Jadi Biang Kerok Banjir Samarinda, Pengamat: Revisi Perda Sampah!

Perda sampah di Samarinda sudah tertinggal satu dekade

Samarinda, IDN Times - Persoalan sampah di Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) bukanlah hal baru. Bahkan material sisa yang tak diinginkan ini menjadi biang kerok banjir di ibu kota Kaltim. Banjir dan sampah menjadi dua hal yang tak terpisahkan. Pengamat tata kota, Farid Nurrahman pun sepakat dengan ihwal tersebut.

“Biang kerok banjir di Samarinda tak hanya minimnya drainase atau penumpukan sedimentasi. Banjir juga menjadi salah satu akar masalah yang harus diperhatikan,” ujarnya saat dikonfirmasi,  Selasa (25/9/2021).

1. DLH Samarinda mendapati ada 19,36 ton sampah terjaring dari Sungai Karang Mumus

Jadi Biang Kerok Banjir Samarinda, Pengamat: Revisi Perda Sampah!Pengamat Tata Kota, Farid Nurrahman (IDN Times/Yuda Almerio)

Sebagai informasi, selama dua bulan terkahir Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda mendapati ada 19,36 ton sampah terjaring dari Sungai Karang Mumus atau SKM. Belasan ton sampah ini bisa didapat setelah DLH memasang empat sistem jaring tangkap sampah. Total ada empat, tersebar di empat lokasi. Mulai dari Jembatan Gang Nibung Jalan dr Soetomo, Jembatan Baru Jalan KH Agus Salim, Jembatan II di Sungai Dama, serta Jembatan I di Jalan Gurami. 

Keempat jembatan ini berdekatan dengan permukiman warga, ada juga yang bersisian lingkungan pasar. Menurut Farid, hal tersebut memang wajar sebab secara kultural masyarakat di Kalimantan yang bermukim di sempadan sungai termasuk di Samarinda menjadikan sungai sebagai halaman belakang, bukan di depan.

“Kalau di depan, tak mungkin mereka buang sampah di sungai. Kebiasaan ini yang harus diubah,” tandas anggota dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Kaltim ini.

Baca Juga: Sehari Produksi 601 Ton, Sampah Jadi Biang Kerok Banjir Samarinda

2. Urusan buang sampah sembarangan bisa diminimalisasi dengan sosialiasi

Jadi Biang Kerok Banjir Samarinda, Pengamat: Revisi Perda Sampah!Warga RT 26 dan 27 Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, di sempadan Sungai Karang Mumus (SKM), Samarinda yang bakal direlokasi (IDN Times/Yuda Almerio)

Lebih lanjut, Farid menuturkan untuk mengubah kebiasaan buang sampah di sungai tersebut memang tak mudah. Pendekatan perlu dilakukan. Semua dimulai dari masyarakat. Tak hanya pemerintah yang bergerak, lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang lingkungan pun demikian. Dirinya meyakini bila sosialisasi terus-menerus dilakukan, bisa dipastikan perlahan-lahan bisa mengubah kebiasaan. Tak lupa juga diberikan reward atau insentif kepada masyarakat yang taat aturan.

“Selevel London saja masih memberikan insentif kepada warganya yang taat dengan aturan buang sampah. Jika ini bisa dilakukan dengan baik, sungai bersih. Potensi banjir juga bisa diminimalisasi,” tutur alumnus University of Greenwich Inggris, tersebut.

3. Perda Sampah Samarinda harus direvisi karena sudah usang

Jadi Biang Kerok Banjir Samarinda, Pengamat: Revisi Perda Sampah!Ilustrasi sampah (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Bicara soal aturan buang sampah, sebenarnya Samarinda sudah punya. Itu tertuang dalam Perda Samarinda No 2/2011 tentang Pengelolaan Sampah. Bahkan dalam Pasal 47 nyata diterangkan, pelanggar buang sampah sembarangan bisa dikenakan denda puluhan juta rupiah.

Itu terjadi bila oknum kedapatan membuang sampah sembarangan. Khususnya ke sungai, seperti Sungai Karang Mumus (SKM). Meski demikian aturan ini sudah usang. Satu dekade telah berlalu, ragam perubahan terjadi. Sehingga payung hukumnya juga memerlukan sentuhan perubahan. Farid pun memberi saran, ada baiknya Perda Sampah Samarinda tersebut segera direvisi.

“Banyak perda yang harus direvisi. Kota Samarinda sudah gak seperti dulu. Banyak perubahan terjadi. Harus ada aturan baru yang mengatur soal sampah ini,” pungkasnya.

Baca Juga: Awas! PKL Samarinda Jualan di Tepi Sungai Mahakam Terancam Pidana

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya