Catat! Begini Aturan Sengketa Hasil Pilkada yang Bisa Dikawal ke MK

Samarinda, IDN Times - Pungkas sudah kenduri demokrasi di Kota Tepian. Warga pun telah menentukan kandidat pilihannya.Total ada tiga pasangan yang berlaga di Pilkada Samarinda.
Mereka adalah Muhammad Barkati-Darlis Pattalongi dengan nomor urut satu, kemudian pasangan Andi Harun-Rusmadi berada di urutan kedua dan terakhir Zairin Zain-Sarwono dengan nomor urut tiga.
Dari ketiganya pasangan Andi Harun-Rusmadi masih unggul suara. Namun selisihnya tak begitu besar, kondisi ini bisa memancing sengketa pilkada.
“Kalau selisih suara tipis, tentu punya potensi (sengketa pilkada),” ujar Herdiansyah Hamzah, Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) saat dikonfirmasi pada Kamis (10/12/2020) sore.
1. Lebih dari satu persen tak bisa diterima MK
Menukil data dari pilkada2020.kpu.go.id, pasangan Andi-Rusmadi unggul dibandingkan kandidat lainnya. Raihan suara yang diperoleh pasangan ini 36,3 persen dengan total 61.742 suara.
Sementara paslon nomor urut 2 tersebut dibuntuti Zairin Zain-Sarwono, pasangan nomor urut 3, yang medapatkan 33,7 persen atau 57.393 suara. Pasangan nomor urut satu, Muhammad Barkati-Darlis Pattalongi berada di 30,0 persen dengan capaian 50.949 suara. Kondisi tersebut menunjukkan hasil tipis. Karena antara peraih suara tertinggi dan terbanyak kedua, hanya selisih 4.349 suara. Sedangkan antara suara tertinggi dengan terendah selisih 10.793 suara.
Hingga saat ini, proses rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU masih berlangsung berjenjang. Itu sebab Herdiansyah Hamzah juga sepakat jika warga tetap menjaga kondusivitas dan menunggu hasil sahih real count KPU Samarinda.
“Kalau mau pasti, mesti menunggu hasil akhir real count KPU. Apakah selisih suara kisaran paling banyak 1 persen atau tidak. Kalau lebih dari 1 persen, itu tidak memenuhi ketentuan,” tutur Herdiansyah.
Baca Juga: [BREAKING] Andi-Rusmadi Menang Pilkada Samarinda Versi LSI Denny JA
2. Tahapan sengketa pilkada diatur dalam undang-undang
Beleid sengketa pilkada diatur di dalam Pasal 158 ayat (2) huruf c UU 10/2016 tentang Pilkada. Jika memenuhi unsur, lanjutnya, bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya, jika mengacu dengan aturan tersebut maka pengajuan sengketa hasil hanya dapat diajukan jika terdapat perbedaan paling banyak 1 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir oleh KPU.
Jika tak sesuai, bisa dipastikan MK akan menolak permohonan perkara perselisihan tersebut. Ketentuan ini diperkuat oleh Peraturan MK Nomor 6/2020 tentang Tata Cara Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pilkada.
“MK tentu saja akan berusaha menggali terlebih dahulu mengenai informasi, mencari bukti-bukti, dan memperoleh keterangan, apakah hasil perhitungan suara KPU sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau tidak,” imbuh Herdiansyah.
3. Penghitungan suara tahap akhir harus dikawal demi hindari kecurangan
Herdiansyah menambahkan, mengenai kemenangan kandidat versi hitung cepat lembaga survei tak bisa dijadikan patokan. Itu sebabnya warga harus tetap menunggu perhitungan suara resmi KPU Samarinda.
“Harus dikawal prosesnya, agar tidak terjadi kecurangan,” pungkasnya.
Baca Juga: Tunggu Hasil Hitung Resmi, KPU Samarinda Minta Warga Jaga Kondusivitas