Kejanggalan Proses Hukum Kasus Tumpahan Minyak Di Teluk Balikpapan

Menggugat tanggung jawab negara atas pencemaran minyak

Balikpapan, IDN Times - Musibah tumpahan minyak di Teluk Balikpapan terjadi saat kapal MV Ever Judger menjatuhkan jangkar yang menyeret dan memecahkan pipa milik Pertamina pada 31 Maret 2018 lalu. Sekitar 5 ribu liter minyak tumpah dan mencemari perairan Teluk Balikpapan yang kemudian memicu kebakaran. Akibatnya, lima orang pemancing tewas dalam petaka ini.

Warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakar Peduli Tumpahan Minyak (Kompak), telah mengajukan gugatan warga negara atau citizen law suit, ke Pengadilan Negeri Balikpapan. Para tergugat yakni Gubernur Kaltim, Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Wali Kota Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, dan Menteri Kelautan dan Perikanan. Pada 18 Agustus 2020 lalu, perkara gugatan ini telah dikabulkan putusan sebagian petitum penggugat. 

Sebagai Informasi, pada 1 September 2020, penggugat melalui kuasa hukum telah melakukan banding. Gugatan ini adalah sebagai dasar perbuatan melawan hukum. Menariknya, dalam pertimbangan PN terdapat putusan hakim, dimana salah satu petitum dari penggugat adalah meminta kepada tergugat 1, 2, 3, yaitu Gubernur Kaltim, Bupati PPU, dan Wali Kota Balikpapan membuat peraturan daerah (perda) sistem informasi lingkungan hidup. 

"Tetapi dalam pertimbangannya, hakim menolak karena Bupati PPU telah melakukan upaya awal, berupa pengajuan draft Perbub tentang penanggulangan bencana dan draft Perbup tentang peringatan dini penanggulangan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan," kata Ria Maya Sari, alumni S2 Hukum Internasional Publik - Leiden University, Senin (7/9/2020) saat diskusi melalui Zoom bertema Menggugat Tanggung Jawab Negara atas Pencemaran Tumpahan Minyak Pertamina di Teluk Balikpapan.

Pihak penggugat juga mengajukan petitum, pihak tergugat dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk melakukan pencabutan izin PT Pertamina dan juga melaksanakan pengawasan administratif terhadap Pertamina RU V Balikpapan.

1. Tanggung jawab negara terhadap pencemaran laut

Kejanggalan Proses Hukum Kasus Tumpahan Minyak Di Teluk BalikpapanGuru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Indonesia Prof. Dr. Andri Gunawan Wibisana

Pemahaman tanggung jawab negara sebagai state responsibility, yakni negara memiliki kedaulatan mengelola sumber daya yang ada di wilayahnya. Tetapi juga bertanggung jawab menjamin apa yang ada di wilayahnya tidak menyebabkan pencemaran atau kerusakan diluar wilayah. 

Terlihat dari beberapa pasal mengenai pencemaran laut, yakni UU 32/2009 Pasal 13 ayat 3 yaitu pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.

"Jadi sebenarnya negara juga punya kewajiban untuk melakukan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Dari sini, sudah kelihatan bahwa tanggung jawab negara tidak terbatas pada pembuatan peraturan ," ujar Guru Besar Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Andri Gunawan Wibisana.

Pemerintah memiliki kebijakan seperti mitigasi, peringatan, pengembangan perencanaan nasional, pengembangan sistem pencemaran laut, dan pengendalian dampak sisa di laut untuk mengatasi pencemaran.

"Jadi masing-masing harus menyediakan protap tier 2 untuk penanggulangan darurat tumpahan minyak di laut dengan membentuk tim penanggulangan keadaan darurat daerah," ucapnya. 

Baca Juga: Gugatan Warga pada 6 Lembaga Negara, Kasus Pencemaran Teluk Balikpapan

2. Belajar dari beberapa kasus pencemaran laut lainnya

Kejanggalan Proses Hukum Kasus Tumpahan Minyak Di Teluk BalikpapanDirektur Eksekutif ICEL Raynaldo Sembiring

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) Raynaldo Sembiring  mencontohkan salah satu insiden supertanker Torrey Canyon pada 1967. Pencemaran akibat kecelakaan kapal ini sempat memberikan efek yang luar biasa, sebanyak 120 ribu ton minyak tumpah ke laut. Kejadian tumpahan minyak yang mencemari lingkungan juga kerap terjadi di Indonesia.

"Tetapi informasi mengenai ini tidak dijelaskan secara jelas. Sehingga penanggulangannya hanya seadanya saja. Hingga akhirnya banyak masyarakat yang masuk ke daerah situ biasa saja, padahal itu mengganggu kesehatan," ujarnya.

Sebenarnya telah ada beberapa regulasi acuan seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, juga Perpres Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.

"Sebenarnya ada penanggulangan yang dilakukan, tetapi mengenai konteks pemulihan kita benar-benar tidak tahu, mengenai kondisi pascapencemaran. Di Balikpapan pun juga belum begitu klir," jelasnya.

3. Catatan persidangan mengenai tumpahan minyak di Teluk Balikpapan

Kejanggalan Proses Hukum Kasus Tumpahan Minyak Di Teluk BalikpapanIDN Times/Maulana

Selama menjalani masa persidangan citizen law suit, ada beberapa putusan yang membuat koalisi penggugat mengajukan banding. Salah satunya, tidak dikabulkannya pencabutan izin dan pengawasan sanksi administratif yang sudah dijatuhkan ke Pertamina, juga dokumen rencana pemulihan yang harus dijalankan oleh pihak Pertamina

Ia juga mengungkapkan hal lainnya yang dirasa janggal yang dinilai diluar dari konteks. Misal tergugat 2 Bupati PPU diperintahkan untuk melanjutkan penyusunan raperda penanggulangan bencana. "Padahal yang kami minta adalah raperda sistem informasi yang mencakup sistem peringatan dini," kata Fathul Huda.

Baca Juga: Upaya Mediasi Gagal, Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya