Ijazah Bukan Prioritas, Kembangkan Sekolah Vokasi

Perusahaan ingin karyawan yang siap kerja

Samarinda, IDN Times - Pendidikan merupakan aspek penting dalam proses pembangunan. Sebab elemen tersebut mampu menciptakan sumber daya berkualitas. Peningkatan mutu sumber daya manusia memang wajib dilakukan, lantaran dalam prosesnya bisa memberikan efek berganda bagi ekonomi negara.

Hal itu sejalan dengan agenda Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo pada 2020 mendatang. Demikian dikatakan, Ketua Komisi IV DPRDKaltim, RusmanYakub.

“Makanya peningkatan mutu pendidikan itu sangat penting. Tabungan jangka panjang,” katanya, Senin (19/8).

1. Anggaran pendidikan harus murni urusan peningkatan mutu pendidikan, bukan yang lain

Ijazah Bukan Prioritas, Kembangkan Sekolah VokasiIDN Times/Arief Rahmat

Walaupun demikian, ketua DPW PPP Kaltim itu sadar benar, jika urusan pendidikan sangat kompleks. Tak hanya urusan peningkatan mutu pendidikan, pengembangan kualitas pendidik, peningkatan upah guru, tapi juga soal perbaikan infrastruktur sekolah, sarana mengajar hingga distribusi guru.

Sebab itu diperlukan akurasi data dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait neraca pendidikan di Kaltim, sebab bila dana pendidikan jadi ditambah dalam APBN 2020, dana pendidikan Benua Etam juga bisa ikut meningkat.

“Dari data tersebut rencana bisa disusun skema terbaik demi mendongkrak mutu pendidikan di Kaltim,” terangnya.

Kata dia, anggaran pendidikan sesuai amanat UU No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional maka pemerintah/pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen minimal dari APBD/APBN. 

Besaran angka APBD Perubahan 2019 Kaltim ialah Rp 13 triliun, maka 20 persen dari duit tersebut adalah milik pendidikan. Namun persoalannya, kata Rusman duit tersebut bukan murni untuk mengelola pendidikan, urusan diklat PNS juga masuk dalam anggaran itu, seharusnya tidak.

“Seharusnya murni membangun pendidikan guru, murid dan sekolah,” imbuhnya.

2. Sekolah vokasi menjadi prioritas

Ijazah Bukan Prioritas, Kembangkan Sekolah Vokasirawpixel.com

Kata Rusman, zaman berganti sebab itu diperlukan adaptasi. Senada dengan mutu pendidikan, bila melihat kondisi saat ini, sekolah berbasis kejuruan atau vokasi (kejuruan) dan perguruan tinggi vokasi harusnya mendapat tempat terbaik juga. Sayangnya itu belum dilakukan.

Berdasarkan data Kemenristekdikti pada 2019, Indonesia memiliki sekitar 4.686 perguruan tinggi. Sebanyak 90 persen lebih adalah perguruan tinggi (PT) dengan basis akademik seperti universitas, institut, sekolah tinggi sementara tak lebih dari 10 persen adalah PT vokasi seperti politeknik. "Jika presiden serius (pengembangan sekolah vokasi) maka tahun depan adalah pembuktiannya," tuturnya.

Dia berpendapat,  sudah seharusnya pemerintah mengedepankan pendidikan vokasi dan Kaltim juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Semua perusahaan saat ini menginginkan, karyawan yang siap kerja. "Jadi siswa atau mahasiswa itu tidak lagi mengandalkan ijazah, sertifikat kemampuan juga diperlukan," sebut mantan wakil ketua KNPI Kaltim.

Baca Juga: Pemerintah Pusat dan Daerah Diminta Serius Garap Pendidikan Vokasi 

3. Saat perusahaan tak lagi melirik ijazah, sertifikat dari pendidikan vokasi bisa menjadi penunjang

Ijazah Bukan Prioritas, Kembangkan Sekolah Vokasiwww.forbes.com

Dia menambahkan, bila saat ini ijazah tak lagi menjadi prioritas perusahaan. Maka, peluang ini juga yang harus dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sekolah kejuruan lewat sertifikasi.

Untuk itu, PT kejuruan seperti Polnes Samarinda juga perlu didorong untuk meningkatkan standarnya ke level nasional bahkan internasional, sehingga tahap selanjutnya bisa mengeluarkan sertifikasi terbaik pula bagi sekolah kejuruan.

"Ke depan pada 2020 pemerintah harusnya mulai berpikir untuk mengembangkan SDM berbasis kejuruan berkualitas bisa disiapkan. Kalau enggak, ya, jalan di tempat," terangnya.

4. Kesenjangan upah tenaga pendidik belum selesai

Ijazah Bukan Prioritas, Kembangkan Sekolah VokasiTheconversation.com

Lebih lanjut, Rusman juga menilai, hingga saat ini belum ada penyesuaian gaji bagi guru honorer. Sebab hingga sekarang ada saja yang mendapat upah di bawah standar, bahkan ada yang memperoleh ratusan ribu dalam sebulan.

Mereka masih menderita sebab selalu ada kesenjangan antara guru PNS dan non PNS, belum lagi pendidik di kawasan pinggir kota atau perbatasan dan swasta. “Padahal tak ada bedanya, mereka semua sama-sama mendidik murid. Mengapa harus ada dikotomi?” katanya heran.

Yang jelas politikus PPP itu paham benar dengan nasib para tenaga pendidik tersebut sebab dirinya juga pernah merasakan hal serupa. Pada tahun 1992–2002, Rusman merupakan seorang guru. Lantaran ingin memperjuangkan nasib rekan-rekannya itulah dia memilih terjun ke dunia politik lantaran tak ingin para guru semakin termarginalkan.

“Setiap orang (guru) tentu ingin hidup layak. Gaji ratusan ribu itu memang jauh sekali, bandingkan saja dengan pengabdiannya,” pungkasnya.

Baca Juga: 6 Prodi Unik di Sekolah Vokasi UGM Berprospek Kerja Menjanjikan

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya