Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk Jokowi

Jokowi akan mendengar aspirasi publik atau parpol?

Jakarta, IDN Times - Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini merilis survei terkait revisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), yang belum lama ini disahkan DPR RI. Hasilnya, sekitar 76,3 persen masyarakat mendesak Presiden Joko “Jokowi” Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Survei ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan telepon pada 4-5 Oktober 2019. Responden dalam survei ini dipilih secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya, yakni survei pada Desember 2018 September 2019 yang jumlahnya 23,760 orang.

Dalam survei tersebut responden dipilih secara stratified cluster random sampling dan terpilih 1.010 orang. Survei ini memiliki margin of error atau toleransi kesalahan 13,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Baca Juga: Jokowi Didesak Keluarkan Perppu, PDIP: Undang-Undangnya Belum Disahkan

1. Survei LSI: revisi UU KPK tujuannya untuk melemahkan KPK

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, hanya sekitar 12,9 persen masyarakat yang tidak setuju presiden mengeluarkan Perppu UU KPK. Lebih dari 3/4 publik (76,3 persen) yang tahu tentang revisi UU KPK itu, menyatakan setuju agar presiden mengeluarkan Perppu.

"Dengan kata lain kita bisa membaca ada aspirasi publik,” kata Djayadi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10).

Kajian tersebut juga memuat pendapat publik mengenai tujuan dari UU KPK. Sekitar 70,9 persen masyarakat menilai revisi yang dilakukan DPR bertujuan untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Sedangkan, 18 persen lainnya menyatakan revisi tersebut akan lebih menguatkan KPK untuk memberantas korupsi di Tanah Air.

Publik berpendapat demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa, pelajar, dan sejumlah elemen masyarakat di Gedung DPR pada pertengahan hingga akhir September lalu, murni untuk mendesak Presiden agar segera menerbitkan Perppu, bukan malah sebagai upaya menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober mendatang.

“Sebanyak 43,9 persen tidak setuju jika demo dikaitkan dengan upaya menggagalkan pelantikan presiden. Sedangkan, 35,2 persen setuju itu adalah upaya menggagalkan pelantikan, dan 20,9 persen lainnya menyatakan tidak tahu,” ujar Djayadi.

Karena itu, kata Djayadi, untuk menghadapi gejolak di masyarakat terkait UU KPK, Jokowi harus segera mengeluarkan Perppu sebagai bentuk penguatan KPK.

“Mengeluarkan Perppu dan itu memang kewenangan presiden. Meski pun nanti setelah Perppu dikeluarkan akan dibahas DPR, apakah diterima atau ditolak. Tapi, jelas sekali publik berada dalam posisi menginginkan bahwa Perppu seharusnya harusnya menjadi jalan keluar,” kata dia.

2. PDI Perjuangan mengusulkan agar UU KPK hasil revisi dijalankan terlebih dahulu

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi dingin soal desakan presiden segera menerbitkan Perrpu. Dia mengatakan bagaimana mungkin presiden akan menerbitkan Perppu jika UU KPK saja belum disahkan.

“Bagaimana, undang-undangnya saja belum disahkan? Lalu sudah muncul wacana untuk mengeluarkan Perppu,” kata Hasto di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa (8/10) malam.

Hasto menganggap hasil revisi UU KPK tersebut telah berdasarkan kesepakatan seluruh fraksi DPR. Artinya, pengesahan UU KPK di Parlemen sudah melalui keputusan bulat semua fraksi, dan dinilai akan memberikan kontribusi yang baik kepada lembaga antirasuah tersebut untuk ke depan.

“Karena itulah sebaiknya undang-undang tersebut dijalankan, jangan dibiasakan dengan tata pemerintahan yang kurang baik,” ujar dia.

Kendati, Hasto melihat ada semangat dari masyarakat untuk mengentaskan masalah korupsi yang makin masif belakangan ini. Ia menerima dengan baik keinginan publik agar segera diterbitkan Perppu.

“Tetapi aspirasi kami dengarkan, semangatnya antikorupsi. Maka mari kita berikan waktu untuk membuktikan bahwa justru dengan revisi undang-undang tersebut, semangat untuk memberantas korupsi akan jauh lebih hebat lagi,” ucap dia.

Hasto menyebutkan pemberantasan korupsi adalah tugas bersama seluruh elemen masyarakat, terlepas dari ada atau tidak nya UU KPK. Dia mengklaim PDIP adalah partai yang sangat peduli dan komitmen dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air.

“Dan itulah komitmen dari Pak Jokowi dan Ma’ruf Amin beserta parpol pendukungnya. PDI Perjuangan langsung pecat ketika mereka (kader) tertangkap tangan KPK, kami pecat bagi yang terkena kasus korupsi,” tegas dia.

3. Jokowi akan memuaskan partai dengan kursi kabinet, namun tetap keluarkan Perppu untuk memenuhi tuntutan masyarakat

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Marisa Safitri

Menanggapi ucapan Hasto, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, ucapan politikus PDIP tersebut salah kaprah dan tidak konsisten. Sebab, dalam undang-udanng tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak mengatur tentang penerbitan sebuah Perppu oleh presiden.

Karena itu, Lucius merekomendasikan, agar Presiden Jokowi dengan hak prerogatifnya segera menerbitkan Perppu walaupun UU KPK belum disahkan.

"Kalau memang punya alasan kuat bahwa undang-udang (UU KPK) hasil revisi memang tidak berkualitas tanpa perlu menunggu undang-udang itu dilaksanakan, Jokowi bisa mengeluarkan Perppu. Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan mengeluarkan Perppu sebagaimana diatur undang-undang,” kata Lucius saat ditemui di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (10/10) lalu.

Lucius menyebutkan alasan PDIP sangat lemah jika mendorong UU KPK lebih dahulu dijalankan. Sebab, masyarakat telah melihat banyaknya pasal-pasal yang dianggap melemahkan dari kinerja pemberantasan korupsi ke depan jika undang-undang tersebut nantinya diterapkan.

“Desakan mengeluarkan Perppu yang disampaikan publik kepada Jokowi bukan tanpa alasan, dan memang tidak menghendaki. Kemudian undang-undang hasil revisi dipraktikan dulu, karena kita sudah mengatakan bahwa undang-undang itu (UU KPK hasil revisi) sudah tidak berkualitas, melemahkan KPK sejak dia disahkan. Jadi usulan PDI Perjuangan itu pasti tidak relevan untuk alasan yang disampaikan oleh publik mendorong Jokowi mengeluarkan Perppu,” kata dia.

Lucius juga mengaku optimis Jokowi akan segera menerbitkan Perppu sebagai pengganti UU KPK hasil revisi yang telah disahkan DPR pada 17 September 2019. Jokowi akan lebih mendengarkan suara publik ketimbang partai politik pengusungnya, yang notabene menolak penerbitan Perppu.

"Jokowi mungkin akan memuaskan tuntutan partai politik (pengusung) dengan memberikan mereka kursi bagi kabinet, atau apapun yang mereka minta. Tapi untuk urusan KPK ini, saya kira terlalu berisiko jika kemudian Jokowi masih terlihat tunduk pada partai politik, untuk urusan yang jelas-jelas dinyatakan publik mendesak bagi Jokowi untuk keluarkan Perppu,” kata dia.

4. LIPI: Revisi UU KPK cacat prosedural dan substansi

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Sependapat dengan Formappi, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris juga mendorong agar Perppu harus segera diterbitkan presiden, karena dalam prosesnya, revisi UU KPK cacat secara prosedural dan substansi.

Karena itu, Syamsuddin menilai, mengeluarkan Perppu menjadi urgensi sebagaimana diminta masyarakat.

"Apa cacat proseduralnya? Sangat jelas revisi UU KPK dibuat dengan suasana sangat tertutup, tergesa, tanpa melibatkan KPK sebagai stakeholder utama yang diatur dalam UU. Itu cacat prosesural. Cacat substansi pertama bahwa UU KPK hasil revisi berbeda dengan janji Jokowi soal pemberantasan korupsi,” kata Syamsuddin di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (6/10).

Dia berpendapat Jokowi sebaiknya lebih mendengarkan apa yang menjadi keluhan masyarakat, ketimbang menuruti keinginan partai politik pendukungnya. Sebab, terpilihnya kembali Jokowi sebagai presiden berasal dari suara rakyat.

"Hasil survei menunjukkan UU KPK hasil revisi melemahkan KPK, hampir 71 persen publik menilai itu. Jadi wajar kalau presiden yang punya komitmen menguatkan KPK memilihkan itu dengan mengeluarkan Perppu,” kata Syamsuddin.

Pertimbangan lainnya, lanjut Syamsuddin, jika Jokowi menerbitkan Perppu, menjadi langkah baik untuk perekonomian Indonesia sebagai upaya mendatangkan investor asing. "UU KPK hasil revisi bertentangan dengan obsesi Pak Jokowi untuk tingkatkan investasi. Pak Jokowi berulang-ulang mengatakan investor China malah ke Vietnam."

"Jangan-jangan karena korupsi merajalela, kepastian hukum tidak ada. Selanjutnya butuh kepastian hukum, sebab UU KPK hasil revisi banyak ketidakpastian hukum, misal prosedur penyadapan, penerbitan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara), status kepegawaian SDM di KPK, posisi kelembagaan KPK yang mengalami degredasi lembaga indenden ke rumpun eksekutif. Itu bisa selesai dengan Perppu,” imbuh dia.

5. Jokowi tidak akan diberhentikan dari jabatannya jika menerbitkan Perppu

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putro

Syamsuddin juga menanggapi isu pemakzulan presiden seandainya nanti dia menerbitkan Perppu. Menurut dia isu tersebut hanya akal-akalan dan justru penyebar isu ini tidak memiliki pengetahuan yang baik.

“Presiden tidak perlu khawatir ancaman banyak pihak dengan pemecatan (jika mengeluarkan Perppu). Ini bukan salah paham, tapi paham yang betul-betul salah,” dia berkelakar.

Syamsuddin menjelaskan, di dalam konstitusi telah diatur yang dapat memberhentikan presiden hanyalah Mahkamah Konstitusi (MK) atas laporan tindak kriminal. Sedangkan mengeluarkan Perppu atas desakan masyarakat luas bukan tindakan kriminal.

“Pemberhentian presiden mesti ada pelanggaran hukum mencakup pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindak kriminal, korupsi. Itu kategorinya, dan yang melakukan penilaian itu MK, jadi konyol penerbitan Perppu dihubungkan dengan pemecatan,” ujar dia.

Menurut Syamsuddin, menerbitkan Perppu adalah hak prerogatif presiden yang dapat dilakukan jika dalam keadaan genting, dan berdasarkan kebutuhan hajat hidup orang banyak.

“Selain itu ada alasan subjektif soal kegentingan, keterpaksaan. MK sudah tapsirkan bahwa Perppu bisa dikeluarkan, karena presiden menilai ada situasi yang genting, misalnya mengancam investasi dan (UU KPK) berbeda dengan visi presiden, sehingga penerbitan Perppu sebuah solusi,” kata dia.

6. Ini prediksi waktu yang tepat bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Perihal waktu yang tepat untuk mengeluarkan Perppu, Jokowi harus memiliki strategi. Karena hampir seluruh partai politik pendukungnya tidak menginginkan adanya Perppu.

Syamsuddin menyarankan, sebaiknya Jokowi mengeluarkan Perppu setelah pelantikan presiden pada 20 Oktober 2019. “Kalau sebelum (pelantikan) penerbitan Perppu, mungkin ada kekhawatiran pelantikan akan terganggu. Salah satunya partai politik tidak hadir,” ujar dia.

Selain itu, mengeluarkan Perppu setelah pelantikan presiden dan wakil presiden adalah salah satu strategi untuk mengurangi ketegangan di tubuh Koalisi Indonesia Kerja (KIK), karena Jokowi telah memiliki kekuatan politik.

“Pertama untuk amankan pelantikan presiden. Kalau Perppu dilakukan setelah pelantikan legitimasinya lebih kuat, karena presiden dapat mandat politik baru,” ujar dia.

Perppu juga sebaiknya dikeluarkan sebelum Jokowi mengumumkan susunan kabinet barunya, karena pada waktu tersebut, posisi tawar presiden sangat tinggi kepada partai politik untuk memilih menterinya.

“Kenapa sebelum kabinet terbentuk? Karena presiden punya bargaining yang kuat 'mau gak dijadiin menteri kadernya?' Sehingga kita mesti bersabar. Tapi ya saya ingin optimis bahwa presiden nanti bisa menerbitkan Perppu, setelah pelantikan dan sebelum penyusunan kabinet,” Syamsuddin menyarankan.

7. Moeldoko sebut Perppu KPK bak buah simalakama bagi Jokowi

Perppu UU KPK: Buah Simalakama untuk JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan sejumlah perwakilan mahasiswa yang telah menemuinya di Istana baru-baru ini, memberikan tenggat kepada Jokowi hingga 14 Oktober 2019, untuk menerbitkan Perppu.

Apabila Jokowi tidak menerbitkan Perppu hingga batas waktu tersebut, mahasiswa akan melakukan demonstrasi yang lebih besar lagi dari sebelumnya.

Moeldoko sepertinya mewakili kondisi kebatinan politik Jokowi saat ini, bahwa segala keputusan mengeluarkan Perppu harus dipikirkan matang-matang. Karena keputusan ini bisa menjadi simalakama.

"Semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan, mesti ada, semua warga negara juga bijak, gitu, di dalam menyikapi semua keputusan," kata Moeldoko di kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (4/10).

"Karena keputusan itu seperti simalakama, gak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu. Cirinya memang begitu. Jadi memang tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak," lanjut dia.

Untuk itu, Moeldoko mengimbau masyarakat agar memahami posisi presiden saat ini. Karena yang jelas, presiden dalam mengelola negara tidak mungkin menjerumuskan ke situasi sulit.

"Prinsipnya, presiden di dalam mengelola negara itu tidak mungkin akan membawa negara itu ke suatu situasi yang tidak menyenangkan atau tidak mengenakkan. Pasti negara akan dibawa ke tempat yang diinginkan oleh pembukaan UUD 45," tutur dia.

Selama ini, kata Moeldoko, Istana tidak menutup diri dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Presiden akan menampung aspirasi mahasiswa dan siap berdiskusi perihal Perppu ini.

"Apa sih yang dipikirkan, kita dengarkan dengan baik. Saya juga memberikan pemahaman bahwa dalam bernegara ini bukan hanya mahasiswa saja yang didengar, semuanya juga didengar oleh Presiden," ucap mantan Panglima TNI itu.

Moeldoko menegaskan, Jokowi tengah mendengarkan suara partai politik, masyarakat, dan mahasiswa. Sehingga, presiden harus mengambil langkah cermat.

"Maka sekali lagi bahwa presiden mendengarkan, mendengarkan dengan jernih, mendengarkan dengan cermat, agar nanti langkah-langkah ke yang terbaik," ujar dia.

Baca Juga: Jokowi Pernah Terbitkan 4 Perppu Ini Selama Menjabat sebagai Presiden

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya