Demo Tolak Omnibus Law, Mapala IAIN Samarinda Pilih Kamping di Hutan

Unjuk rasa penolakan lebih fokus dengan urusan lingkungan

Samarinda, IDN Times - Tak selamanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law  berakhir dengan keributan. Puluhan mahasiswa pencinta alam dari Institut Agama Islam Negeri Samarinda (dulunya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri/STAIN) demo dengan cara berbeda. Mereka berkemah di tengah hutan sebagai bentuk resistensi terhadap kebijakan pemerintah yang tak berpihak kepada kelompok marjinal.

“Penolakan kami fokus dengan urusan perlindungan lingkungan dan alam,” ujar Doddy Alpayet dari Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam (Gempa) IAIN Samarinda saat dikonfirmasi pada Senin (26/10/2020) petang.

1. Hutan dan alam harus dijaga demi keberlangsungan hidup masyarakat

Demo Tolak Omnibus Law, Mapala IAIN Samarinda Pilih Kamping di Hutanilustrasi kamping di hutan (unsplash.com/Tommy Lisbin)

Aksi damai ini mengambil tempat di batuan tebing alam, Air Terjun Berambai, Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara. Dari pusat kota sekitar satu jam tujuh menit dengan jarak tempuh 28 kilometer. Materi dari penolakan tentu tak lain bertalian dengan urusan lingkungan dan alam. Harus dijaga kelestariannya.

“Hutan ini harus tetap dijaga sebab jika tidak masyarakat sendiri yang akan merasakan dampaknya. Salah satunya minimnya air bersih,” tuturnya.

Baca Juga: Gegara Kritik Pemerintah, Aktivis Merah Johansyah Diserang Buzzer

2. Unjuk rasa lebih fokus dengan persoalan lingkungan

Demo Tolak Omnibus Law, Mapala IAIN Samarinda Pilih Kamping di HutanPuluhan mahasiswa pencinta alam dari Institut Agama Islam Negeri Samarinda saat memasang spanduk penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law (Dok. Gempa IAIN Samarinda/Istimewa)

Lebih lanjut, dia menerangkan, setelah berlakunya Omnibus Law masyarakat tak lagi memiliki hak untuk keberatan terhadap dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau andal pada suatu proyek. Pasalnya hak itu dihapus dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu. Hak tersebut hilang karena Omnibus Law telah mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Salah satunya yaitu Pasal 26 ayat 4 UU PPLH.

“Undang-undang ini tak lagi selaras dengan kode etik mahasiswa pencinta alam yang selama ini dijadikan landasan oleh para mapala,” tegasnya.

3. Masyarakat dan pemerhati lingkungan harus dilibatkan dalam penyusunan andal

Demo Tolak Omnibus Law, Mapala IAIN Samarinda Pilih Kamping di HutanRibuan mahasiswa dan pelajar di Kaltim unjuk rasa di depan DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Dia menambahkan, jika Pasal 26 PPLH hilang maka pemerhati lingkungan serta masyarakat tak lagi dilibatkan dalam penyusunan dokumen andal.

“Sudah seharusnya untuk hal krusial, warga ikut serta di dalamnya,” pungkasnya.

Baca Juga: 5 Fakta Jembatan Pulau Balang, Ditarget Kelar Februari 2021

Topik:

  • Anjas Pratama

Berita Terkini Lainnya