Kisah Kakek Tua Penjaga Hutan Agroforestri di Kukar

Sendirian mengelola hutan seluas 1,5 hektare

Samarinda, IDN Times - Pepohonan setinggi puluhan meter tumbuh subur di dalam hutan kota di Jalan Pesut Bukit Biru Tenggarong Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim). Nuansanya teduh dengan embusan angin semilir disertai kicauan burung liar. 

Suasana hutan yang sebenarnya sudah mulai jarang bisa ditemui di Kaltim. 

Kawasan seluas 1,5 hektare ini adalah hutan agroforestri milik Suhendri (80). Selama bertahun-tahun, pria perantauan asal Jawa Barat ini menanami tanah garapannya dengan pelbagai jenis pepohonan berbatang keras dari Jawa.

Tujuannya mulia, agar anak cucunya di masa depan masih bisa merasakan keindahan alam hutan. 

“Kalau saya tidak ada lagi, saya titip pesan ke anak cucu, pohon atau hutan ini jangan pernah ditebang. Kecuali pohonnya memang tumbang. Silakan dimanfaatkan. Saya tidak rida kalau hutan ini harus hilang," ujar Suhendri dengan suara bergetar, Jumat (17/9/2021). 

Suhendri memang sudah tidak muda lagi, di usia senjanya mulai menggantungkan hidup bersama kedua putri dan menantu. Harapannya agar keluarganya mampu melanjutkan perjuangannya menjaga hutan demi kepentingan masyarakat luas. 

1. Selama 47 tahun dihabiskan untuk menjaga hutan

Kisah Kakek Tua Penjaga Hutan Agroforestri di KukarBapak tua bernama Suhendri (80) sendirian menjaga hutan agroforestri di Kutai Kartanegara. (IDN Times/Nina)

Suhendri muda merantau ke Kaltim sejak tahun 70 an di masa pulau ini masih dipenuhi hutan primer belantara Kalimantan. Di awal kariernya, ia bekerja di salah satu perusahaan kayu di Kaltim. 

Selama itu pula, Suhendri mengaku miris menyaksikan pembabatan hutan dengan begitu mudahnya. Pohon-pohon raksasa ditebang mempergunakan peralatan canggih demi keuntungan perusahaan semata. 

Sebagai seorang punya asal usul keluarga petani, jiwa Suhendri merasa berontak sehingga  memutuskan keluar dari pekerjaannya itu. 

“Waktu itu saya datang ke Kaltim karena tawaran pekerjaan. Ya pekerjaan itu di pabrik kayu. Miris saya lihat pohon ditebang tebang, saya milih keluar,” tutur pria tua ini. 

Di masa itu pula, Suhendri membeli sebidang tanah tanah seluas 1,5 hektare yang disulap menjadi agroforestri dengan pelbagai jenis tanaman pohon. Semenjak itu pula, seluruh hidupnya dihabiskan merawat kawasan hutan pribadinya ini. 

“Saya beli lahan ini dulu itu harganya masih Rp100 ribu per hektare dan saya ambil 1,5 hektare. Jenis pohon untuk agroforestri,  saya bawa langsung dari Jawa Barat," tegas Suhendri

Setiap enam bulan sekali, Suhendri memastikan hutannya ini aman dari gangguan masyarakat hingga ancaman kebakaran hutan. 

“Setiap 6 bulan, saya pasti cek hutan. Bersihkan daun keringnya. Itu untuk mencegah bencana kebakaran hutan. Saya pagarin juga, biar orang orang jahil gak masuk,” terangnya.

Setelah hampir 47 tahun hutan agroforestri semakin asri dan rindang. Suhendri mulai merawat hutan ini sejak tahun 1974 hingga sekarang ini. Rutinitas yang dilakukannya selama bertahun-tahun. 

Wajar saja bila pohon-pohon tersebut kini  sudah mencapai ketinggian puluhan meter. Peneliti dan akademisi dari dalam luar negeri berdatangan melakukan penelitian. 

Baca Juga: Puluhan Kios Samarinda Digusur, Pedagang Nyaris Bentrok dengan Satpol 

2. Terkendala kebutuhan operasional perawatan hutan

Kisah Kakek Tua Penjaga Hutan Agroforestri di KukarHutan agroforestri di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. (IDN Times/Nina)

Suhendri termasuk manusia langka dan tersisa dalam menjaga lingkungan. Bukan perkara gampang merawat hutan seluas 1,5 hektare secara mandiri tanpa memperoleh bantuan dari siapa pun.

Apalagi dari sisi ekonomi, pria tua ini bukan termasuk golongan orang yang berada. Pekerjaannya ya itu, merawat hutan sendirian tanpa bantuan dari negara. 

Pernah juga di suatu saat, Suhendri dikecewakan salah satu instansi di Kaltim menjanjikan akan mengucurkan bantuan bagi masyarakat yang menjaga hutan. Total bantuan diberikan lumayan besar hingga mencapai Rp1 miliar. 

Tetapi ia akhirnya harus menelan pil pahit. 

“Waktu salah satu universitas datang ke sini, saya ditanya, sudah terima gak duit Rp1 miliar bantuan untuk masyarakat yang menjaga hutan? Jelas saya jawab tidak pernah. Biar itu yang ambil malu sekalian,” tuturnya. 

Suhendri hanya bisa meluapkan kekesalannya dengan membuat tulisan-tulisan di atas batang pohon yang sudah mati. 

“Menjaga hutan ini kan juga butuh operasional. Seperti, alat alat pembersih, untuk perawatan hutan, bahkan berbagai macam obat untuk menjaga pohon tetap kuat, tapi pemerintah diam saja," kesalnya. 

3. Hutan Suhendri kerap dikunjungi peneliti luar negeri

Kisah Kakek Tua Penjaga Hutan Agroforestri di KukarBapak tua bernama Suhendri (80) sendirian menjaga hutan agroforestri di Kutai Kartanegara. (IDN Times/Nina)

Meski tidak didukung oleh pemerintah, kakek Suhendri tidak terlalu mempermasalahkan dengan semangat menjaga hutan. Apalagi semenjak banyak mahasiswa asing melakukan penelitian di hutan ini, salah satunya berasal dari Jepang bernama Takeshi. 

Mahasiswa ini melakukan penelitian tentang kandungan produksi oksigen di lingkungan hutan sekaligus memetakan pelbagai jenis kayu. 

“Saya terbantu itu waktu ada anak mahasiswa Jepang yang meneliti di sini. Jadi sekalian semuanya bisa diteliti," bebernya.

Takeshi sudah kembali ke negara asalnya serta meraih gelar profesor pertanian dari salah satu universitas di Jepang. Meskipun begitu, hubungan Suhendri dengan Takeshi tetap terjalin akrab hingga kini. 

Tanpa diminta pun, Suhendri mengaku memperoleh kiriman uang sebesar Rp1 juta per bulan dari Takeshi. 

“Takeshi sering telepon, sering komunikasi, bahkan sering kirim uang tiap bulan untuk saya di sini. Saya terharu,” jelasnya.

4. Hutan ini sempat ditawar seharga ratusan miliar rupiah

Kisah Kakek Tua Penjaga Hutan Agroforestri di KukarPondok dalam hutan agroforestri di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. (IDN Times/Nina)

Padahal kalau mau bergelimang harta bukan perkara sulit bagi Suhendri. Ia tinggal mengiakan penawaran sejumlah pengusaha yang berniat membeli hutan agroforestri ini. 

Jangan pula kaget, harganya bisa mencapai ratusan miliar rupiah untuk sebidang tanah seluas 1,5 hektare. Entah untuk tujuan apa, para pengusaha ingin membeli hutan milik Suhendri ini. 

Tetapi uang segunung ini tak membuat Suhendri tergiur. Ia dengan tegas menolak untuk memenuhi amanah sudah diberikan Presiden Soekarno di masa lalu. 

“Saya tidak butuh uang itu, saya butuh masyarakat sehat tanpa harus kekurangan oksigen yang bersih. Saya ini penyambung lidah rakyat. Dan saya amanah dengan pesan Bapak Soekarno. Beliau minta saya jaga hutan di negeri ini,” kisahnya.

Bahkan suatu saat, Suhendri berniat membangun pondok di dalam hutan yang akan dinamainya dengan istilah study caffe. Suatu tempat di mana semua orang bisa belajar tentang arti penting lingkungan bagi kehidupan manusia. 

Mimpi yang akan diwujudkan bersama dengan sahabatnya dari Jepang. 

“Ini semua jerih payah mahasiswa Jepang itu. Sedikit sedikit bangunnya, pelan pelan. Ini di targetkan buat anak anak muda yang mau meneliti hutan kita. Belajar sama sama anak muda nanti,” pungkasnya.

Baca Juga: Antisipasi Karhutla, Polda Kaltim Pasang Kamera Pemantau Asap

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya