakkan di warung tersebut. Semua dimulainya dari nol. Pria lulusan Universitas Brawijaya Malang ini juga mengikuti berbagai kursus sampai melakukan riset demi mendalami soal kopi. 

"Saya roasting dan suplai ke sini (warung miliknya)," imbuh Didin. Warung Kopi Nusantara masih terus berjalan hingga kini, dan berlokasi di Balikpapan Baru. 

Baca Juga: Pembangunan IKN di Kaltim Dijamin Tak Menganggu Satwa Hutan

2. Mulai suplai kopi untuk ritel di 2017

Kisah Didin Hamid, Bisnis Kopi di Balikpapan sampai ke MancanegaraHome Industry Deli Koffie milik Didin menyediakan berbagai kopi yang telah dikemas. (IDN Times/ Fatmawati)

Di tahun yang sama ia pun secara tak sengaja mendapat penawaran dari salah satu ritel, Indoguna Utama. Saat itu pemilik ritel dari Jakarta datang ke Balikpapan untuk mencari kopi yang bisa dijual di ritelnya namun belum menemukan yang cocok.

Sampai pada suatu hari Jumat si pemilik ritel sedang ngopi di sekitar Warung Kopi Nusantara. Ia melihat mobil milik Didin bertuliskan Deli Koffie, namun saat itu warung tutup. Memang tiap hari Jumat Didin membuka warungnya usai salat Jumat. Tak seperti hari biasa yang sudah buka sejak pagi.

"Dia tanya, mana yang punya mobil. Saat saya datang dia tanya saya apa buka. Saya pun jawab, belum buka, tapi kalau mau ngopi ada," kenangnya.

Didin kemudian menyeduh kopi untuk si pemilik ritel. Usai menyeruput kopi tersebut, tercetuslah kata-kata yang menyebut kopi buatannya mirip kopi Italia. Tanpa nego, tanpa bertanya harga, akhirnya Delkoff menjadi mitra Indoguna. Kopi produksinya menyuplai ritel Indoguna se-Indonesia.

Delkoff sampai kini hanya resmi dijual di Indoguna Meatshop, yang merupakan salah satu tempat makan steak dan premium di Balikpapan tersebut.

Menyuplai untuk ritel, Didin bukannya tak pernah mendapat tawaran. Namun diakuinya produksinya masih terbatas. Karena untuk sejumlah ritel mengharuskan ia mengirim produk dalam kapasitas besar. Sementara usaha miliknya sampai saat ini masih skala rumahan. 

3. Beberkan pentingnya mengurus izin dan sertifikasi

Kisah Didin Hamid, Bisnis Kopi di Balikpapan sampai ke MancanegaraKopi yang telah disangrai disimpan dalam stoples kedap udara. (IDN Times/ Fatmawati)

Nama yang ia pilih untuk brand kopi miliknya adalah Deli Koffie. Merek inilah yang kemudian ia daftarkan di Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Namun rupanya nama tersebut sudah ada yang punya di negara Amerika. 

"Akhirnya bagaimana supaya tetap bisa daftar Deli Koffie maka kami singkat saja Delkoff. Malah setelah itu orang mengira produk luar, dari Belanda," ungkapnya. 

Dalam perjalanan usahanya yang masih termasuk home industry, Didin banyak mengurus berbagai sertifikasi atau bergabung dengan asosiasi dengan produk serupa, yakni kopi. 

Kini Delkoff telah memiliki sertifikasi halal oleh MUI, tersertifikasi dalam Good Manufacturing (GMP), juga SNI. Selain itu ia juga tergabung dalam Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), dan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI). 

Sertifikasi maupun berbagai izin untuk usahanya menjadi prioritas saat Didin memulai usaha. Ini ia lakukan karena belajar dari pengalaman saat bekerja di perbankan. 

Pada masa itu, ia mengetahui. Saat seseorang mengajukan kredit atau pembiayaan bagi suatu usaha, yang ditanya bukan usahanya. Namun dokumen. "Saya mau kasih pembiayaan, yang saya tanya dokumen dulu. SIUP, NPWP, jaminan produk halal, dan sebagainya. Punya gak," bebernya. 

Seperti ia yang memutuskan untuk mendaftarkan HKI merek dagang miliknya. "Kalau misal saya sudah jual tanpa mengurus HKI, lalu laku. Kemudian ada yang melihat, menggunakan merek tersebut dan mendaftarkannya duluan, gimana?" ungkapnya. 

Masih banyak yang menganggap izin maupun sertifikasi itu tidak penting dan lebih memprioritaskan usahanya berjalan dulu. "Ada yang bilang mengurus ini memakan waktu. Repot. Padahal kita tinggal ikuti prosedur yang ada," katanya.

Diakuinya, untuk memperoleh GMP dan SNI, iya tak mengeluarkan uang kecuali untuk kebutuhan transportasi saat pengurusan.

4. Urus HACCP untuk memperluas ekspor

Kisah Didin Hamid, Bisnis Kopi di Balikpapan sampai ke MancanegaraBiji kopi sebelum disortir dan disangrai disimpan dalam gudang penyimpanan dalam keadaan kering dengan suhu terjaga. (IDN Times/ Fatmawati)

Kini dirinya tengah dalam proses mengurus Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Sertifikasi ini di atas SNI dan digunakan untuk ekspor ke luar negeri. 

Pasalnya sejumlah negara mempersyaratkan HACCP ini untuk menerima ekspor, seperti Singapura. Delkoff sendiri sebenarnya sudah melakukan ekspor namun dalam skala kecil di negara-negara seperti negara di Timur Tengah. "Mereka cuma persyaratkan halal," ujarnya. 

Ia telah memiliki izin ekspor pada 2019 namun terkendala pandemik COVID-19, sehingga hanya bisa mengekspor dalam jumlah sedikit. Kemudian ada pasar ekspor, namun menunggu HACCP.

"Yang persyaratkan ini seperti Singapura, Korea Jepang," sebutnya.

Ia menjelaskan, dalam ekspor komoditas, ada beberapa jenis kategori barang. Pertama yang dilarang ekpor, ekspor barang diperbolehkan ekspor, dan ketiga barang dibatasi ekspor. Kopi masuk yang ketiga. 

"Artinya untuk ekspor kopi harus ada izin khusus. Dan kita sudah punya izin ini namanya Ekspor Terdaftar Kopi (ETK). Ini pun saya pengurusannya juga gratis," katanya.

5. Lakukan riset kopi dan berbagai pelatihan

Kisah Didin Hamid, Bisnis Kopi di Balikpapan sampai ke MancanegaraKopi peaberry dijual dengan harga (IDN Times/ Fatmawati)

Beberapa jenis kopi yang ia sediakan antara lain jenis arabika mulai dari nongrade, nating, robusta, kopi luwak liar, wine coffee, peaberry arabika dan robusta.

Belakangan Didin juga mulai menjalin kerja sama dengan perhotelan, yakni Novotel sebagai jaringan Accor Hotel. Kerja sama ini, selain dirinya juga ada empat UKM lain. 

Ia menyuplai produk kopi di hotel tersebut. Selain itu disiapkan spot khusus untuk memajang produk dan bisa dibeli langsung dalam bentuk kopi bubuk maupun gelasan yang telah diseduh. 

Dalam mengembangkan usah miliknya, Didin banyak mengikuti pelatihan dan pameran. Menurutnya pelatihan pun tak kalah penting dibanding sertifikasi. Terlebih apabila ada fasilitas dari pemerintah.

Karena ini menjadi salah satu cara untuk mengembangkan suatu UKM. Ini jadi upaya branding agar UKM banyak dikenal. Semua kegiatan yang berpotensi menambah ilmu dan promosi bisnis ia pasti ikuti.

"Sampai saya juga datang langung ke Pusat Riset Kopi Jember. Alhamdulillah saya bisa belajar banyak dengan mengikuti ini," sebutnya. 

Baca Juga: 4 Tips Cerdas Keuangan selama Bulan Ramadan, supaya Gak Boros

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya