Kesultanan Berau sebagai Simbol Sejarah Islam di Kaltim

Kesultanan berdiri abad ke-14 Masehi

Tanjung Redeb, IDN Times - Kesultanan Berau merupakan suatu kerajaan yang berdiri di Kabupaten Berau Kalimantan Timur (Kaltim). Kesultanan Berau berdiri abad ke-14 dengan Baddit Dipattung yang menjadi pemimpinnya dengan menyandang gelar Aji Raden Suryanata Kesuma berpusat di Sungai Lati.

Nah, untuk mengenal lebih jauh tentang Kesultanan Berau, mari simak penjelasan berikut.

1. Sejarah Kesultanan Berau

Kesultanan Berau menjadi salah satu Kerajaan bercorak Islam di Kalimantan Timur. Kerajaan Berau dibangun pada abad-14 Meshi. Awalnya, kerajaan ini merupakan pencerminan masyarakat Hindu-Buddha di masa itu. Tetapi memasuki abad ke-18 Masehi secara perlahan mulai terpengaruh tentang budaya Islam sehingga akhirnya menjadi Kesultanan Berau. 

Sebelum masuknya peninggalan Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya, masyarakat Berau menganut agama Hindu Buddha. Namun, setelah terpengaruh masuknya Islam yang ditinggalkan Majapahit dan Sriwijaya ketika berhasil menaklukan wilayah Kalimantan Timur.

Pada masa Kesultanan Berau, sultan dikenal memiliki banyak relasi dengan negeri di luar nusantara. Bahkan kerajaan ini pernah menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Brunei Darussalam. Pada saat itu, Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran.

Baca Juga: Rekomendasi Kafe Kekinian dan Ramah Kantong di Berau

2. Kesultanan Berau menguasai sejumlah wilayah di Kalimantan

Kesultanan Berau sebagai Simbol Sejarah Islam di KaltimANTARA FOTO/Anis Efizudin

Kesultanan Berau dibangun setelah tergabungnya beberapa wilayah di sekitar Kalimantan Timur seperti Bunyut, Sawakung, Lati, Marancang dan lain sebagainya. Namun, setelah wilayah tersebut disatukan menjadi satu kerajaan, pemimpin pertama mereka adalah Baddit Dipattung, yakni seorang tokoh dari Kampung Lati.

Badding Dipattung naik tahta pada tahun 1377 dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma. Selanjutnya pusat pemerintahan Berau dialihkan ke wilayah Kampung Lati. Baddit Dipattung membawa kerajaan pada era kejayaannya, hingga dirinya berhasil memperluas wilayah kekuasaannya mulai dari sebagian wilayah Kalimantan Timur hingga perbatasan Brunei Darussalam.

Raja Aji Raden Suryanata Kesuma dikenal sebagai raja yang cakap membangun pemerintahan dan bijaksana dalam bertindak. Setelah Raja Aji Raden Suryanata memimpin, ada 11 penguasa lain yang memimpin Kesultanan Berau sebelum pada akhirnya menganut ajaran Islam. Kerajaan tersebut diubah menjadi kesultanan pada masa pemerintahaan Sultan Muhammad Hasanuddin di tahun 1676.

3. Masuknya pengaruh Islam di Kesultanan Berau

Perlu diketahui bahwa sebenarnya agama Islam sudah masuk ke wilayah Berau pada masa pemerintahan Aji Tumanggung Barani dengan periode 1495 – 1524. Pada masa pemerintahan Muhammad Hasanuddin dengan periode 1676 – 1700  Islam resmi menjadi agama di Kabupaten Berau.

Di masa tersebut, Pemerintah Berau berhasil menghalau segala upaya Belanda yang ingin menguasai perdagangan di wilayah Kutai dan Berau. Kekuatan Berau berada di puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad Hasanuddin.

Kemudian penguasa terakhir kesultanan Berau dipimpin oleh Sultan Zainal Abidin II. Namun, setelah beliau wafat, terjadilah perebutan kekuasaan di kalangan internal kerajaan karena banyaknya putra mahkota yang menginginkan kekuasaan tersebut. Situasi perpecahan yang terjadi dimanfaatkan Belanda untuk menaklukkan wilayah Berau.

4. Pecahnya Kesultanan Berau dan peninggalannya

Pada akhirnya, taktik yang dilakukan Belanda untuk memecah Kesultanan Berau berhasil dan membuat Kesultanan Berau terpecah belah menjadi dua kerajaan baru, yakni Kesultanan Simbaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.

Dengan demikian berakhirlah masa kekuasaan Kesultanan Berau di wilayah Kalimantan Timur. 

Meskipun begitu, sisa-sisa peninggalan sejarah Kesultanan Berau masih lah tetap terjaga sampai kini. Seperti Keraton Sambaliung, tempat tinggal keluarga keturunan anak dari Raja Aji Dilayas dan istri pertamanya.

Kini Keraton ini menjadi cagar budaya di Kabupaten Berau. Di dalamnya terdapat hasil peninggalan sejarah berupa tugu prasasti.

Menariknya, dalam kompleks keraton ini ada buaya yang diawetkan sepanjang 4 meter. Buaya tersebut diletakkan di dalam kotak kaca bagian luar keraton.

Selain itu, masih terjaga pula Keraton  Gunung Tabur, tempat tinggal keluarga dari keturunan Pangeran Dipati atau anak dari Raja Aji Dilayas dan istri keduanya.

Keraton Gunung Tabur menjadi cagar budaya Kabupaten Berau. Keraton ini lebih dikenal dengan nama Museum Gunung Tabur. Di dalamnya terdapat berbagai barang peninggalan sejarah yang pernah digunakan oleh keluarga Kesultanan Gunung Tabur.

Baca Juga: Lokasi Angker di Berau yang Bikin Merinding 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya