Ini Klarifikasi Perusahaan Kelapa Sawit, Berkonflik dengan Warga Adat 

Perusahaan sudah berusaha menawarkan kerjasama kemitraan

Balikpapan, IDN Times - PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) langsung menanggapi tudingan dilontarkan warga adat Dayak Modang di Kutai Timur (Kutim) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim). Mereka dituduh menyerobot lahan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai seluas 4 ribu hektare untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit.

“Selama ini, perusahaan sudah melaksanakan aktivitas bisnis sesuai prosedur,”  kata GM License & CSR SAWA Angga Rachmat, Sabtu (20/02/2021). 

Angga mengatakan, perusahaan melakukan pembebasan lahan konsesi di tahun 2009-2014. Saat itu, mereka melibatkan tim 9 Pemda Kutim, tiga kepala adat di area masuk konsesi; Desa Long Pejeng, Long Lees, dan Long Nyelong.

Konsesi SAWA berada di tiga desa Kecamatan Busang serta mendapatkan sertifikat HGU seluas  7.343 hektare. Operasional perusahaan dilengkapi sejumlah izin seperti izin lokasi, izin amdal, dan izin usaha perkebunan (IUP).

1. Kepala adat Long Bentuq meminta SAWA membayar denda adat sebesar Rp15 miliar

Ini Klarifikasi Perusahaan Kelapa Sawit, Berkonflik dengan Warga Adat Jumpa pers daring Walhi Kaltim dan Dayak Modang Long Wai, Jumat (19/02/2021). (IDN Times/Sri.Wibisono)

Permasalahan baru muncul pada tahun 2015 saat terjadi perubahan batas Desa Long Pejeng dan Desa Long Bentuq. Sebagian wilayah Desa Long Pejeng menjadi wilayah Desa Long Bentuq.

Kepala adat Long Bentuq lantas mewajibkan SAWA membayar denda adat sebesar Rp15 miliar. Masyarakat beranggapan perusahaan mengelola kawasan menjadi wilayah Desa Long Bentuq. 

Atas tuntutan ini, SAWA menolak memenuhi permintaan masyarakat adat. Perusahaan tidak mungkin memberikan ganti rugi dua kali atas objek yang sama.

“Karena lokasi tanah yang dipersoalkan tersebut sudah pernah diganti rugi, tentu kami tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut,” ungkap Angga.

Angga mengatakan, Pemkab Kutim lantas mediasi atas tuntutan Kepala Adat Dayak Long Bentuq. Kesimpulannya, perusahaan tidak diwajibkan membayar ganti rugi kepada masyarakat.

“Mediasi oleh Pemkab Kutai Timur pada tahun 2015. Kesimpulan saat itu, tuntutan tidak dapat dikabulkan,” paparnya.

“Diktum ketiga SK Bupati tahun 2015 tentang perubahan batas desa, telah ditegaskan bahwa hak-hak yang telah ada tetap berlaku dan diakui keberadaannya,” imbuhnya.

Angga menambahkan, Pemkab Kutim juga menyimpulkan bahwa klaim atas hak ulayat masyarakat adat Long Bentuq tidak dapat diakomodasi. Keberadaannya belum memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Adat.

Baca Juga: Resep Juhu Singkah, Kuliner Khas Dayak yang Bikin Ketagihan

2. Warga adat kembali meminta membayar denda adat sebesar Rp15 miliar

Ini Klarifikasi Perusahaan Kelapa Sawit, Berkonflik dengan Warga Adat Pemkab Kutai Timur melakukan mediasi antara warga adat dengan perusahaan (Dok. Jatam/Rupang)

Akhir tahun 2020, kata Angga, tuntutan Kepala Adat Dayak Long Bentuq kembali bergulir dengan permintaan denda adat sebesar Rp15 Miliar. Sebagai gantinya, SAWA menawarkan kerja sama kemitraan bagi masyarakat Desa Long Bentuq seperti percetakan persawahan, tanaman jagung, tanaman kelapa sawit, ternak sapi dan sebagainya.

Namun tawaran perusahaan ditolak Kepala Adat Dayak Long Bentuq.

Padahal Kepala Desa Long Bentuq beserta mayoritas masyarakat Desa Long Bentuq sudah menerima penawaran ini. 

3. Warga adat menutup akses jalan perusahaan

Ini Klarifikasi Perusahaan Kelapa Sawit, Berkonflik dengan Warga Adat Perkebunan kelapa sawit PT Subur Abadi Wana Agung di Kutai Timur Kalimantan Timur. (SAWA/Angga Rachmat)

Sejak 30 Januari 2021, Kepala Adat Dayak Long Bentuq lantas menutup akses jalan di Kilometer 16 Busan. Menurut Angga, penutupan tersebut membuat  SAWA kesulitan  menyalurkan produksi sawit serta mengganggu aktivitas masyarakat.

Meskipun begitu, Angga tetap membuka peluang kemitraan bagi masyarakat Long Bentuq. SAWA mempunyai berbagai program corporate social responsibility (CSR) dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM).

4. Warga adat menuduh perusahaan sawit menduduki tanah mereka

Ini Klarifikasi Perusahaan Kelapa Sawit, Berkonflik dengan Warga Adat Masyarakat Dayak Modang Long Wai di Kutai Timur (Dok. Jatam/Rupang)

Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai menyebut, perusahaan menduduki hutan adat mereka. Warga meminta negara memperhatikan nasib mereka mengingat hutan adat menjadi mata pencarian selama bertahun-tahun. 

“Perusahaan menduduki hutan adat Desa Modang sejak 2006 hingga sekarang,” kata Tokoh Dusun Modang Daud Luwing.

Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai turun-temurun menetap di Desa Long Bentuq Kecamatan Busang, Kabupaten Kutim. Populasi masyarakatnya hanya 250 jiwa dengan mata pencaharian berburu dan berladang.

Semasa 2006 silam, Kabupaten Kutim menerbitkan izin pembukaan perkebunan kelapa sawit seluas 14.350 hektare di Busang. Area perkebunan atas nama SAWA mengiris hutan adat warga seluas 4 ribu hektare.

Area ini yang selanjutnya dipersoalkan warga.

Baca Juga: 6 Fakta di Balik Tari Hudoq Khas Suku Dayak Bahau Kalimantan Timur

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya