Komnas HAM Pertanyakan Keseriusan Negara Atasi Perkara Lubang Tambang

Minta KPK ikut turut tangan atasi persoalan ini

Samarinda, IDN Times- Sebanyak 1.735 lubang tambang  tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Lubang emas hitam itu merupakan bekas tambang maupun tambang yang saat ini masih berproduksi. Ironisnya, lubang itu mengundang petaka, sudah 35 nyawa melayang karenanya.

Kondisi inilah yang mengundang tiga komisioner dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengunjungi Kaltim. Mereka adalah Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, Mohammad Choirul Anam, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Hairansyah dan Wakil Ketua Bidang Eksternal Sandrayati Moniaga.

Ketiganya pun terkejut ketika melihat lubang tambang di kawasan Simpang Pasir, Palaran yang ternyata dekat dengan pemukiman warga.

1. Ajak KPK kerjasama atasi persoalan eks lubang tambang di Kaltim

Komnas HAM Pertanyakan Keseriusan Negara Atasi Perkara Lubang TambangJatam.org

Dia mengatakan, persoalan eks lubang tambang yang merenggut puluhan nyawa itu merupakan masalah serius sebab sudah masuk kategori gross negligence (kelalaian berat).

“Ada baiknya memang kerja sama dengan KPK bila melihat persoalan ini,” kata Choirul.

Dia menilai, masalah bekas liang tambang batu bara yang telah merenggut banyak nyawa itu dimensinya tak hanya pelanggaran HAM tapi juga soal tata kelola penutupan liang yang menganga.

Itu sebab pihaknya merasa perlu bantuan KPK lantaran sebelumnya Komnas HAM pernah lakukan kerjasama terkait korupsi berbasis lingkungan. “Biar bisa kelar,” tegasnya.

Choirul menyatakan, kolaborasi seperti itu penting dilakukan mengingat kejadian senada terus berulang. Itu bukan terjadi satu atau dua kali melainkan puluhan.

“Daripada terus menerus, enggak kelar-kelar nanti. Korbannya setiap waktu juga terus bertambah, lubang yang baru juga belum ditutup. Jadinya masalah ini pun tidak tutup-tutup jadinya,” ujarnya.

Ia kemudian menambahkan, “Padahal aturannya sudah jelas tidak membolehkan aktivitas tambang dekat dengan pemukiman. Semoga masalah ini cepat dibereskan demi menyelamatkan manusia dan merawat lingkungan.”

Baca Juga: Kadis ESDM: Berharap Kucuran Dana dari Pusat untuk Pengawasan Tambang

2. Mengapa negara membiarkan persoalan kerusakan lingkungan yang menelan banyak korban?

Komnas HAM Pertanyakan Keseriusan Negara Atasi Perkara Lubang TambangDok.IDN Times/ Istimewa

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Eksternal Sandrayati Moniaga menuturkan, pada dasarnya kunjungan Komnas HAM kali ini untuk melihat langsung bagaimana kondisi di lapangan.

Ternyata memang benar dekat dengan pemukiman. Tak hanya itu, pihaknya juga menyapa keluarga korban eks lubang tambang batu bara. Sebab sejak 2015 lalu pihaknya sudah memantau persoalan ini, belum lagi ketika ibu dari almarhum Reyhan Fajari melapor ke Komnas Ham dan melakukan pengaduan resmi.

“Sejak saat itu kami terus melakukan peninjauan dan sudah memanggil beberapa pihak terkait lalu mengeluarkan rekomendasi,” tuturnya.

Namun yang memprihatinkan sampai hari ini, kata dia, korban terus bertambah dan belum ada langkah konkret untuk menyelesaikan problem tersebut.

“Jadi kami sengaja datang lagi bersama dua komisioner dan juga beberapa staf untuk memahami lebih baik lagi masalah sebenarnya,” aku Sandra.

Pertanyaan terbesarnya ialah, “Mengapa masalah ini masih tidak berujung? Mengapa negara membiarkan persoalan kerusakan lingkungan seperti ini, yang telah memakan korban banyak.”

3. Lubang bekas tambang itu beban pemerintah, orangtua juga perlu mengawasi anak-anaknya

Komnas HAM Pertanyakan Keseriusan Negara Atasi Perkara Lubang TambangDok.IDN Times/Istimewa

Terpisah, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Hairansyah mengaku melihat sendiri lubang-lubang tambang yang menganga dan menunggu giliran reklamasi. Namun, Ancah—sapaan karibnya—menyebut itu merupakan konsekuensi logis dari proses pengerukan batu bara. “Yang menjadi soal ialah, pertambangan itu dekat dengan pemukiman,” tegasnya.

Dia mengaku, persoalan lainnya adalah anak-anak yang menjadi korban itu. Diperlukan langkah-langkah tegas tanpa harus saling lempar tanggung jawab. Pemerintah kabupaten ke pemerintah pusat atau ke pemerintah provinsi lalu ke perusahaan dan seterusnya. Karena itu sudah menjadi beban masing-masing daerah.

“Yang kami lihat langsung (lubang tambang) ini memang tak aman bagi anak-anak. Dan orangtua juga punya tanggung jawab penting mengawasi anak-anaknya. Tapi tak mungkin juga 24 jam,” tegasnya.

4. Rekomendasi Komnas HAM tak direspons polisi, pengusaha tambang juga pemerintah

Komnas HAM Pertanyakan Keseriusan Negara Atasi Perkara Lubang Tambangjatam.org

Pemerintah daerah sebagai penanggung jawab harus memastikan wilayahnya ramah untuk ditinggali. “Kan bukan masyarakat yang mendekati wilayah tambang, tetapi proses eksploitasi itu berada di tengah masyarakat,” papanya.

Ancah menambahkan, sebenarnya jika ingin mengurai persoalan, bukan hanya mengkritik kebijakan soal lubang-lubang tambang itu tetapi juga tindakan dari negara untuk mengatasi persoalan yang krusial ini.

Pada 2016 lalu Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi kepada banyak pihak termasuk kepolisian terkait problem itu. “Jika melihat korban yang terus berjatuhan berarti rekomendasi tidak dijalankan. Dengan kata lain, penegakan hukumnya tak ada, kemudian pencegahan dan simpati empati dari negara juga tak ada,” pungkasnya.

Baca Juga: Ribuan Lubang Tambang di Kaltim Menganga, Menanti Direklamasi

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya