IPW Mendesak Kapolri Menonaktifkan Sementara Kapolda Kaltara

Kaitan tuduhan pemerasan dalam kasus BBM ilegal di Tarakan

Balikpapan, IDN Times - LSM Indonesia Police Watch (IPW) meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan sementara Kapolda Kalimantan Utara (Kaltara) Inspektur Jenderal Pol Daniel Aditya dari jabatannya. Pemberhentian Kapolda Kaltara agar tidak mengganggu proses penyelidikan tuduhan pemerasan penyidik Polres Tarakan kasus BBM ilegal oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Kaltara.

"IPW mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan sementara Kapolres Tarakan AKBP Ronaldo Maradona dan Kapolda Kaltara Irjen Daniel Aditya dari jabatannya," kata Ketua IPW Sugeng Teguh dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/5/2023).

Kabid Humas Polda Kaltara Ajun Komisaris Besar Pol Budi Rachmad belum merespons tentang tuduhan IPW ini.

1. Kasus sudah ditangani Divisi Propam Polri

IPW Mendesak Kapolri Menonaktifkan Sementara Kapolda KaltaraIlustrasi uang (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Sugeng mengatakan, Divisi Propam Polri sudah menerima laporan tuduhan pemerasan kasus BBM ilegal di Polres Tarakan. Sehingga Polri mengirimkan penyidik Divisi Propam dibantu Bidang Propam Polda Kaltim dalam memeriksa Kapolres Tarakan AKBP Ronaldo Maradona dan Kasat Reskrim Tarakan Inspektur Satu Pol M Khomaini. 

Dalam proses pemeriksaan tersebut, Ia mengungkapkan mutasi Kasat Reskrim Tarakan menjadi pama di Direkrorat Intelkam Polda Kaltara. Selain itu, Kabid Propam Kaltara Komisaris Besar Pol Teguh Triwantoro pun mendadak dinonaktifkan hingga baru-baru ini jabatannya dipulihkan. 

Menurut Sugeng, mutasi mendadak dua pejabat di Polda Kaltara ini diduga ada kaitannya dengan proses penyelidikan pemerasan BBM ilegal Tarakan. Dalam keterangannya kepada IDN Times baru-baru ini, Sugeng mengaku mengantongi alat-alat bukti seperti rekaman kamera CCTV proses penyerahan uang dari pengusaha BBM Tarakan. 

Termasuk pula pengakuan pengusaha BBM ini saat diperiksa Divisi Propam Mabes Polri. 

Baca Juga: IPW Duga Kombes Teguh Dicopot Terkait Pemerasan oleh Kapolda Kaltara

2. Polri diminta proaktif mengusut kasus ini

IPW Mendesak Kapolri Menonaktifkan Sementara Kapolda KaltaraKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau langsung Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu, 7 November 2021. (dok. Humas Polri)

Sehubungan persoalan tersebut, Sugeng meminta Polri proaktif membekap proses penyelidikan pemerasan pengusaha BBM oleh oknum Polres Tarakan. Agar selain menonaktifkan sementara Kapolda Tarakan juga dengan pihak diduga terkait, dalam hal ini Kapolres Tarakan hingga Kasat Reskrim Tarakan. 

Kalaupun perlu bisa memanfaatkan teknologi terbaru penyelidikan seperti detektor kebohongan atau lie detector. Pasalnya, Teguh mengindikasikan adanya upaya pengaburan fakta tentang persoalan ini. 

Seperti contohnya adanya informasi di mana pengusaha korban pemerasan mencabut laporan tentang proses penyerahan uang sebesar Rp1 miliar kepada Kasat Reskrim Polres Tarakan. 

Menurut Sugeng, penyelidikan pemerasan tersebut bisa dimulai dari informasi tentang tuduhan penyuapan tersebut ke Polres Tarakan. 

"Pencabutan dan bantahan bisa dikonfrontir antara oknum penyidik dan korban," paparnya. 

3. Dugaan upaya pengaburan kasus

IPW Mendesak Kapolri Menonaktifkan Sementara Kapolda KaltaraKetua IPW (tengah) Sugeng Teguh Santoso ketika memberikan klarifikasi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada Kamis (25/8/2022). (IDN Times/Santi Dewi)

Lebih lanjut, Sugeng menemukan indikasi upaya pengaburan penanganan kasusnya agar bisa diselesaikan lewat jalur restorative justice (RJ). Agar pihak pengusaha diminta membuat laporan tentang tuduhan penyalahgunaan wewenang oleh salah satu anak buah perusahaan. 

Padahal di sisi lain, Polres Tarakan yang menggelar operasi tangkap tangan kapal memuat BBM ilegal pada 16 Februari 2023 lalu. Sedangkan pengusaha inisial F melaporkan tuduhan penggelapan BBM pada beberapa hari kemudian setelah penangkapan kapal. 

Sugeng menilai adanya dugaan rekayasa dalam kasus. Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri melarang penggunaan RJ dalam penanganan kasus OTT Polri. 

Menurutnya, hal tersebut masuk dalam obstruction of justice menurut hukum pidana. Apalagi ada informasi, pihak AB sebagai pelapor yang diperas mengakui tidak pernah mendapatkan administrasi penyidikan apa pun terkait perkara yang telah dihentikan atas dasar RJ.

Baca Juga: Uang Rp1,7 Miliar di Balik Polemik Internal Polda Kaltara

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya