Duka Tahanan Politik Papua, Tak Ada Akes Komunikasi dan Ibadah

Berharap bisa pulang ke Papua dan bertemu keluarga

Balikpapan, IDN Times - Tujuh tersangka kasus dugaan  makar dipindahkan dari rumah tahanan (rutan) Polda Papua ke rutan Mapolda Kaltim. Mereka tiba Balikpapan pada 4 Oktober 2019.  Alasan pemindahan itu adalah persoalan keamanan saat bersidang nanti.

Ketujuh tahanan politik itu adalah Buktar Tabuni, Agus Kossay, Fery Kombo, Alexander Gobay, Steven Itlai, Hengki Hilapok, dan Irwanus Uropmabin. Besar harapan mereka agar bisa kembali ke Papua agar dapat berinteraksi dengan keluarga. Demikian disampaikan Ni Nyoman Suratminingsih salah satu kuasa hukum tersangka saat dihubungi IDN Times pada Kamis (14/11)  lewat sambungan telepon.

1. Nyaris dua bulan para tersangka tak diberikan akses komunikasi

Duka Tahanan Politik Papua, Tak Ada Akes Komunikasi dan IbadahIlustrasi penjara (IDN Times/Sukma Shakti)

Ni Nyoman dan rekan-rekannya membesuk ketujuh tahahan politik Papua tersebut di Mapolda Kaltim pada Rabu (13/11). Sebelumnya, mereka juga pernah mengunjungi para tersangka pada Oktober lalu.

"Mereka begitu rindu dikunjungi keluarga. Mereka juga tertekan secara psikis karena jauh dari kampung halamannya," katanya.

Sebelumnya, kata dia, pihak kepolisian menolak permintaan keluarga untuk memulangkan tujuh tahanan politik Polda Papua. Alasannya, langkah pemindahan ke Kaltim tersebut demi melindungi kepentingan umum yang lebih besar pasca terjadinya kerusuhan di Papua pada bulan Agustus 2019.

Pada prinsipnya pihaknya menghargai langkah preventif pihak kepolisian untuk melindungi kepentingan umum, namun langkah tersebut juga harus memerhatikan sisi kemanusiaan dan dan kondisi psikologis para tersangka. Maklum jarak Papua dan Kaltim itu tak dekat, ada 2.464 kilometer harus dilalui. Biaya dan jarak menjadi alasan keluarga tak bisa berbuat banyak.

"Sampai detik ini, mereka tak diberikan akses komunikasi. Mereka sempat meminta namun dari Polda Kaltim ada SOP untuk tersangka akses komunikasi harus melewati kuasa hukum," sebutnya.

Baca Juga: Akhir Perjalanan Soekarno, dari Supersemar Hingga Tahanan Politik

2. Pemindahan tersangka tidak sesuai prosedur dalam KUHAP

Duka Tahanan Politik Papua, Tak Ada Akes Komunikasi dan IbadahKuasa hukum para tahanan politik asal Papua Ni Nyoman Suratminingsih bersama kolega dan aktivis (Dok.IDN Times/Istimewa)

Ni Nyoman menambahkan sudah sewajarnya jika para tersangka, meminta untuk dipulangkan mengingat sejak awal proses pemindahan dari rutan Polda Papua ke Polda Kaltim pada 4 Oktober 2019 hanya didasarkan pada surat Direskrimum Polda Papua Nomor :B/816/X/RES.1.24/2019/Direskrimum, tertanggal 4 Oktober2019.

Langkah itu dinilai menyalahi prosedur sebab jika merujuk pada ketentuan Pasal 84 dan 85 KUHAP bahwa Pengadilan Negeri atau Kejaksaan Negeri yang memiliki wewenang untuk mengatur pemindahan tahanan.

"Karena itu pemindahan tahanan terhadap klien kami menyalahi prosedur,” jelasnya.

3. Selain komunikasi, akses ibadah juga tak diberikan

Duka Tahanan Politik Papua, Tak Ada Akes Komunikasi dan IbadahIlustrasi penjara (michiganradio.org)

Bahkan, dia menyatakan, selama 1,5 bulan berada di Mapolda Kaltim, mereka tak mendapatkan akses terhadap rohaniawan. Bahkan akses ibadah Sabtu dan Minggu juga tak diperoleh.

Hal tersebut diketahui dari pengakuan para tersangka. Lebih lanjut, ketujuh tahanan politik Papua yang ditahan di Rutan Polda Kaltim sebagian besar adalah aktivis. Sekali lagi, harapan mereka hanya satu, bisa pulang ke Papua.

"Kami selaku kuasa hukum berharap pihak kepolisian memulangkan mereka kembali ke Polda Papua untuk menjalani proses hukumnya di sana sehingga selama ditahan dapat sewaktu-waktu dikunjungi keluarganya,” tutupnya.

Baca Juga: Pemindahan 7 Tahanan Papua ke Polda Kaltim Tak Didampingi Kuasa Hukum

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya