Sejarah Kesultanan Bulungan, Penguasa Borneo yang Terlupakan

Kesultanan ini wilayahnya mencapai Filipina 

Bulungan, IDN Times - Mungkin sebagian orang tidak mengenal kerajaan ini. Ya, Kesultanan Bulungan adalah kerajaan yang dulunya pernah menguasai wilayah pesisir Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara (Kaltara). Kesultanan Bulungan berdiri pada tahun 1731 dengan raja pertama mereka bernama Wira Amir. 

Tak banyak buku sejarah yang membahas tentang kesultanan yang wilayahnya dulu hingga Kepulauan Filipina lho. Kesultanan Bulungan terlupakan seiring berjalannya waktu. Untuk itu, pada artikel kali ini kami akan bahas mengenai sejarah Kesultanan Bulungan, berikut di antaranya.

1. Sejarah Kesultanan Bulungan

Sejarah Kesultanan Bulungan, Penguasa Borneo yang TerlupakanKesultanan Bulungan Anugerahi Mensos Risma Gelar Adat “Adji Nasyrah Maliha”. (dok. Kemensos)

Bulungan merupakan nama sebuah kesultanan atau kerajaan yang berada di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Sejarah Kesultanan Bulungan berawal pada tahun 1771, di mana raja pertamanya yaitu Sultan Amril Mukminin yang berasal dari Sulawesi. Wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan meliputi seluruh wilayah di Provinsi Kalimantan Utara.

Meliputi Tarakan, Nunukan, Bulungan, Malinau, hingga Tana Tidung. Bahkan sejumlah orang menyebutkan, wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan menjangkau Serawak Malaysia dan Filipina. 

Sampai saat ini, sudah ada sebanyak 13 generasi raja Kesultanan Bulungan yang memerintah dengan bergelimpang kekayaan hasil hutan, laut perbatasan Kalimantan dan sungainya. 

Masa jaya Kesultanan Bulungan diraih mulai tahun 1771 sampai dengan 1938. Hal yang patut diacungi jempol dari kesultanan ini adalah bisa tegak berdiri tanpa menarik upeti penduduk di wilayahnya. Menariknya, Kesultanan Bulungan bahkan memiliki ratusan pasukan yang terlatih dengan senapan hingga meriam. Tujuannya adalah untuk mengusir perompak yang marak di perbatasan.

Baca Juga: Kesultanan Berau sebagai Simbol Sejarah Islam di Kaltim

2. Masa Penjajahan

Suatu hari Kolonial Belanda masuk ke Kalimantan, meski demikian hal ini tidak mampu menggoyahkan eksistensi dari Kesultanan Bulungan pada saat itu. Bahkan keberaadaan tentara penjajah justru dapat memperkuat pertahanan dan keamanan dari kesultanan tersebut.

Pada akhirnya, Belanda menawarkan keamanan Kesultanan Bulungan, namun dengan perjanjian keamanan yang telah disepakati antar kesultanan Bulungan dengan Kolonial Belanda. Belanda diperbolehkan untuk mengeksploitasi sumber minyak dan gas dari Kesultanan Bulungan. Akan tetapi, hasil penjualan sumber energi tersebut dibagi dengan Kesultanan Bulungan.

Selanjutnya pendapatan tersebut digunakan untuk membangun jalannya pemerintahan dan pendidikan keluarga raja. Kedekatan Belanda dengan Kesultanan Bulungan dibangun dengan baik, bahkan rakyat sekitar tidak ada yang merasakan kerja paksa atau bentuk penindasan lainnya.

3. Tragedi pembantaian dan keruntuhan kesultanan

Namun, pada saat terjadinya konfrontasi melawan Malaysia, akhirnya hal tersebut menjadi cikal bakal kehancuran Kesultanan Bulungan. karena dianggap melakukan afiliasi dengan negeri jiran. Petinggi tentara di pulau Kalimantan menuduh seluruh keluarga dari Kesultanan Bulungan membantu berdirinya Malaysia yang pada saat itu mendapat dukungan dari Inggris.

Tuduhan tersebut berakhir tragis karena sebagian besar anggota kerajaan di eksekusi.

Brigadir Jenderal Suharyo memerintahkan seluruh anak buahnya untuk membantai Kesultanan Bulungan tanpa alasan yang jelas. Kemudian tentara bersama rakyat menjarah seluruh harta benda Kesultanan Bulungan termasuk ratusan benda antik buatan Tiongkok dan Eropa.

Selanjutnya istana yang sudah ratusan tahun berdiri dibakar tanpa sisa.

4. Raja terakhir Kesultanan Bulungan

Datuk Abdul Hamid merupakan salah satu keluarga Kesultanan Bulungan yang tersisa. Beliau sendiri berjuang mempertahankan warisan sejarah Kesultanan Bulungan yang nilainya tidak kalah jika disandingkan dengan kerajaan di Nusantara lainnya.

Datuk Abdul Hamid sudah berulang kali menyurati para pemimpin pemerintah sejak zaman Abdurrahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono. Namun tidak satu pun menanggapi suratnya.

Datuk Abdul Hamid selaku keturunan raja terakhir hanya memohon agar Pemerintah Indonesia menjaga tapak sejarah Kesultanan Bulungan seperti halnya kerajaan lain.

Bahkan ia meminta pemerintah membangun kembali istana Kesultanan Bulungan yang hancur tak tersisa. Adapun estimasi dana yang dibutuhkan sekitar Rp3 miliar. Tujuan dibangunnya istana tersebut adalah sebagai objek wisata sejarah agar masyarakat juga mengenal adanya Kesultanan Bulungan.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Kutai sebagai Peradaban Tertua di Indonesia

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya