Ponidi: Mengajar seperti Membuat Film, Perlu Skenario yang Bagus

Alur yang menarik dan menyenangkan bikin siswa betah belajar

Kutai Kartanegara, IDN Times - Sebanyak 13 Sekolah Dasar di Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, sekitar enam bulan ini secara rutin melakukan program membaca senyap selama 15 menit.

Ini merupakan cara mendekatkan siswa dengan buku, antara lain dengan membangun pojok-pojok baca dan taman baca. 

Perubahan agar para siswa makin cinta buku ini tersebut tak lepas dari perjuangan seorang pengawas di daerah tersebut. Namanya Pak Ponidi.

"Mengajar itu seperti membuat film yang bagus. Jadinya perlu skenario yang juga bagus. Film yang bagus itu yang mempunyai alur yang menyenangkan, membuat penonton penasaran dan akhirnya diingat terus menerus. Nah demikian juga mengajar, punya langkah dan proses yang harus membuat siswanya juga demikian. Harus punya skenario yang matang yang mengantar siswa menguasai banyak kompetensi,“ ujarnya melalui rilis tertulis pada Jumat (18/10).

1. Guru hanya copy-paste, malas membuat bahan ajar sendiri

Ponidi: Mengajar seperti Membuat Film, Perlu Skenario yang BagusDok.IDN Times/Istimewa

Ia mendapati guru-guru hanya menyalin rencana persiapan mengajar dari internet, dan jarang membuat sendiri. Hal ini membuatnya resah.

“Nah kadang juga, copy-paste rencana mengajar itu juga tidak dilaksanakan di kelas. Akhirnya guru mengajar tanpa langkah-langkah yang strategis dan bermakna. Ia hanya mengikuti nalurinya saja,” ujar salah satu Fasilitator program PINTAR Tanoto Foundation ini.

Baca Juga: Sekolah Mitra PINTAR Tanoto Foundation Unjuk Karya Kreatif

2. Ponidi melakukan penguatan dan pendampingan untuk membuat RPP

Ponidi: Mengajar seperti Membuat Film, Perlu Skenario yang BagusDok.IDN Times/Istimewa

Pak Ponidi menjadi tahu apa yang harus dilakukan untuk menghapus kecenderungan guru-guru seperti itu setelah mengikuti program PINTAR. Program ini adalah pelatihan yang dikhususkan untuk pendidikan dasar hasil kerjasama antara Tanoto Foundation, Kementerian Agama dan pemerintah daerah setempat lewat Dinas Pendidikan.

“Dengan pelatihan program PINTAR, kita sebagai pendidik menjadi tahu dengan lebih gampang bagaimana cara membuat rencana persiapan mengajar yang alurnya menarik dan menyenangkan siswa,” ujarnya antusias.

Ia menghubungi kelompok kerja kepala sekolah dan juga kepala UPTD Muarakaman. Pelatihan tiga hari berlangsung sukses dengan menggunakan dana BOS. Sebagai pengawas, Ponidi berkeliling melakukan penguatan dan pendampingan.

Ia sering melakukan pertemuan dengan para guru, me-review kembali materi pelatihan, meninjau RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), melihat kegiatan guru di kelas, meninjau pelaksanaan budaya baca dan peran serta masyarakat di sekolah.

Ia mengunjungi secara intensif bukan cuma sekolah-sekolah di bawah pengawasannya, tapi semua sekolah yang pernah dilatih.

“Pak Ponidi sering sekali datang ke sekolah kami untuk menguatkan pelatihan kemarin, walau sekolah kami bukan dibawah mandat pengawasannya,” ujar Iskandar, Kepala Sekolah SDN 029 Muarakaman, memberikan kesaksian.

3. Tidak ada lagi guru yang hanya mengandalkan materi ajar download dari internet.

Ponidi: Mengajar seperti Membuat Film, Perlu Skenario yang BagusDok.IDN Times/Istimewa

Kerja keras Ponidi mulai tampak di 13 sekolah di Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di SDN 025, misalnya, orang tua siswa kelas 2 bergotong royong membuat sudut baca dan menghias kelas.

Hal yang sama dilakukan oleh SDN 029, yang lebih jauh menghias setiap bangku kelas dengan taplak meja yang cantik.

Di SDN 008, para orang tua siswa membangun taman baca dari Ban Bekas dan menjadi percontohan bagi sekolah-sekolah lain.

Bahkan taman Baca di SDN 028, diresmikan langsung oleh Bupati Kutai Kartanegara.

“Saya bersyukur bahwa banyak perubahan nyata di sekolah-sekolah diseminasi program PINTAR. Siswa sekarang lebih suka membaca buku, aktif dan lebih berani tampil ke depan untuk tampil presentasi. Sangat penting mempersiapkan anak didik disini dengan baik, karena kita dekat dengan calon lokasi ibu kota negara yang baru,” ujar Ponidi.

Ponidi juga merasa senang, tidak ada guru di sekolah-sekolah tersebut yang download rencana pelaksanaan pembelajaran dari internet lagi.

"Mereka bahkan bilang, yang dari internet itu sebenarnya lebih susah dilaksanakan dibanding yang mereka buat sendiri sesuai konteks sekolah,” ujar Ponidi senang.

Baca Juga: Geliat Literasi Bangsa dengan Aksara Terbanyak di Dunia

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya