Masjid Shirathal Mustaqiem, Tertua dan Basmi Maksiat di Samarinda

Bentuknya khas Indonesia dan klasik banget

Samarinda, IDN Times - Masjid berwarna dominan kuning dan hijau ini nampak menonjol di antara bangunan sekelilingnya. Inilah Masjid Shirathal Mustaqiem, masjid tertua di Samarinda yang dibangun pada tahun 1881.

Sejarah panjang masjid ini bermula sejak masa Kesultanan Kutai.  Masjid didirikan oleh Said Abdurachman bin Assegaf yang memiliki gelar Pangeran Bendahara yang berupaya menjalankan syariat Islam di Samarinda yang pada masa lampau marak dengan perjudian.

1. Membasmi maksiat di Samarinda

Masjid Shirathal Mustaqiem, Tertua dan Basmi Maksiat di SamarindaIDN Times/Mela Hapsari

Proses pembangunan masjid ini memakan waktu sampai 10 tahun lamanya. Pada tahun 1891, Sultan Kutai Adji Mohammad Sulaiman, menjadi imam masjid pertama yang memimpin salat di Masjid Shirathal Mustaqiem ini.

Masjid ini dibangun sebagai upaya syiar Islam, dan untuk membasmi perjudian sabung ayam dan dadu, peredaran minuman keras di kawasan sekitar masjid dan juga adanya para menyembah berhala.

Pangeran Bendahara mendekati para penjudi, pemabuk, dan penyembah berhala ini untuk menjalankan syariat Islam. Pangeran Bendahara ini adalah seorang keturunan Arab asal Pontianak, Kalimantan Barat. Setelah berdirinya masjid ini, kawasan yang semula menjadi tempat maksiat menjadi lebih religius.

Baca Juga: 5 Potret Masjid Al Hikmah Khas Bali di Denpasar, Unik Banget!

2. Masjid ini pernah menjuarai Festival Masjid Bersejarah se-Indonesia

Masjid Shirathal Mustaqiem, Tertua dan Basmi Maksiat di SamarindaIDN Times/Mela Hapsari

Masjid ini pernah menjadi Pemenang ke-2 Festival Masjid Bersejarah se-Indonesia tahun 2003. Masjid ini kini menjadi tempat ibadah sekaligus tempat wisata religi populer di Samarinda, Kalimantan Timur. Masjid Shiratal Mustaqiem menjadi cagar budaya dan dilindungi UU no. 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya. 

Sebuah monumen kecil dibangun untuk menunjukkan prestasi dari masjid sekaligus mengenang nama-nama tokoh yang berperan dalam pembangunan masjid yang memberikan sumbangan untuk tiang-tiang utama masjid.

Sementara menara masjid yang berbentuk segi delapan setinggi 21 meter, merupakan sumbangan dari seorang mualaf Belanda, Henry Dasen pada 1901. 

3. Legenda nenek tua yang memasang tiang utama masjid

Masjid Shirathal Mustaqiem, Tertua dan Basmi Maksiat di SamarindaIDN Times/M.Idris

Sebuah kisah legenda juga mewarnai pendirian masjid ini. Saat pemasangan empat tiang utama masjid setinggi 7 meter dan terbuat dari kayu ulin menyulitkan warga yang bergotong royong membangun masjid. Saat itu muncullah seorang nenek yang menawarkan diri untuk memasang tiang utama atau saka guru masjid tersebut.

Awalnya tak seorang pun percaya bahwa nenek tua ini akan mampu memasang tiang utama masjid. Namun Pangeran Bendahara memberikan kesempatan kepada nenek tua ini. Syarat yang diminta nenek ini adalah tidak ada seorang pun yang  boleh menyaksikan proses pemasangan tiang utama masjid. Warga pun diminta pulang ke rumah.

Keesokan harinya warga terkejut karena ternyata tiang-tiang tersebut betul-betul telah terpasang, dan nenek tua tersebut tak diketahui keberadaannya.

4. Peninggalan bersejarah di Masjid Shirathal Mustaqiem

Masjid Shirathal Mustaqiem, Tertua dan Basmi Maksiat di SamarindaIDN Times/Mela Hapsari

Luas bangunan masjid sekitar 625 meter persegi, dan luas tanah 4000 meter persegi. Masjid ini berada di Jalan Bung Tomo, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda.  

Masjid ini memiliki arsitektur khas Indonesia. Ada teras di keempat sisinya dan berpagar kayu ulin pada bagian teras tersebut. Selain itu di bagian dalam terdapat 12 buah tiang penyangga masjid.

Bentuk dari menara masjid yang terbuat dari kayu ini juga unik dan berbeda dengan masjid-masjid lainnya. 

Peninggalan sejarah di masjid ini antara lain mihrab yang dibuat sekitar tahun 1894, serta ada pula Alquran kuno berusia sekitar 400 tahun, bahkan kotak amal yang telah berusia tua.

Masjid ini pernah beberapa kali mengalami renovasi yaitu pada tahun 1970, 1989, dan 2001. Renovasi ini tidak mengubah bentuk asli masjid. Pada awal berdiri masjid ini bernama Masjid Jami, kemudian pada tahun 1960 namanya diubah menjadi Masjid Shirathal Mustaqiem.

Baca Juga: Jadi Kiblat Pertama Umat Islam, Ini 5 Fakta Seputar Masjid Al Aqsa

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya