Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-Anak

Peringatan Hari Anak Nasional

Balikpapan, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo meminta seluruh pihak untuk bekerja sama dalam memberikan perlindungan pada kehidupan anak-anak. Peringatan Hari Anak Nasional ini, Presiden mengingatkan tentang ancaman kejahatan menimpa anak, seperti maraknya praktik perundungan di sekolah, penyiksaan fisik, eksploitasi seksual, perdagangan anak, dan lainnya.  

Kesimpulan dari seluruh permasalahan anak ini, Jokowi menggarisbawahi pentingnya peran serta seluruh unsur masyarakat dalam menjaga keberlangsungan masa depan anak-anak ini. 

"Selamat Hari Anak Nasional, saya senang dengan keceriaan anak-anak dengan segala kreativitasnya yang bermacam-macam. Seperti itulah dunia anak-anak, jangan memaksa anak-anak untuk kepentingan orang dewasa," katanya seperti disampaikan dalam akun YouTube Sekretariat Presiden memperingati Hari Anak Nasional di Kebun Raya Bogor Jawa Barat, Sabtu (23/7/2022). 

DPR RI sudah mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di mana di dalamnya mengatur secara rinci berbagai bentuk pelanggaran pada perempuan dan anak. Presiden mengatakan, kejahatan pada anak merupakan bentuk pelanggaran pidana yang harus mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum di negeri ini. 

Kaitan peringatan Hari Anak Nasional ini, liputan kolaborasi hyperlocal IDN Times secara khusus akan mengulas tentang pelbagai permasalahan hingga kejahatan yang korbannya adalah anak-anak di sejumlah wilayah Indonesia. 

1. Catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakPresiden Joko "Jokowi" Widodo dalam peringatan Hari Anak Nasional di Kebun Raya Bogor Jawa Barat, Sabtu (23/7/2022). Foto akun YouTube Sekretariat Presiden

Selama momentum peringatan ini, Komisi Nasional Perlindungan Anak mengkritik peringatan Hari Nasional Anak yang dianggap kurang sesuai dengan fakta di lapangan. Kali ini, Pemerintah memang mengambil tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". 

Padahal Catatan Komisi ini menunjukkan kondisi anak Indonesia yang sebaliknya. 

"Situasi anak sekarang ini darurat kejahatan seksual pada anak. Tidak sesuai dengan tema Hari Anak Nasional, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Ini tak terbantahkan," kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat dihubungi IDN Times. 

Arist tak asal berbicara. Selama 2021 hingga bulan Juli 2022 ini, Komnas Perlindungan Anak menerima setidaknya 2.739 laporan kejahatan di mana korbannya adalah anak-anak. 

Lebih dari setengahnya, atau 58 persen di antaranya adalah kejahatan seksual anak. Sisa laporan kejahatan lainnya tak kalah seram, di antaranya perbudakan, penelantaran, hingga perundungan terhadap anak.

"Data ini yang diterima Komnas Perlindungan Anak saja, belum lagi ditambah data-data dari instansi lain," papar Arist yang turut mendampingi Presiden Jokowi dalam peringatan Hari Anak Nasional. 

Seperti contohnya, data dimiliki Kementerian Sosial yang mencatat laporan 15 ribu kasus kekerasan anak. Persis sama dengan dimiliki Komnas Perlindungan Anak di mana setengah kasusnya adalah kejahatan seksual pada anak. 

2. Merendahkan harkat dan martabat manusia

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakKetua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait saat berada di Polres Batu. IDN Times/Alfi Ramadana

Dalam beberapa kejadian, Komnas Perlindungan Anak menilai kasus kejahatan anak sudah kelewat batas. Bahkan masuk kategori merendahkan harkat dan martabat manusia. 

Seperti kejadian terbaru ini, ketika seorang bocah SD di Tasikmalaya mengalami depresi parah hingga harus kehilangan nyawa. Gara-garanya, menjadi korban kejahatan perundungan yang dilakukan teman-temannya. Ia dipaksa menyetubuhi seekor kucing. 

Belum lagi kasus pemerkosaan berlatar belakang agama di Jombang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat, hingga eksploitasi anak di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu Jawa Timur. 

"Bagaimana Indonesia maju bila anak-anak tidak memperoleh penanganan dengan baik," sesal Arist. 

Arist mengatakan, perlindungan anak harus menjadi common issue  di negara ini. Agar seluruh pemangku kepentingan, seperti pemerintah, masyarakat, dan keluarga bisa bahu membahu dalam mengatasi permasalahan kejahatan anak ini. 

Seperti harus sudah dilakukan keluarga, di mana mereka bisa memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya. 

"Orangtua, menyuruh anak agar tidak bermain ponsel, tetapi mereka sendiri malah asyik bermain ponsel sendiri. Orangtua harus bisa menjadi contoh dan teladan baik bagi anak-anaknya," ujar Arist. 

Pemerintah sendiri dianggap sudah cukup responsif dalam upaya memberikan perlindungan pada kehidupan anak-anak. Seperti disampaikan Presiden Jokowi dalam peringatan Hari Anak Nasional, meminta agar kejahatan pada anak menjadi kepedulian bersama seluruh unsur masyarakat. 

"Komitmen pemerintah sudah jelas pada pelaku kejahatan anak, hingga adanya sanksi kebiri bagi mereka yang terbukti bersalah. Sekarang tinggal implementasi di lapangan saja," tegas Arist. 

3. Aksi kejahatan eksibisionisme pada anak

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakPelaku penyebar konten pornografi dan kontak WhatsApp anak di bawah umur yang ditangkap Polda DIY. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Modus kejahatan mengancam pada anak-anak bisa sangat beragam. Kepolisian menangani banyak sekali kasus kejahatan dengan korbannya menyasar para anak-anak di Indonesia.

Seperti tengah ditangani Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentang penyidikan kasus eksibisionisme pada anak. 

Eksibisionisme adalah gangguan kejiwaan ditandai dorongan tertentu memamerkan alat kelamin ke orang lain dan merasa bersemangat saat saat melakukannya.

Direktur Reskrimsus Polda DIY Komisaris Besar Polisi Roberto Pasaribu menuturkan, awalnya polisi menangkap FAS (27), warga Klaten Jawa Tengah atas kasus pamer kelamin. Ia melakukan aksi eksibisionisme terhadap 4 anak usia 10 tahun. 

"Ada 3 anak yang dihubungi oleh orang tidak dikenal itu dalam keadaan kaget dan menangis karena mereka ketika dihubungi itu ternyata diajak melihat alat kelamin dari pelaku melalui video call," katanya, Senin (11/7/2022).

Aksi FAS terungkap pada 21 Juni dan yang bersangkutan berhasil dibekuk sehari setelahnya. Pelaku memakai modus grooming atau membangun hubungan kepercayaan dan ikatan emosional.

"Pelaku mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas (sebelum melakukan panggilan video)," kata Roberto.

FAS melakukan aksinya demi memenuhi hasrat seksualnya dan sengaja memilih anak bawah umur sebagai sasarannya karena dirasa lebih mudah diperdaya. Ia mendapatkan nomor-nomor kontak para korbannya dari 10 grup WhatsApp beranggotakan masing-masing 250 orang. Penyidik menemukan dua nomor kode luar negeri di dalamnya.

"Apa isinya? Ya ini saja yang dibicarakan dari tadi. Sharing video, foto, nomor telepon target dan rata-rata semua usia anak," beber Roberto.

Selain itu, ada pula satu grup Facebook tertutup beranggotakan 91 ribu orang sebagai syarat sebelum bergabung ke grup WhatsApp tadi.

Roberto merinci, dari kedua platform media sosial itu polisi menemukan total 3.800 video dan foto para anak bawah umur.

"Saat ini kamu coba melakukan dengan metode analisis wajah maupun juga gambar dengan tools yang memiliki. Ini ada 60 gambar yang merupakan produksi baru, belum pernah beredar dan korbannya adalah anak," urai Roberto.

Polisi pun meminta Kemkominfo dan Meta untuk takedown unggahan video dan foto anak itu. Polis menggandeng berbagai pihak, termasuk Interpol untuk mengusut tuntas kasus ini.

"Operasi ini akan melibatkan semua stakeholder. Dari kementerian, KPAI, dan juga kami meminta bantuan dari agen penegakkan hukum internasional baik dari Bareskrim dan Interpol juga kepada FBI," ujarnya.

Polisi lantas mengejar 10 orang yang diduga terlibat dalam sindikat penyebaran nomor kontak anak bawah umur untuk dijadikan aksi eksibisionisme. Lokasinya tersebar, dari Kalimantan hingga Sumatra Selatan.

Berhasil diamankan, tujuh pelaku penyebar konten pornografi dan kontak WhatsApp anak bawah umur via media sosial di enam provinsi berbeda. Inisial DS (23), S (45), ACP (21), DD (19), AR (39), AN (27), dan RRS (17). 

"Ada yang Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur," kata Roberto. 

4. Kejahatan perundungan anak di Tasikmalaya hingga meninggal dunia

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakIlustrasi Menjambak (Perundungan) (IDN Times/Sukma Shakti)

Kasus kejahatan perundungan anak ini memperoleh perhatian langsung dari Presiden Jokowi. Peristiwa yang menyedihkan, di mana seorang bocah inisial F (11) asal Tasikmalaya Jawa Barat menjadi korban perundungan teman-temannya. 

Korban dipaksa menyetubuhi seekor kucing. Parahnya, aksi direkam dan tersebar luas di media sosial. Hal ini diduga menjadi penyebab korban mengalami depresi parah hingga berdampak negatif pada kesehatan fisiknya. Korban sekarang dilaporkan sudah meninggal dunia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Tasikmalaya Ato Rinanto menduga, rangkaian perundungan tersebut memicu sejumlah kemalangan dialami korban pada pada Minggu 17 Juli 2022. 

"Pada Jumat minggu lalu dibawa ke RS SMC dan Minggu malam meninggal dunia," paparnya, Kamis (21/7/2022).

"Kami belum bisa memastikan itu, karena harus ada pemeriksaan ahli. Tapi dari gejalanya, diduga akibat unsur bullying." 

KPAID Tasikmalaya memberikan perhatian besar atas kasus ini. Sejumlah penanganan telah diberikan baik pada korban dan keluarga, juga pada terduga pelaku aksi perundungan. 

"Saat ini kami masih fokus melakukan pemulihan kondisi psikis keluarga, karena diduga kondisi psikis keluarga terganggu. Terduga pelaku masih anak-anak, karena itu pula kami akan melakukan pendampingan kepada terduga pelaku," katanya.

Meski diberikan penanganan, KPAID Tasikmalaya juga berencana melakukan tindakan langsung dengan melaporkan kasus ini pada pihak berwajib. Sebab, kata dia, dari kasus ini harus ada pembelajaran yang besar pada masyarakat.

"Kami akan melaporkan kasus ini kepada polisi sebagai tindak lanjut. Tindak lanjut ini bukan berarti harus proses hukum, melainkan proses edukasi yang lebih baik," kata dia.

Di lain pihak, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jabar juga menduga bahwa meninggalnya bocah 11 tahun di Tasikmalaya itu akibat depresi daripada aksi perundungan yang diperparah dengan penyalahgunaan media digital.

Manajer Program LPA Jabar Diana Wati mengatakan, kontrol dunia digital pada anak juga masih minim. Selain kasus Tasikmalaya, Dina mengungkapkan bahwa ada kasus lain yang kini masih ditanganinya.

"Perundungan terhadap anak dari dunia digital ini ada dua kasus yang kami tangani. Kasus hampir serupa dan kini kami advokasi baik ke anak, ke orangtua, masyarakat dan pemerintah," ujar Diana. 

Selain peristiwa perundungan di Tasikmalaya ini, kejahatan eksibisionisme pun terjadi. 

Bocah berusia 10 tahun yang bermain game hingga akhirnya dihubungi oleh 30 orang dewasa laki-laki dan memamerkan organ kemaluan dengan foto dan video.

"Anak sekarang juga stres menghadapinya. Kami berharap ada perlindungan utama dari pemerintah baik terkait dengan game maupun dunia digital itu sendiri, agar tidak mudah diakses anak dan predator anak," katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki, LPA Jabar mencatat ada 26 kasus perundungan digital dengan korban anak yang dilaporkan orangtua dalam kurun waktu Januari-Juli 2022. Adapun kasus yang selesai ditangani adalah sebanyak 23 kasus.

Menurut Diana, selama memberikan penanganan pada kasus perundungan anak, banyak orangtua yang masih belum mengerti bagaimana aksi perundungan ini. Orangtua di Jabar, kata dia, banyak yang memaklumi tindakan perundungan.

"Pengalaman kami dalam menangani kasus itu orangtua banyak belum paham. Ada orangtua bilang bahwa biarkan saja namanya juga anak sama anak, biasa gitu, terkadang membiarkan karena tidak paham," ungkapnya.

Atas berbagai deretan kasus itu, dia berharap pemerintah dapat mengontrol media digital yang ramah dengan anak dan bisa melindungi anak dari tindakan pelecehan predator seksual dan perundungan.

"Kasus Tasikmalaya bisa jadi contoh lemahnya pengawasan digital kita, hingga akhirnya membuat anak depresi dan menjadi korban," kata dia.

5. Kasus penelantaran anak hingga dugaan pencabulan di Bali

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakSejoli pelaku penganiayaan anak perempuan umur 5 tahun di Denpasar hingga patah tulang. (IDN Times/Ayu Afria)

Sedangkan di Polresta Denpasar Bali memproses dugaan penganiayaan dan penelantaran terhadap seorang bocah inisial NY (5) oleh ibu kandung DNM (33) dan pacarnya Yohanes Paulus Maniek Putra alias Jo alias Dedi (39). Pasangan yang tinggal serumah di Jalan Kertadalem Sari II Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan disebut melakukan penganiayaan terhadap korban. 

Tetapi, Advokat sekaligus Pemerhati Anak, Siti Sapurah alias Ipung mempertanyakan proses hukum kasus NY. Ia beranggapan, korban juga menjadi korban pencabulan dari tersangka. 

Terkait kasus ini, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Komisaris Polisi Mikael Hutabarat mengaku menerima laporan penelantaran anak di Jalan Bedugul, tepatnya di depan kios massage, Desa Sidakarya, pada Selasa (19/7/2022). 

Tim Opsnal Polsek Denpasar Selatan bersama unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Denpasar datang ke lokasi kejadian dan melakukan interogasi terhadap korban dan saksi yang menemukan. Pelaku tindak pidana ini diduga adalah pacar ibu korban. Pasangan ini pun langsung diamankan, Rabu (20/7/2022). 

Keduanya kemudian dijerat pasal 76 C juncto pasal 80 dan pasal 76B juncto 77B Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

“Untuk hukuman, maksimal 10 tahun,” ungkap Kapolresta Denpasar Komisaris Besar Polisi Bambang Yugo Pamungkas.

Kronologis penganiayaan, saat pacar ibu kandung korban membangunkan NY untuk buang air kecil dan makan pukul 00.30 Wita. Karena korban tak kunjung bangun, pria ini pun menampar pipi bocah ini serta menenggelamkan kepalanya dalam ember hitam. 

Tak berhenti sampai di situ, Dedi juga memaksa korban lari bolak balik dalam kamar, push up, dan bergaya kuda-kuda. Pelaku lantas memukul perut korban sekaligus menjambak rambutnya. Paha kanan korban patah setelah tersangka melipat kedua kaki korban ke belakang.

Selama adegan penganiayaan ini, ibu kandung korban membiarkan kekerasan terjadi pada anaknya. Bahkan kepada petugas kepolisian ia mengaku menonton kejadian tersebut. Selesai korban dianiaya, kedua tersangka kemudian menelantarkan korban di Jalan Bedugul dan meninggalkannya di depan kios massage hingga korban ditemukan warga.

“Peran tersangka (ibu kandung) membiarkan terjadinya kekerasan terhadap anak kandungnya dan penelantaran,” ungkap Bambang Yugo Pamungkas.

Korban lantas dibawa ke rumah Perbekel (Kepala Desa) setempat dan ditangani Dinas Sosial Kota Denpasar hingga memperoleh perawatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya.

Sementara itu, ayah kandung korban Nyoman GW mengatakan, anaknya ini memang sudah empat tahun terakhir dibawa kabur DNM yang merupakan istri keduanya. Ia mengaku mengetahui keberadaan anaknya itu berkat pemberitaan media massa. 

Karenanya, ia meminta agar tersangka dihukum seberat-beratnya atas tindak kekerasan tersebut.

Lebih lanjut, warga Desa Werdi Bhuwana Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung ini mengungkapkan, kondisi anaknya saat ini masih dirawat di rumah sakit. Sudah dilakukan tindakan operasi pada kaki NY yang patah.

Disebutkan pula bahwa NY saat ini sudah bisa makan dan hanya merasakan sakit di kakinya.

“Ada tindakan operasi, kemarin jam 09.00 Wita,” ungkapnya.

Baca Juga: Dishub Balikpapan Atur Jam Antrean  Pengisian Solar Subsidi di SPBU 

6. Eksploitasi istri siri di Balikpapan yang berujung kematian

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Kasus kekerasan anak di Balikpapan Kalimantan Timur ini cukup menyita perhatian. Bagaimana tidak? Korban inisial RA (15) meninggal dunia diduga dikarenakan penyimpangan seksual suami sirinya, AZ (61).

Kasusnya terus bergulir di Polresta Balikpapan sekaligus menahan tersangka AZ. Hingga saat ini, polisi mengaku masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus yang menimpa gadis belia tersebut. 

Kapolresta Balikpapan Komisaris Besar Polisi V Thirdy Hadmiarso mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menemukan fakta baru terkait kasus kematian RA. “Untuk sementara masih seperti itu, karena kasus pembunuhannya terjadi di Balikpapan maka kami fokuskan ke kasus itu dulu,” terangnya saat dihubungi, Jumat (22/7/2022).

Sebelumnya, IDN Times sempat menemui mantan istri tersangka yang tinggal di Balikpapan. Dari keterangan perempuan ini terungkap, dulunya tersangka kerap membawa anak di bawah umur ke dalam rumah mereka. Saat itu, ia selalu berdalih anak-anak tersebut akan dipekerjakan di rumah mereka sebagai pembantu.

Namun selama perjalanannya, beberapa anak-anak tersebut ada yang mengadu diperlakukan secara tak senonoh oleh tersangka.

“Dan anak-anak itu selalu berganti setiap harinya yang dibawa ke rumah,” ujarnya.

Terkait hal ini, Thirdy menuturkan sejauh ini baru satu aduan yang masuk terkait kasus ini.

“Tapi kalau memang ada silakan melapor ke Polresta Balikpapan,” ujarnya.

Pun soal informasi adanya dugaan korban di daerah lain, yakni Banjarmasin dan Lampung, pihaknya akan mencari tahu hal tersebut. Sebab berdasarkan keterangan mantan istri tersangka, AZ pernah menikahi anak di bawah umur lain di daerah Lampung. Sementara saat mereka tinggal di Banjarmasin selama lima tahun, AZ juga sering membawa anak-anak perempuan ke rumahnya.

“Ya, tetapi yang jelas karena kasus ini di Balikpapan maka penyelidikan ada di Balikpapan, sementara seperti itu nanti berkembang seperti apa nanti kami tindaklanjuti," kata Thirdy.

Ditanya soal kondisi kejiwaan tersangka, orang nomor satu di Polresta Balikpapan itu menjawab, pihaknya memang berencana melakukan pemeriksaan tersebut terhadap tersangka.

“Tapi ini belum, belum tapi yang jelas kasus masih dalam proses pendalaman dulu,” tutupnya.

Sebagai informasi kasus kematian anak di bawah umur RA setelah menikah dengan AZ mencuat, setelah ibu korban melaporkan kejadian ini ke Polresta Balikpapan. Ibu RA menduga anaknya mengalami kekerasan setelah mendapati luka di alat vital RA. 

Dari situ polisi kemudian melakukan penyelidikan hingga menangkap dan menetapkan AZ sebagai tersangka, berikut dengan alat bukti pakaian korban dan alat bantu seks. Selain AZ, polisi juga menetapkan ayah tiri korban sebagai tersangka karena menjembatani adanya pernikahan tersebut. 

7. Pemerkosaan anak kandung yang terjadi di Banjarmasin

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakKasat Reskrim Polresta Banjarmasin Komisaris Polisi Thomas Afrian. (IDN Times/Hamdani)

Momentum Hari Anak diperingati tepat hari ini 23 Juli 2022. Namun, sudut lain banyak terjadi kasus kekerasan bahkan kekerasan seksual di mana korbannya adalah anak-anak di Indonesia. 

Seperti salah satunya yang terjadi di Banjarmasin Kalimantan Selatan yang tercatat sebanyak 75 kasus kekerasan menimpa korban anak-anak setempat. Seperti terjadi baru-baru ini, ayah kandung memperkosa putrinya yang berusia 12 tahun. 

Peristiwa yang sempat menggemparkan kota berjuluk "Seribu Sungai" ini terungkap saat korban bercerita kepada ibu kandungnya yang sudah bercerai dengan ayahnya itu. Polresta Banjarmasin sudah menahan tersangka guna menjalani proses penyidikan kasus pemerkosaan anak kandung ini. 

Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin Komisaris Polisi Thomas Afrian menyatakan, menjerat tersangka dengan ketentuan Pasal 81 ayat (2) atau Pasal 82 ayat (1) UU RI No17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana paling lama 15 tahun penjara.

"Kasus ini masih kita lakukan penelusuran dan pelaku masih dalam status tahanan," katanya kepada jurnalis IDN Times di Banjarmasin, Jumat (22/7/2022).

Thomas memang masih terbilang baru menjabat di Satuan Reskrim Polresta Banjarmasin ini. Tetapi meskipun begitu, ia menekankan komitmennya dalam memproses kasus kekerasan yang menimpa korban anak-anak. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota (DP3A) Banjarmasin Drs Madyan mengatakan, pihaknya menerima sebanyak 50 kasus pengaduan dari masyarakat tentang kasus kekerasan pada anak. 

Dari total aduan tersebut, menurutnya, 75 di antaranya merupakan kasus kekerasan psikis. Tahun 2021 lalu, Pemkot Banjarmasin menerima sebanyak 53 laporan di mana terbagi dalam 65 kasus. 

"Terjadi kenaikan angka pelaporan dan jenis kasus sampai dengan pertengahan tahun 2022," katanya. 

Para korban melaporkan kasusnya ke DP3A Banjarmasin. Mereka akan mengupayakan mediasi terlebih sekaligus pendampingan oleh para ahli. 

Tetapi meskipun begitu, mereka pun akan melakukan pendampingan ke aparat hukum jika ada indikasi kekerasan menimpa pada korban. "Untuk identitas korban dan pelapor akan dijamin kerahasiaan informasi yang diberikan," tuturnya.

8. Kasus pemerkosaan siswi di Sekolah Selamat Pagi Indonesia

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakSidang putusan praperadilan kasus pemerkosaan di SMA SPI, Senin (24/1/2022) di PN Surabaya. (IDN Times/Fitria Madia)

Kasus pemerkosaan siswi Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Batu Jawa Timur memperoleh pendampingan langsung Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.

Kasus kekerasan seksual yang menyeret pemilik SPI bernamaJulianto Eka Putra sudah bergulir ke ranah persidangan. Terdakwa baru saja menjalani tahanan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. 

Setelah melalui 18 kali proses persidangan, kasus ini bakal segera masuk tuntutan. Kasus yang sudah terjadi sejak tahun 2021 ini menyedot perhatian banyak pihak. Selain karena sosok pelaku yang merupakan tokoh besar di Malang Raya, perjalanan kasusnya juga sempat tersendat. 

Kasus tersebut pertama kali mencuat pada 29 Mei 2021. Saat itu, Komnas PA bersama tiga korban mendatangi Polda Jatim guna melaporkan dugaan kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh oknum pemilik sekolah di Kota Batu. Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait langsung turun tangan mendampingi para korban untuk melapor ke Polda Jatim.

Adapun dugaan kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh oknum pemilik sekolah saat itu adalah kekerasan seksual, fisik, verbal serta eksploitasi anak. Tak hanya tiga orang, saat itu korban yang sudah terdata oleh Komnas PA disebut mencapai 15 orang. 

Setelah laporan tersebut masuk, kasus kemudian mulai bergulir. Berbagai fakta seputar kasus tersebut satu per satu mulai muncul ke permukaan. Termasuk dari pengakuan saksi korban. Saat itu Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menjelaskan, bahwa guna memuluskan aksi bejatnya, terduga pelaku yakni Julianto Eka Putra melakukan berbagai pendekatan kepada para korban yang tak lain merupakan siswa SMA SPI. Salah satunya adalah pendekatan training serta iming-iming kesuksesan.

Caranya adalah dengan mengajak para calon korban untuk datang ke rumah pribadinya. Agar tak mencurigakan, anak-anak tersebut juga didampingi oleh pembina lain. 

"Mereka lalu dipanggil satu per satu pada tengah malam," kata Arist saat itu. 

Setelah melalui proses yang cukup panjang, kasus kekerasan seksual oleh Julianto memasuki babak baru. Pada Kamis (5/8/2021) Julianto resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim. Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah gelar perkara selesai.

Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, polisi tak langsung menahan Julianto yang dianggap kooperatif selama pemeriksaan. Hal tersebut sempat membuat Komnas PA kecewa lantaran dikhawatirkan tersangka bisa saja menghilangkan barang bukti atau lari ke luar negeri. 

"Setelah ini JE pasti akan dipanggil dengan statusnya sebagai tersangka. Polisi bisa saja langsung menetapkan JE harus ditahan. Sebaiknya begitu," kata Arist saat itu usai ada penetapan tersangka. 

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Julianto kemudian mengajukan praperadilan atas kasus yang dituduhkan kepadanya. Tetapi upaya untuk mengajukan praperadilan tersebut mentah di Pengadilan Negeri (PN) Suaranya.

Usai ditolak, berkas perkara kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Malang guna menjalani proses persidangan. Pelimpahan tersebut dilakukan lantaran kasus tersebut terjadi di wilayah Malang Raya, artinya proses persidangan juga harus dilakukan sesuai dengan TKP. 

Namun, yang cukup mengejutkan saat itu adalah korban yang tercatat dalam surat dakwaan hanya satu orang. Padahal dalam pemberitaan yang beredar, korban mencapai lebih dari 10 orang. 

"Patokan ada pada surat dakwaan yang diajukan penuntut umum. Saksi korban yang diajukan hanya saat orang," urai Indarto. 

Proses sidang sendiri berlangsung cukup lama. Jika dihitung sejak pertama kali kasus disidangkan, maka proses persidangan sendiri sudah berjalan hampir lima bulan. Setelah melalui proses panjang tersebut, tahapan sidang bakal segera masuk ke proses tuntutan yang sedianya akan digelar pada 20 Juli mendatang.

Sementara pada sidang terakhir, tim kuasa hukum Julianto tetap meyakini bahwa kliennya tidak melakukan apa yang dituduhkan. Mereka mengklaim bahwa dari sejumlah saksi yang dihadirkan oleh JPU, hanya ada satu yang bisa menjelaskan terkait detail waktu kejadian.

Namun, semua itu sudah terbantahkan lantaran pada waktu yang disebutkan posisi Julianto sedang berada di Singapura dan dibuktikan oleh paspor. 

"Intinya bahwa keterangan terdakwa memiliki kesesuaian dengan alat bukti seperti surat dan paspor. Maka dari itu, kami berkeyakinan bahwa terdakwa tidak melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan," kata tim kuasa hukum Julianto, Jefry Simatupang usai sidang di PN Malang, Rabu (6/7/2022). 

9. Catatan kelam kasus kekerasan anak di Lampung

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakUnit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung menangkap seorang ibu rumah tangga usai tega menganiaya anak kandungnya. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Kasus kekerasan melibatkan anak-anak masih menjadi permasalahan serius di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Beragam, mulai dari kejahatan eksploitasi hingga seksual acap kali ditemukan di kota berjuluk "Tapis Berseri" tersebut.

Pertengahan Februari lalu, satu kasus kekerasan anak sempat mendapat perhatian publik dialami MNR (10), bocah asal Kecamatan Telukbetung Selatan. Ia mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari sang ibu kandung berupa pemukulan hingga luka sayatan silet, serta tindakan eksploitasi menjadi juru parkir di minimarket

Kasus menimpa MNR diketahui hanya segelintir kekerasan menimpa anak-anak di Bandar Lampung. Pasalnya, berdasarkan pendataan pelaporan masyarakat dihimpun Komnas Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung diketahui cenderung terus meningkat 50 persen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir atau 2020-2022.

Diketahui sepanjang 2020 total 26 pelaporan kasus anak, 2021 total 34 kasus, 2022 22 pelaporan kasus diterima per 18 Juli. Rinciannya, pencabulan terhadap anak 30 kasus, penelantaran anak 3 kasus, sengketa anak 15 kasus, kekerasan fisik anak 11 kasus, sektor pendidikan 21 pelaporan, dan anak bermasalah dengan hukum (ABH) dipicu pelaporan laka lantas, dan pencabulan 2 kasus.

Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung Komisaris Polisi Dennis Arya Putra mengamini kasus kekerasan melibatkan anak sepanjang 2022 diterima kepolisian setempat cenderung meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, pihaknya akan terus memaksimalkan penindakan tiap temuan maupun pelaporan kasus menyangkut kejahatan terhadap anak secara maksimal hingga meja persidangan.

Seperti misalnya kasus dialami MNR, Unit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung telah melimpahkan berkas perkara tahap II atau P21 kepada Kejari Bandar Lampung dan ibu korban inisal EW (46) telah menerima vonis dari PN Tanjungkarang.

Untuk diketahui, hakim menjatuhkan terpidana hukuman kurungan penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, karena terbukti melakukan kekerasan terhadap MNR hingga mengakibatkan luka berat.

"Sudah tentu, tiap kasus mengancam anak kami kawal pada tindakan penegakan hukum yang tepat dan akurat, hingga diharapkan mengancam para pelaku dengan pasal maksimal sebagai efek jera pelaku-pelaku kejahatan anak lainnya," kata Dennis.

Berdasarkan pencatatan Unit PPA Satreskrim Polresta Bandar Lampung periode Januari-Juni 2022, Dennis mengungkapkan, kejahatan dan kekerasan menimpa anak di wilayah hukum setempat cukup beragam. Misalnya, kekerasan anak sebanyak 5 kasus, pencabutan 8 kasus, persetubuhan 4 kasus, hingga melarikan anak di bawah umur 1 kasus.

Pencatatan seluruh kasus-kasus tersebut diakui telah rampung dan diserahkan ke pihak kejaksaan, untuk disidangkan dengan capaian penanganan 85 persen. Selain itu, Dennis mengungkapkan umumnya kasus kekerasan anak dilakukan pelaku dari orang-orang terdekat korban, sehingga para orangtua diminta untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak.

"Kejadian dari hasil penyelidikan, banyak anak-anak ini menjadi korban akibat ulah satu lingkungan atau bahkan satu keluarga sendiri," ungkap Kasatreskrim.

Ketua Komnas PA Bandar Lampung Ahmad Apriliandi Passa mengatakan, tren kasus hukum melibatkan anak pada 2022 cenderung meningkat. Padahal, data diperoleh oleh Komnas PA Bandar Lampung baru per enam bulan pada Juli 2022.

"Lebih banyak dan trendnya semakin meningkat untuk pencabulan, kekerasan fisik, hingga sengketa anak," kata Andi, sapaan akrabnya.

Selain tiga kasus menjadi sorotan itu, kasus lain diketahui juga meningkat. Itu seperti penelantaran anak dan anak bermasalah hukum (ABH). Sementara dari data Komnas PA, pada 2020 total jumlah laporan diterima mencapai 26 laporan, di antaranya pencabulan sebanyak 9 kasus, penelantaran anak 2 kasus, sengketa anak 4 kasus, kekerasan fisik 2 kasus, dan pendidikan 9 laporan.

Kemudian di 2021, jumlah laporan yang masuk meningkat menjadi 34 laporan. Rinciannya, pencabulan sebanyak 15 kasus, penelantaran anak 1 kasus, sengketa anak 7 kasus, kekerasan fisik 3 kasus, dan pendidikan 8 laporan. Lalu di hingga 15 Juli 2022, jumlah laporan masuk ke Komnas PA Bandar Lampung mencapai 22 laporan, dengan catatan pencabulan sebanyak 6 kasus, sengketa anak 4 kasus, kekerasan fisik 6 kasus, ABH 2 kasus, dan pendidikan 4 laporan.

"Kasus-kasus melibatkan anak di Kota Bandar Lampung yang tidak terdata mungkin masih banyak. Namun jelas, ada kecenderungan mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya," tambah Andi. 

Terkait penanganan kasus melibatkan pelanggaran hak-hak anak, Kepala UPTD PPA Provinsi Lampung Amsir menambahkan, pemerintah daerah berperan mendorong kasus dengan proses hukum dan nonlitigasi atau mediasi. Namun bila kasus tergolong merupakan kejahatan luar biasa, maka sudah barang tentu pelaku ditangani dengan penegakkan hukum.

Selain itu, pihaknya juga bakal memberikan pendampingan konseling psikologis bagi korban anak hingga asesmen psikologis untuk kebutuhan proses hukum bagi aparat berwajib.

"Harus disadari, selain memberikan jerat hukum kepada pelaku, maka harus diketahui pemulihan psikologis bagi anak yang menjadi korban tak kalah penting. Ini agar korban tidak mengalami guncangan psikis ke depannya," ungkap dia.

Merujuk pencatatan UPTD PPA Provinsi Lampung, Amsir menjelaskan, kasus kekerasan anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Seperti terjadi di 2021 tercatat mencapai 134 kasus dan periode Januari-Juni 2022 terdapat 60 kasus. Catatan itu merupakan kasus rujukan ditangani UPTD setempat.

"Kalau kita bicara di tingkat daerah-daerah, artinya se-Provinsi Lampung hingga hari ini sudah mencapai 600 kasus di semester I 2022," terangnya.

10. Program Pemkot Makassar melindungi dan memenuhi hak anak

Awas, Darurat Kejahatan Seksual Mengancam pada Anak-AnakIlustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Setali tiga uang, kasus kekerasan pada anak di Kota Makassar Sulawesi Selatan masih terbilang tinggi. Dalam data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar, sejak Januari sampai 20 Juli 2022, ada 250 kasus kekerasan perempuan dan anak di mana sebanyak 79 persen atau sekitar 197 anak menjadi korbannya. 

Berdasarkan bentuknya, kekerasan terhadap anak masih didominasi kekerasan fisik sebanyak 34 persen dan kekerasan seksual 31 persen. Kemudian penelantaran sebanyak 10 persen yang disusul pencurian sebanyak 9 persen. Lalu kasus eksploitasi dan kekerasan psikis masing-masing 6 persen, kemudian trafficking 2 persen.

"Masih tinggi, masih hampir sama dengan tren yang terjadi di tahun 2021 di mana kasus-kasus yang paling dominan itu kekerasan fisik. Namun yang mengkhawatirkan karena peringkat kedua justru kekerasan seksual," kata Kepala UPTD PPA Kota Makassar Muslimin, Jumat (23/7/2022)

Kasus kekerasan anak memang masih menjadi PR besar. Sepanjang tahun 2021 lalu, tercatat ada 774 kasus kekerasan terhadap anak dengan presentasi 49,90 persen. 

Dengan tingginya kasus kekerasan terhadap anak itu, UPTD PPA kota Makassar mau tidak mau harus lebih proaktif dalam menangani kasus. Bukan hanya pada anak korban kekerasan fisik, UPTD PPA juga mendampingi anak yang berhadapan dengan hukum.

"Karena di Makassar faktanya ada beberapa anak kita yang terlibat dalam tindak pidana kekerasan, termasuk kekerasan fisik. Misalnya suka main busur-busur itu kita berikan juga pendampingan," kata Muslimin.

Bagi Muslimin, penegakan undang-undang perlindungan anak harus sejalan dengan penanganan kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Karena itu, anak menjadi salah satu prioritas utama untuk dilindungi.

"Karena anak adalah kelompok rentan yang sering mendapatkan tindakan kekerasan, pelecehan sehingga harus diberikan perlindungan. Faktanya memang di mana-mana tidak ada tempat yang nyaman buat anak kalau tidak ada perhatian dan perlindungan dari kita semua," katanya.

Hanya saja, lanjut Muslimin, upaya-upaya perlindungan anak kerap mengalami kendala, utamanya dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Salah satu masalahnya adalah masih adanya anggapan di masyarakat bahwa pelecehan seksual tabu sehingga keluarga malu dan enggan melapor.

Tantangan lainnya yaitu adanya anggapan bahwa kasus kekerasan, terutama kekerasan seksual bagi anak, bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Hal ini diperparah dengan faktor relasi ekonomi, relasi kuasa, relasi budaya hingga stratifikasi sosial ketika mengetahui pelakunya adalah orang terpandang. 

Tantangan lainnya, kata Muslimin, ada beberapa kasus yang ditangani di mana pelaku sudah hendak dihukum namun pelapor tiba-tiba menghilang. Padahal pihaknya tengah berupaya keras untuk menangani kasus itu.

"Setelah ditelusuri, ternyata dia sudah mendapatkan uang. Itu dianggapnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan," katanya.

Pada penanganan kekerasan fisik dan psikis, kata Muslimin, kendalanya lebih kepada pola pengasuhan dalam keluarga. Dari fakta yang ditemukan UPTD PPA Kota Makassar, anak-anak yang berkonflik dengan hukum tidak menerima pengasuhan yang layak dalam keluarga sehingga rentan mengalami kekerasan.

Ada juga anak yang karena terlahir dari pasangan tidak sah secara hukum dan agama maka tidak terurus secara maksimal. Menurut Muslimin, anak dengan kondisi tersebut rentan masuk di dalam pergaulan bebas. 

Tantangan lain adalah minimnya literasi orangtua dalam aspek teknologi informasi alias tidak melek digital. Padahal harusnya orangtua mampu memberikan edukasi kepada anaknya di tengah arus informasi yang pesat.

"Anak-anak kita rentan terhadap aspek pelecehan seksual online maupun eksploitasi. Malah sekarang pelakunya itu sudah bukan lagi hanya orang dewasa yang memperjualbelikan anak. Malah kami temukan beberapa kasus anak jual anak. Ini warning bagi kita semua," kata Muslimin.

Menurut Muslimin, pencegahan kasus kekerasan terhadap anak seharusnya dimulai dari keluarga dan lingkungan. Karena saat ini, boleh dikata hampir tidak ada ruang aman bagi anak. 

Di sekolah, anak rentan mengalami kekerasan. Bahkan di rumah yang harusnya jadi tempat paling aman juga bisa menjadi tempat terjadinya kekerasan. Pelakunya juga bisa orang terdekat.

Karena itu, Pemerintah Kota Makassar memiliki Program Jagai Anak Ta, istilah dalam bahasa lokal setempat. Program ini mengajak kepada masyarakat untuk terlibat dalam melindungi anak dan memenuhi hak-hak anak.

"Karena analisa kita menunjukkan bahwa salah satu faktor yang membuat anak-anak jadi rentan mengalami tindak kekerasan maupun jadi pelaku kekerasan karena sebagian hak-hak anak tidak terpenuhi secara maksimal," kata Muslimin.

Menurut Muslimin, walaupun pemerintah sigap menyiapkan layanan gratis bagi anak namun ketika masyarakat abai terhadap layanan itu juga percuma. Padahal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016.

"Orang yang melihat terlibat, mengetahui adanya tindakan kekerasan seksual bagi anak itu wajib untuk melaporkan. Malah kalau tidak dilaporkan bisa dijerat bahwa ia adalah termasuk yang melindungi pelaku kekerasan," katanya.

Tim penulis: Tunggul Damarjati (Yogyakarta), Azziz Zulkhairil (Jawa Barat), Ayu Afria Ulita Ermalia (Bali), Riani Rahayu (Kaltim), Hamdani (Kalsel), Alfi Ramadana (Jawa Timur), Tama Wiguna (Lampung), Fariz Fardianto (Jawa Tengah), Yuliani (Sumsel), Prayugo Utomo (Sumut), dan Ashrawi Muin (Sulsel). 

Baca Juga: Pabrik Kaltim 5 PKT Meledak, Perusahaan Sebut Ada Malfungsi Instrumen

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya