Duit Gratifikasi Dikembalikan, Pengamat: Kasus Berlanjut ke Meja Hijau
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times - Bekas petinggi DPRD Kaltim periode 2009-2014 berinisial EW (66) ditetapkan tersangka oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Samarinda sepekan lalu atau pada 3 Februari 2020.
Itu terjadi setelah penyidik menemukan keterlibatan EW dalam perkara dugaan penyelewengan dana hibah Pemprov Kaltim tahun anggaran 2013.
Dalam prosesnya EW yang ditetapkan tersangka itu mengembalikan duit yang pernah diterima sebesar Rp100 juta. Sayangnya langkah itu tak berguna sebab kasus tetap berjalan.
“Polisi bakal melanjutkan kasus ini hingga meja hijau,” kata pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah kepada IDN Times pada Senin (10/2).
1. Sudah biasa tersangka banyak alasan untuk pembelaan
Perkara gratifikasi diatur dalam Pasal 12b UU 31/1999 juncto UU 20/2001 tentang Tipikor. Kata Herdiansyah, pasal selanjutnya 12c memang mengatur soal gugurnya perkara bila tersangka mengembalikan duit gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan polisi. Sehingga tak ada alasan penyidik menghentikan kasus.
Tak hanya itu perkara ini juga sudah lama, belum lagi status EW sudah tersangka. Artinya polisi punya cukup bukti untuk menyangkakan EW, sehingga kasus tetap berlanjut bukan sebaliknya.
“Sudah biasa dalam peristiwa hukum seperti ini banyak alasan yang bisa disampaikan oleh tersangka,” katanya.
Baca Juga: Dugaan Gratifikasi, EW: Saya Terima sih, tapi Sudah Dikembalikan
2. Penyidik punya kewajiban membuktikan tudingan gratifikasi
Castro pun menyarankan, ada baiknya pembelaan itu disampaikan kepada penyidik atau hakim saat bersidang nanti. Sebab, dua figur inilah yang bisa memerifikasi tersangka terlibat atau tidak dalam dugaan gratifikasi tersebut.
“Kasus ini kan hasil pengembangan dari sebelumnya, mestinya pembuktian saja di pengadilan karena buktinya sudah cukup,” imbuhnya. Dengan kata lain, penyidik punya kewajiban membuktikan tudingan gratifikasi tersebut.
3. Apakah tersangka hanya menerima gratifikasi atau terlibat di dalam praktik curang itu?
Perlu diingat dalam kasus ini, EW diduga mendapatkan gratifikasi dari Eko Susanto, pemilik Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) Eksekutif Insentif. Saat perkara itu terjadi EW masih berstatus sebagai anggota DPRD Kaltim dan merupakan ketua Komisi IV yang membidangi pendidikan.
Modusnya terbilang sederhana, Eko meminta bantuan dan dan EW menyanggupi. Duit hibah Pemprov Kaltim yang mengalir saat itu Rp500 juta ke LPK Eksekutif Insentif. Jika lolos, EW dijanjikan menerima 20 persen dari Rp500 juta atau Rp100 juta.
Namun dalam prosesnya, Eko meninggal dunia dan sesuai Pasal 77 KUHP, kasus dihentikan karena tersangka telah tiada.
“Benar, tapi untuk kasus Eko saja, bukan EW. Kalau dia, tetap berlanjut 'kan hasil pengembangan,” tegasnya kemudian menambahkan, yang menarik dari kasus ini ialah, apakah EW hanya menerima gratifikasi atau terlibat langsung dalam praktik lancung tersebut?
“Ingat gratifikasi, suap dan korupsi punya derajat berbeda,” pungkasnya.
Baca Juga: Diduga Terima Gratifikasi, Bekas Petinggi DPRD Kaltim Jadi Tersangka