DPRD Balikpapan Menargetkan Raperda Perlindungan Perempuan 

Guna menekan angka kasus kekerasan

Balikpapan, IDN Times - DPRD Kota Balikpapan menargetkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dapat selesai dibahas pada tahun ini. Target itu terkait tingginya jumlah kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di Kota Balikpapan.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Balikpapan Mieke Wijaya mengatakan DPRD bersama Pemerintah Kota merancang aturan untuk melindungi perempuan dan anak.

“DPRD Kota Balikpapan kini tengah memperjuangkan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) yang bisa melindungi atau mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Mieke.

1. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dam anak di Balikpapan cukup tinggi

DPRD Balikpapan Menargetkan Raperda Perlindungan Perempuan nusantara.medcom.id

Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Balikpapan cukup memprihatinkan. Di tahun 2017, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tercatat mencapai 161 kasus. Sementara di tahun 2018, mencapai 136 kasus.

Dengan jumlah yang tinggi tersebut, menurut  Mieke, DPRD Kota Balikpapan akan memperjuangkan terbentuknya Peraturan Daerah (Perda) yang bisa melindungi atau mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Saat ini masih dalam tahap pembahasan tahun ini mudah-mudahan rampung, kita akan terus kawal regulasinya,” ujarnya.

Kasus kekerasan yang terjadi dimasukan kedalam berbagai macam kategori diantaranya kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual hingga penelantaran.

Baca Juga: Sambut Hari Tua, Ini Pentingnya Perlindungan serta Perencanaan Pensiun

2. Dampak negatif penggunaan internet, pornografi dan kekerasan mudah untuk diakses

DPRD Balikpapan Menargetkan Raperda Perlindungan Perempuan unsplash/robin_rednine

Keterbukaan informasi melalui jejaring sosial memberikan banyak kemudahan namun di sisi lain juga membawa dampak negatif kepada penggunanya.

Penyebab tingginya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak salah satunya akibat kemudahan dalam mengakses dunia maya. Kondisi ini menyebabkan beberapa hal yang semula dianggap tabu dapat dengan mudah diakses, sehingga menjadi hal biasa.

“Hal-hal yang awalnya dianggap tabu seperti pornografi dan kekerasan dengan mudah dipertontonkan, sehingga dianggap menjadi hal biasa,” ungkap Mieke.

Masyarakat dapat dengan mudah mengakses macam informasi tanpa disaring melalui gadget. Mieke berharap dengan adanya payung hukum yang jelas kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak dapat ditekan, sehingga tidak terus meningkat.

3. Diperlukan peran masyarakat dalam memberikan sosialisasi tentang ancaman kekerasan terhadap perempuan dan anak

DPRD Balikpapan Menargetkan Raperda Perlindungan Perempuan IDN Times/Maulana

Selain mendorong untuk menyelesaikan pembuatan Peraturan Daerah terkait Perlindungan Perempuan dan Anak, diperlukan peran pemerintah untuk aktif terus melakukan sosialisasi tentang ancaman kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga perempuan dan anak bisa memproteksi diri.

“Ketika disahkan maka kita kawal terus implementasi regulasi yang sudah dibuat,” terang Mieke.

Pemerintah harus juga aktif dalam mengawasi penerapannya, Raperda tersebut diharapkan dapat diberlakukan efektif pada tahun ini.

Selain itu, juga dibutuhkan peran masyarakat dalam memberikan informasi terkait kejadian yang ada di sekitarnya.

“Sekarang juga masyarakat sudah sadar dalam melaporkan apabila ada terjadi kekerasan,” tambahnya.

Baca Juga: Minim Perlindungan, Ratusan Perempuan di Bali Jadi Korban KDRT

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya