Penelitian Unmul Temukan Nanoplastik dalam Kandungan Ikan 

Terdampak maraknya sampah plastik perairan laut

Balikpapan, IDN Times - Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda melakukan penelitian tentang dampak sampah plastik bagi ekosistem perairan laut di Kalimantan Timur (Kaltim). Penelitian menemukan adanya kandungan partikel nanoplastik dalam lambung maupun usus ikan di sejumlah lokasi penelitian, di perairan laut di Balikpapan maupun Bontang. 

Nanoplastik merupakan partikel plastik yang ukurannya lebih kecil dari 330 mikron sedangkan mikroplastik adalah partikel plastik yang diameternya 330 mikron.

"Kami melakukan penelitian tentang bahaya sampah plastik bagi keanekaragaman hayati perairan laut. Saat dilakukan penelitian di dalam lambung dan usus ikan ditemukan nanoplastik," kata Dosen Bidang Ekotoksikologi/Pencemaran Perairan Unmul Ir Ghitarina, M.Sc, Selasa (31/5/2022). 

1. Keberadaan sampah makroplastik dan mesoplastik di pantai Balikpapan

Penelitian Unmul Temukan Nanoplastik dalam Kandungan Ikan Ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Ghitarina mengatakan, mahasiswa Unmul menggelar penelitian tentang keberadaan makro sampah laut (marine debris) di perairan Kaltim pada tahun 2021 lalu. Kerja sama antara Unmul, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim menyurvei kondisi sejumlah pantai, di antaranya Pantai Manggar dan Le Grendeur Balikpapan. 

Penelitian difokuskan dalam pengamatan keberadaan sampah non organik di pantai Balikpapan. Hasilnya, temuan sampah plastik di dua pantai tersebut adalah sampah plastik jenis makroplastik (25 mm - 1 m) dan mesoplastik 5 mm - 25 mm).

Sampah-sampah plastik tersebut, kata Ghitarina merupakan sampah buangan rumah tangga masyarakat yang terbawa aliran sungai terbawa hingga ke perairan laut. Sampah plastik ini ada yang sebagian terbawa kembali lagi ke pantai dan mayoritas mencemari laut. Sampah-sampah ini yang sekarang menjadi ancaman serius bagi pantai di Balikpapan. 

"Hanya pantai yang ada pengelolanya saja yang relatif lebih bersih. Sedangkan pantai tanpa ada pengelola kondisinya penuh dengan sampah," ungkapnya. 

Di dunia perikanan, bahan mikroplastik dan nanoplastik sudah dikenal memberikan pengaruh negatif pada habitat ikan. Dengan menutup tempat ikan ikan mencari makan, mengganggu pertumbuhan telor ikan, hingga merusak ekosistem perairan kawasan laut. 

2. Penelitian sampah mikroplastik dan nanoplastik di pantai Kaltim

Penelitian Unmul Temukan Nanoplastik dalam Kandungan Ikan Penelitian sampah plastik di laboratorium Universitas Mulawarman Samarinda. Foto Universitas Mulawarman

Berdasarkan hasil penelitian makroplastik tersebut, Ghitarina menyebutkan, Unmul pun lebih spesifik dalam melakukan penelitian tentang persoalan sampah di perairan Kaltim tahun 2022 ini. Masih bekerja sama dengan KLHK dan DLH Kaltim, mereka memfokuskan penelitian tentang keberadaan mikroplastik dan nanoplastik di perairan Balikpapan dan Bontang.  

Hipotesis awal mereka menyimpulkan, polutan sampah plastik tersebut sudah mencemari perairan laut Kaltim selama berpuluh-puluh tahun lalu. Sampah plastik itu luruh ke dalam lamun, karang, maupun sedimen yang menjadi habitat alam bagi ikan-ikan di perairan laut. Bahkan diduga ikan-ikan ini juga mengonsumsi lumut tumbuh di lamun dan karang yang terkontaminasi mikroplastik dari sampah buangan. 

"Penelitian ikan di TPI Balikpapan, ada mikroplastik pada ikan baronang dalam organ pencernaan, lambung, dan usus ikan. Kami menghilangkan unsur organik dan muncul plastik," papar Ghitarina. 

Ghitarina mengatakan, manusia memang tidak mengonsumsi bagian lambung maupun usus dari ikan. Tetapi berdasarkan penelitian membuktikan, partikel nanoplastik tersebut tidak seluruhnya terbuang dalam bentuk kotoran ikan. Menurutnya, sebagian partikel plastik tersebut larut dalam darah dan daging ikan. Zat kimia dalam ikan yang tercemar ini yang sangat berbahaya saat dikonsumsi manusia.

Beberapa jurnal kesehatan menyebutkan, mengonsumsi ikan sudah tercemar nanoplastik secara terus menerus berpotensi menimbulkan penyakit kanker, gagal organ liver, maupun ginjal pada manusia. Dampak negatif ini akan terlihat pada kurun waktu belasan hingga puluhan tahun ke depan.   

Baca Juga: Warga Balikpapan Diminta Sukseskan Sensus Penduduk 2020 Lanjutan

3. Penelitian peluruhan air minum dalam kemasan pada ikan

Penelitian Unmul Temukan Nanoplastik dalam Kandungan Ikan akuratnews

Berpatokan penelitian dua tahun ini, Unmul menyatakan akan melanjutkan penelitian lebih spesifik tentang dampak langsung partikel plastik dalam air minum kemasan pada ikan konsumsi. Mereka ingin memastikan, apakah peluruhan mikroplastik galon air minum kemasan tersebut membawa dampak langsung pada ikan-ikan yang hidup di dalamnya. 

Caranya cukup sederhana, kata Ghitarina, para mahasiswa akan memelihara beberapa jenis ikan di dalam wadah galon air minum kemasan selama kurun waktu tertentu. Guna mengetahui besaran peluruhan partikel wadah plastik pada ekosistem lingkungan, khususnya ikan. 

Penghujung penelitian, mereka akan membedah lambung dan usus ikan guna memastikan adanya partikel nanoplastik yang bisa membahayakan manusia. 

"Kelanjutan penelitian sampah plastik nantinya akan lebih spesifik tentang nanoplastik pada ikan. Penelitian rencananya akan kami lakukan pada tahun depan," paparnya. 

4. Ancaman sampah plastik di Kaltim

Penelitian Unmul Temukan Nanoplastik dalam Kandungan Ikan Penelitian sampah plastik di Pantai Manggar Balikpapan Kaltim. Foto Universitas Mulawarman

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat persentase sampah rumah tangga yang terus meningkat. Kaltim, setidaknya memproduksi 2 ribu ton per hari dengan asumsi 0,5 kilogram dari total keseluruhan jumlah penduduk Bumi Etam yang jumlahnya mencapai 4 juta jiwa.

Asumsi penghitungan produksi sampah menjadi acuan KLHK  yakni kisaran 0,3 kilogram hingga 0,7 kilogram per penduduk dalam satu wilayah.  

Adapun total produksi sampah di Kaltim setengah di antaranya adalah jenis non organik, yakni terdiri dari bahan plastik, logam, dan kertas.  "Setengah dari sampah tersebut adalah non organik," kata Kepala Seksi Inventarisasi RPPLH DLH Kaltim Noor Utami. 

Utami mengatakan,  produksi sampah sudah menjadi persoalan serius bagi masyarakat di kota/kabupaten Kaltim. Terutama soal dampaknya pada pemanfaatan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang terus menyusut. Sejumlah kebijakan strategis harus segera ditetapkan, agar bisa mengerem jumlah produksi sampah di masing-masing kota dan kabupaten di Kaltim. 

Seperti dilakukan Pemprov Kaltim, dengan merevisi 2 peraturan daerah yang khusus mengatur soal pengelolaan sampah di masyarakat. Aturan daerah tersebut disesuaikan dengan pemberlakuan Undang-Undang tentang Sampah dan UU Cipta Kerja. 

Dalam penerapan perda itu, menurut Utami, Pemprov Kaltim ingin menjajaki pengaturan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang selama ini hanya mengikuti ketentuan nasional. Tentunya hal tersebut akan menyulitkan daerah dalam memberikan perlindungan pada masyarakat.

Seperti mengatur soal penataan galon, pemasangan keranjang, hingga proses pengembalian galon ke masing-masing retail. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga kualitas air minum dalam air minum kemasan dari paparan sinar matahari maupun benda lain memiliki aroma tajam.  

"Selama ini kami sulit mengatur tentang produsen air kemasan. Mereka (retail) selalu beralasan akan menyampaikan permintaan kami pada produsen. Padahal produsen tersebut tidak memiliki kantor di Kaltim," papar Utami.

Di sisi lain, DLH Kaltim pun menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi guna melakukan penelitian tentang ancaman mikroplastik bagi tubuh manusia. Dengan harapan agar masyarakat memperoleh edukasi serta data yang lengkap tentang bahaya peluruhan plastik.

5. Data volume sampah plastik nasional 2021

Penelitian Unmul Temukan Nanoplastik dalam Kandungan Ikan Ilustrasi sampah di laut. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Pelbagai sumber mencatat data produksi sampah plastik nasional pada 2021 lalu terbagi dalam tiga jenis, yakni PP (polypropylene), PET (polyethylene terephthalate), dan PC (polycarbonate). Sampah-sampah plastik ini mayoritas berasal dari produk AMDK di Indonesia. Polusi sampah plastik AMDK menjadi krisis yang belum teratasi sampai hari ini di Indonesia. Sempat ada data menyebutkan, produk AMDK menyumbang 328.117 ton dari 11,6 juta ton sampah plastik sepanjang tahun 2021.

Plastik jenis PP yang biasa ditemukan pada air mineral kemasan gelas berkontribusi pada produksi sampah sebanyak 66.170 ton dari total timbulan sampah plastik nasional. Sejumlah 6.769 ton di antaranya berasal dari limbah produk salah satu merek ternama.

Sedangkan jenis plastik PET pada botol air minum kemasan sekali pakai mencatatkan 163.114 ton dari semua merek AMDK. Sebanyak 51.548 ton atau sekitar sepertiga dari total timbulan tersebut berasal dari merek produsen AMDK multinasional.

Selain itu, sampah AMDK berbahan PC menyumbang sebanyak 99.013 ton dari timbulan sampah plastik AMDK nasional. Salah satu produsen galon guna ulang multinasional menyumbang sebanyak 38.530 ton, atau lebih dari 10 persen dari total timbulan sampah plastik AMDK nasional 2021.

Plastik jenis PC atau polikarbonat berpotensi mengancam kesehatan karena mengandung BPA (bisfenol A). Bahkan, saat ini, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyusun peraturan pelabelan kemasan produk AMDK yang mengandung BPA.

Data yang diolah berbagai sumber menunjukkan produksi air minum kemasan gelas mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya dengan timbulan sampah 46 ribu ton, atau hampir sepertiga dari total timbulan sampah industri air kemasan bermerek. Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan plastik, 'komplemen' dalam penjualan air minum gelas, yang notabene lebih mudah tercecer di lingkungan. Pada segmen ini, market leader industri air kemasan berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik.

Data juga menunjukkan produksi air kemasan botol sekali pakai mencapai 5,5 miliar botol per tahun dengan volume sampah sebesar 83 ribu ton, atau hampir separuh timbulan sampah plastik industri air kemasan bermerek. Separuh dari timbulan sampah pada segmen botol ini merupakan sampah market leader.

Seperti diketahui, para pakar sudah melaporkan tentang hasil penelitian dampak buruk migrasi BPA bagi kesehatan manusia, termasuk mengganggu perkembangan otak, berkontribusi pada perkembangan sel kanker, dan gangguan endokrin dan metabolik seperti diabetes melitus.

Baca Juga: Polresta Balikpapan Ungkap 34 Kasus Narkotika Sepanjang Bulan Mei 2022

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya