Hilirisasi Industri Sawit di Kaltim Masih Terkendala Infrastruktur

Pengusaha makin maksimal jika dapat dukungan pemerintah

Samarinda, IDN Times - Pemprov Kaltim memperpanjang kerja sama sektor sawit dengan perusahaan asal Jerman hingga Maret 2023. Korporasi ragam usaha ini bernama Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Meski demikian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kaltim belum mengetahui perihal adendum kontrak itu.

“Harusnya pengusah kelapa sawit juga mendapat informasi,” ujar Pembina GAPKI Kaltim Azmal Ridwan saat dikonfirmasi pada Selasa (19/1/2021) sore.

1. Produksi sawit Kaltim tahun ini diprediksi terus meningkat

Hilirisasi Industri Sawit di Kaltim Masih Terkendala InfrastrukturBishnu Sarangi dari Pixabay" target="_blank">Ilustrasi pohon kelapa sawit (Pixabay.com/Sarangib)

Dirinya pun menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, potensi sawit Kaltim begitu besar. Tak hanya dari bahan bakunya tapi juga sektor ini menyerap banyak tenaga kerja. Dari informasi dihimpun IDN Times, perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu penolong dunia ketenagakerjaan di Kaltim. Di tengah maraknya pekerja yang dirumahkan karena pandemik COVID-19, sektor ini justru mampu menyerap 220.055 tenaga kerja baru. Jumlah itu berasal dari total areal yang mencapai 1,22 juta hektare, dengan produksi mencapai 18,34 juta ton, atau mencapai 20.776 kilogram per hektare. Sementara untuk proyeksi 2021 atau tahun ini dipastikan terus meningkat.

“Asal tidak digangguin dan harus didukung. Di GAPKI Kaltim sediri pengusaha sawit yang terdaftar hanya 118 saja, dan itu berkompeten semua,” tegasnya.

2. Jika berhasil produksi turunan sawit dipastikan harga jauh lebih murah

Hilirisasi Industri Sawit di Kaltim Masih Terkendala InfrastrukturIlustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Lebih lanjut, mantan ketua GAPKI Kaltim ini menuturkan lantaran potensinya besar maka provinsi ini sebenarnya juga berpotensi sebagai daerah pengekspor. Itu sebab minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dari Benua Etam harus bisa diolah mandiri. Dengan kata lain ada hirilisasi. Sehingga material sawit ini tak perlu lagi ke Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur atau Tanjung Priok, Jakarta.

“Bayangkan semua turunan CPO ada di Kaltim. Mentega misalnya berasal dari Kaltim tentu produk olahan sendiri jauh lebih murah,” tegasnya.

Baca Juga: Jelang 'New Normal', Cangkang Sawit Kaltim Kembali Diekspor ke Jepang

3. Hilirisasi sawit di Kaltim masih terkendala infrastruktur

Hilirisasi Industri Sawit di Kaltim Masih Terkendala InfrastrukturIlustrasi Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Sayangnya untuk merealisasikan hal tersebut Kaltim perlu kerja keras. Hingga saat ini Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kutai Timur yang diproyeksi sebagai pusat industri kelapa sawit belum juga optimal. Sayangnya persoalan wacana hirilisasi tak hanya itu saja, selain pelabuhan, infrastruktur pendukung juga harus tersedia. Mulai dari jalan, air bersih hingga listrik. Jika semua terwujud, otomatis investor bakal tertarik.

“Bayangkan saja Kaltim bisa mengirim produk turunan seperti lipstik, minyak hingga mentega. Pasti untungnya bisa lebih,” pungkasnya.

Baca Juga: Kaltim Lanjutkan Kerja Sama Kebun Sawit dengan Jerman

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya