Ini Kisah Penggali Makam Pasien Meninggal COVID-19 di Samarinda

Selalu siapkan enam lubang kubur setiap hari

Samarinda, IDN Times - Lamat-lamat azan subuh terdengar. Sejam lalu, Senen sudah terjaga dari tidurnya. Syahdan, ponselnya berdering. Kabar pasien virus corona atau COVID-19 meninggal dunia kembali diterima. Bapak tiga anak ini segera bersiap diri. Tak lama kemudian langkahnya berhitung menuju Taman Pemakaman Raudlatul Jannah di Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara. 

Lokasi tersebut merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi pasien COVID-19 di Samarinda. Selama tujuh bulan lebih, dia dan kawan-kawannya selalu siaga menggali kubur.

“Rumah saya dengan lokasi makam dekat saja. Alhamdulillah sampai sekarang kami semua sehat,” kata Senen mengawali kisahnya kepada IDN Times lewat sambungan telepon pada Senin (30/11/2020) sore.

1. Selalu siapkan enam lubang kubur setiap hari

Ini Kisah Penggali Makam Pasien Meninggal COVID-19 di SamarindaProses penggalian di Taman Pemakaman Raudlatul Jannah di Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara (Dok. BPBD Samarinda/Istimewa)

Menjadi penggali kubur bagi pasien COVID-19 yang meninggal tidak lah mudah. Perlu mental kuat. Maklum yang dikebumikan sebagian besar positif virus corona, karenanya waspada harus dijaga. Tak hanya itu, mereka juga harus tahan kantuk. Senen mengaku terkadang dibangunkan tengah malam, bahkan dini hari. Ketika itu terjadi, dirinya tak bisa berbuat banyak. Total ada sembilan orang penggali makam di Raudlatul Jannah.

“Kami kerja sama-sama, terkadang kami siapkan enam lubang kubur, tapi yang datang sembilan jenazah,” tuturnya.

Baca Juga: Begini Kata Warga Soal RTH Samarinda yang Hanya Tercapai 5 Persen

2. Satu lubang kubur diupah Rp500 ribu

Ini Kisah Penggali Makam Pasien Meninggal COVID-19 di SamarindaProses penguburan jenazah COVID-19 di Taman Pemakaman Raudlatul Jannah di Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara (Dok. BPBD Samarinda/Istimewa)

Bahkan pihaknya pernah menguburkan sepuluh orang dalam sehari pada Oktober lalu. Jumlah itu tertinggi sepanjang virus corona memawabah di Samarinda. Dari catatan Satgas COVID-19 ada 192 kasus kematian virus corona di Samarinda. Meski demikian tak semuanya berakhir di Pemakaman Raudlatul Jannah. Ada yang dikremasi ada juga yang dikebumikan di tempat lain. Nah, kata Senen, menggali satu lubang perlu waktu dua jam. Namun tergantung lagi kualitas tanah. Gali lubang kuburnya pakai cangkul dan sekop.

“Satu lubang kami diberi Rp500 ribu,” tegasnya.

3. Penggali kubur juga waswas dengan virus corona

Ini Kisah Penggali Makam Pasien Meninggal COVID-19 di SamarindaProses penguburan jenazah COVID-19 di Taman Pemakaman Raudlatul Jannah di Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara (Dok. BPBD Samarinda/Istimewa)

Selama berbulan-bulan menggali kubur makam pasien COVID-19, Senen mengaku khawatir. Utamanya terjangkit virus corona. Namun pekerjaan yang dia tekuni selama delapan bulan terakhir adalah tugas mulia. Pemerintah juga sudah menyiapkan sejumlah vitamin dan obat-obatan. Kendati begitu, dirinya juga punya harapan agar wabah ini cepat menghilang.

“Kami juga waswas Mas. Ke mana-mana tak bisa. Kita juga gak tahu kapan orang meninggal, jadi tidur tak pernah lelap,” akunya.

4. Keluarga tak perlu khawatir makam tertukar

Ini Kisah Penggali Makam Pasien Meninggal COVID-19 di SamarindaProses pemakaman di Jalan Serayu, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara (Dok.BPBD Samarinda/istimewa)

Setali tiga uang, Suprianto juga menuturkan hal senada. Persoalan khawatir selalu ada. Tapi dia tetap yakin, tugas yang diberikan kepadanya ini mulia. Semuanya dia serahkan kepada Allah. Pasalnya semua juga bakal kembali ke hadiratnya. Apa lagi tak semua tertarik dengan tugas ini.


“Kami juga sedih banyak yang meninggal. Kami harap virus ini berakhir,” tegasnya.
Dia menambahkan, menggali tanah kubur terkadang mudah, tapi juga sukar. Semua bergantung dengan jenis tanah. Jika tanah berbatu prosesnya lebih lama. Lain cerita jika hanya tanah dan pasir, jauh lebih cepat. Tiap kubur punya kedalaman beragam. Dari satu hingga dua meter lebih. Jarak makam satu dengan yang lain itu 60 sentimeter.

“Makam punya nama dan nisan, jadi tak mungkin tertukar. Keluarga tak perlu khawatir,” pungkasnya.

Baca Juga: Pandemik, Curhat Mahasiswa Samarinda Kangen Lakukan Ini di Kampus

Topik:

  • Anjas Pratama

Berita Terkini Lainnya