Persoalan HAM dan Kasus Korupsi di Kaltim Mewarnai Lima Tahun Jokowi

Berharap persoalan HAM di Kaltim bisa dituntaskan

Samarinda, IDN Times - Bersama Ma'ruf Amin sebagai wakilnya, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo memerintah Indonesia untuk kali kedua. Kabinet  Indonesia Maju sudah sah terbentuk. Sebanyak 38 menteri telah dipilih. Sejumlah menteri bertahan dan melanjutkan membantu presiden selama 2 periode, namun sebagian berganti wajah baru.

Walaupun pemerintahan Jokowi selama lima tahun yakni periode 2014-2019 dianggap sukses dari segi pembangunan infrastruktur, namun tidak dengan sektor lain misalnya saja penyelesaian kasus hak asasi manusia (HAM).

"Di Kaltim ada 35 nyawa melayang karena lubang bekas tambang. Hingga sekarang penyelesaiannya belum jelas," kata Herdiansyah Hamzah, akademisi Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman (Unmul) yang juga penggiat anti korupsi, pada Rabu (23/10).

1. Janji presiden menuntaskan kasus HAM belum ditunaikan

Persoalan HAM dan Kasus Korupsi di Kaltim Mewarnai Lima Tahun Jokowipixabay.com/Geralt

Lima tahun Jokowi memerintah, lanjutnya, penuntasan kasus HAM di Indonesia dan Kaltim secara khusus, belum menemui titik terang. Padahal, dalam kampanye lima tahun lalu mantan gubernur DKI Jakarta itu janji mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM.

Dia pun heran apa yang membuat orang nomor satu di Indonesia itu bergeming, seolah tak melakukan apa-apa untuk persoalan HAM. Padahal sebagai presiden, Jokowi punya kendali utama dalam menyelesaikan perkara ini. 

"Tak hanya itu, dia bahkan punya perangkat dan instrumen yang memadai untuk mengambil tindakan hukum, baik dari sisi administrasi maupun aspek pidana," terang Castro, sapaan karibnya.

Kata Castro, sayangnya hal tersebut sama sekali tidak dilakukan. Bahkan aksi Kamisan Kaltim yang sudah berjalan 115 minggu juga tak mendapat respons dari pemerintah, padahal aksi itu berlangsung di depan kantor Gubernur Kaltim saban Kamis.

Lebih ironis, aksi Kamisan di Jakarta yang dimulai dari 2007 namun hingga sekarang ditengok pun tidak oleh pemimpin negara.

"Seharusnya sebagai pemimpin yang baik, pasti memberikan respons baik pula bukan diam saja," tuturnya.

Baca Juga: OTT KPK di Kaltim, Kementerian PUPR akan Pecat Personel yang Korupsi

2. Hasil survei GCB menempatkan parlemen sebagai lembaga terkorup

Persoalan HAM dan Kasus Korupsi di Kaltim Mewarnai Lima Tahun Jokowi(Ilustrasi korupsi) IDN Times/Sukma Shakti

Selain persoalan HAM, Castro juga menyoroti masalah korupsi. Penyelewengan duit negara itu bukan soal mental dan moral saja, tetapi juga sistem. Dalam survei Global Corruption Barometer (GCB) yang dirilis Transparency International Indonesia (TII), pada 2017 lalu menempatkan DPR sebagai lembaga paling korup dengan skor 54 persen, sementara DPRD tercatat 47 persen.

Para responden juga menilai birokrasi sebagai entitas terkorup dengan nilai 50 persen, selanjutnya ada Dirjen Pajak 45 persen, kepolisian 40 persen, kementerian 32 persen, pengadilan 32 persen, pengusaha 25 persen, dan tokoh agama 7 persen.

Sementara itu dari catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama 2017 ada 576 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun dan kasus suap senilai Rp 211 miliar, serta jumlah tersangka mencapai 1.298 orang. 

"Itu angka dua tahun lalu, sekarang sudah pasti bertambah. Terakhir itu ada OTT KPK di Kaltim," terangnya.

3. Empat kepala daerah dan satu hakim tersandung kasus korupsi di Kaltim

Persoalan HAM dan Kasus Korupsi di Kaltim Mewarnai Lima Tahun JokowiMantan Bupati Kukar Rita Widyasari yang tersandung dugaan kasus korupsi (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Walau demikian, tambah dia, kinerja KPK akan berubah setelah UU KPK disahkan. Bisa dipastikan publik Kaltim akan sangat sulit menemukan gebrakan KPK ke depan, termasuk untuk mengungkap kasus korupsi di sektor sumber daya alam.

Padahal, selama ini menurutnya lembaga antirasuah itu terbilang mampu mengungkap kasus-kasus korupsi di Kaltim yang dianggap publik hampir mustahil diungkap. Sebut saja kasus Suwarna AF (mantan gubernur Kaltim), Syaukani (mantan bupati Kukar), Samsuri Aspar (mantan wakil bupati Kukar) dan Rita Widyasari (bupati Kukar) dan Hakim Kayat di PN Balikpapan,  serta Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere 

"Yang pasti selepas revisi UU KPK ini sudah jelas bentuk kemunduran penanganan pemberantasan korupsi di Kaltim," pungkasnya.

Baca Juga: [BREAKING] KPK Tetapkan 3 Tersangka Proyek Pengadaan Jalan di Kaltim

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya