BPJS Kesehatan Dekati Millennial dengan Media Sosial

Kontrak dengan faskes bisa diputus jika layanan tak maksimal

Samarinda, IDN Times- Perkembangan internet kian masif, hidup manusia pun makin praktis. Digitalisasi itupun turut menyasar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Demi mendekatkan diri dengan masyarakat, entitas tersebut saat ini makin eksis dengan media sosial seperti Facebook, Instagram dan Twitter. Tak hanya itu, terobosan lain BPJS Kesehatan ialah mobile JKN BPJS Kesehatan. Aplikasi tersebut bisa diunduh di Playstore atau Appstore.

“Manfaatnya banyak, misalnya bisa melakukan pendaftaran pelayanan kesehatan di faskes (fasilitas kesehatan) tingkat pertama lalu membayar iuran sesuai kanal pilihan. Masih banyak lagi, intinya tak perlu antre,” terang Kepala BPJS Kesehatan Cabang Utama Samarinda, Octavianus Ramba.

1. Dekati warga dengan dua skema pelayanan

BPJS Kesehatan Dekati Millennial dengan Media SosialIDN Times/Yuda Almerio

Walau demikian, aplikasi tersebut lebih mudah masuk ke kalangan millennial yang lebih familiar dengan digitalisasi. Bagaimana dengan generasi baby boomers yang lahir pada 1946-1965 atau generasi X yang lahir pada 1965-1980. Sebagian dari mereka tentu bisa mengikuti, namun lainnya bisa jadi tidak. Belum lagi mereka yang berada di kawasan pinggiran atau pedalaman. Apa solusinya?

Octa, sapaan karibnya, tak menampik hal tersebut. Itu sebabnya, di loket BPJS Kesehatan pihaknya punya petugas yang selalu menyampaikan informasi terkait pelayan terbaru. Meskipun demikian jika ada keluhan telah tersedia hotline telepon yang siap menerima kapan saja pengguna kartu membutuhkan.

“Jadi kami mendekatkan diri dengan masyarakat menggunakan skema pelayanan langsung dan tak langsung,” singkatnya.

Baca Juga: Klaim BPJS Belum Dibayar, RSUD Bantul Terpaksa Utang Ke Bank 

2. Kontrak kerja sama faskes bisa diputus jika tak maksimal

BPJS Kesehatan Dekati Millennial dengan Media SosialIDN Times/Yuda Almerio

Dia mengatakan, hingga saat ini, BPJS Kesehatan Cabang Utama Samarinda maupun nasional masih menerima 20 persen keluhan, sisanya ialah angka kepuasan dengan persentase 80. “Satu atau dua keluhan masih kami terima,” katanya.

Berbicara mengenai ketidakpuasan pengguna kartu, lanjutnya, BPJS Kesehatan memang punya tim sendiri. Ada yang menerima langsung di kantor, ada juga di lapangan. Namanya, walk through audit (WTA).

Dari situ, nanti akan diketahui, pelayanan yang diberikan fasilitas kesehatan (faskes) maksimal atau tidak.

“Hasil WTA inilah yang akan dipakai dalam menilai indeks kepatuhan faskes. Angkanya naik tentu kerja sama berlanjut, jika tidak, bisa berhenti. Apalagi jika keluhan masyarakat selalu terulang dengan isu yang sama,” pungkasnya.

Baca Juga: Dua Bulan, Tunggakan BPJS Kesehatan Samarinda Mencapai Ratusan Miliar

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya