Warga Ongko Asa Kutai Barat Menolak Penambangan Batu Bara

Para tetua adat diminta mencabut surat rekomendasi

Balikpapan, IDN Times - Masyarakat warga Kampung Ongko Asa, Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menegaskan penolakan mereka atas izin tambang batu bara PT Kencana Wilsa (KW) di wilayah adat, kebun, dan hutan mereka.

“Kami juga menyesalkan rekomendasi yang dikeluarkan Pemerintah Kampung, Badan Perwakilan Kampung (BPK), dan Kepala Adat Ongko Asa atas penambangan batu bara di kampung kami Kampung Ongko Asa,” kata perwakilan warga, Markus diberitakan Antara,  Sabtu (16/7/2022).

1. Rekomendasi penambangan batu bara tayang bulan Juli 2022

Warga Ongko Asa Kutai Barat Menolak Penambangan Batu BaraIlustrasi tongkang angkut batu bara. IDN Times/Mela Hapsari

Rekomendasi No.540/298/Rekom.Pem.DA/VII/2022, baru dikeluarkan Juli 2022 ini berupa persetujuan kepala kampung, BPK, dan kepala adat atas penambangan batu bara di Ongko Asa, sesuatu yang sudah ditolak warga sejak tahun 2010.

Pada tahun 2010 lampau tersebut, Bupati Kutai Barat mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT KW melingkupi wilayah Kampung Ongko Asa, kampung yang dihuni masyarakat adat Tunjung.

Selain Ongko Asa, juga dimasukkan ke dalam konsesi tambang itu kampung-kampung rumpun Asa lainnya, yaitu Kampung Muara Asa, Geleo Asa, Pepas Asa, Juaq Asa, dan Muara Benangaq.

“Semua kampung ini berada dalam kawasan Gunung Layung di mana ada hutan adat kami,” kata Markus.

Baca Juga: Berstatus Zona Merah, Balikpapan Evaluasi Izin Konser dan Keagamaan

2. Terdapat sumber mata air dan penghidupan masyarakat

Warga Ongko Asa Kutai Barat Menolak Penambangan Batu Barailustrasi hutan Borneo (Unsplash.com/ Jeremy Bezanger)

Di dalam hutan adat ada sumber mata air, ada berbagai sumber penghidupan seperti buah-buahan, rotan, hewan-hewan, hingga tanaman obat-obatan. Dan pada 2010 tersebut seluas 5010 hektare lahan, termasuk Hutan Adat Hemaq Bojoq di Gunung Layung, semuanya dimasukkan konsesi pertambangan tanpa sepengetahuan warga ataupun meminta pendapat warga.

Sejak saat itu juga masyarakat menyatakan penolakannya. Mereka mempertahankan kebun, hutan, sumber mata air,  dan juga mata pencarian warga.

Namun perusahaan juga tak menyerah. Dari beberapa pertemuan dengan warga PT KW menyebutkan telah melakukan sosialisasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dari tambang yang direncanakan tersebut.

Warga tetap dengan tegas menolak. Pada 12 Juli 2018 warga Ongko Asa menyatakan sikap penolakan terhadap PT KW dengan surat resmi 01.PWK-OngkoAsa/IV/2018. Selain tempat hidup dan kehidupan warga, penolakan atas tambang juga untuk menghindari sengketa dengan kampung lain yang berbatasan dengan Ongko Asa, di mana batas-batas antar kampung belum lagi disepakati.

3. Warga meminta para tetua adat mencabut rekomendasi tambang batu bara

Warga Ongko Asa Kutai Barat Menolak Penambangan Batu BaraIlustrasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Penolakan itu mendapat respons Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Pada Agustus 2018 warga diundang untuk berdialog dengan PT KW difasilitasi Sekretaris Provinsi. Dalam pertemuan bersama perwakilan warga, PT KW berkomitmen untuk tidak menambang di wilayah kampung Ongko Asa.

“Komitmen ini dituangkan dalam surat PT KW Nomor:012/KW-Smd/Dir/IV/2018. Dalam ijin lingkungan yang diterbitkan oleh DPMPTSP Kutai Barat juga tidak memasukkan Kampung Ongko Asa dalam operasi produksi PT Kencana Wilsa.

Namun demikian, tutur Markus, upaya membujuk warga agar setuju tidak berhenti. Sejak 2018, PT KW mulai membangun jalan angkut batu bara (jalan hauling) dan jetty (dermaga) bahkan sebelum mengantongi izin lingkungan. Bujukan itu diikuti dengan intimidasi seperti penyerobotan lahan.

Sampai akhirnya pada 12 Juli 2022 lalu, PT KW mendapatkan surat rekomendasi dari Pemerintah Kampung Ongko Asa untuk menambang batu bara di wilayah administratif kampung Ongko Asa.

“Itu jelas kebijakan yang diambil secara sepihak tanpa melibatkan seluruh warga Kampung Ongko Asa,” tegas Renaldo, wakil warga lainnya.

Warga tetap tegas menolak. Dalam pertemuan Adat Berinuq, mereka mengultimatum Kepala Kampung, BPK, dan Kepala Adat agar segera mencabut rekomendasi tersebut atau akan dicabut mandatnya oleh warga.

Baca Juga: Jembatan Teluk Balikpapan Menuju Nipah-nipah Segera Dibangun

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya