Sejarah Singkat Kesultanan Gunung Tabur di Berau

Pecahnya Kesultanan Berau menjadi dua kesultanan

Kesultanan Gunung Tabur merupakan kerajaan yang merupakan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau. Perlu diketahui bahwa Kesultanan Berau dipecah menjadi dua, yaitu Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur.

Seperti namanya, Kesultanan Gunung Tabur terletak di Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau Kalimantan Timur (Kaltim).  Pada kesempatan kali ini kita tidak akan membahas dua kesultanan melainkan hanya Kesultanan Gunung Tabur saja. Untuk itu, mari simak penjelasannya. Yuk, check it out!

1. Sejarah Kesultanan Gunung Tabur

Gunung Tabur merupakan salah satu hasil pemecahan dari Kesultanan Berau. Kesultanan ini merupakan kerajaan yang besar di mana wilayah kekuasaannya hampir separuh Pulau Kalimantan, bahkan sampai ke batas Brunei Darussalam.

Banyak versi penyebab pecahnya Kesultanan Berau. Versi pertama disebut-sebut karena kelicikan penjajah Belanda yang memecah belah persatuan Kesultanan Berau. 

Tetapi versi kedua, konon penyebab pecah Kesultanan Berau dikarenakan praktik poligami. Jadi, Raja Aji Dilayas memiliki dua istri yang masing-masing memiliki putra mahkota. Menurut aturan yang seharusnya, pengganti Raja Aji Dilayas adalah putra mahkota dari istri pertama. Namun, jika putra mahkota pertama mangkat, maka barulah diganti oleh putra mahkota dari istri kedua.

Pada awalnya pangeran dari putra mahkota istri pertama diangkat menggantikan Raja Aji Dilayas yang mangkat. Jika putra mahkota pertama mangkat barulah putra mahkota kedua naik tahta. Namun, Pangeran Dipati melanggar aturan tersebut dan justru mengangkat Aji Kuning menjadi raja, setelah itu barulah Sultan Hasanuddin yang menjadi penggantinya jika Aji Kuning mangkat.

Baca Juga: Warga PPU Terima Ganti Rugi Pembangunan Bandara VVIP IKN

2. Pecah menjadi Kesultanan Gunung Tabur dan Sambaliung

Seiring aturan yang dilanggar tersebut, akhirnya kerajaan terpecah menjadi dua kerajaan, yakni Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur. Bahkan jejaknya masih berada di Tanjung Redeb Kabupaten Berau, berupa keraton sekaligus tempat tinggal Sultan Gunung Tabur dan Sultan Sambaliung.

Letak dua kesultanan ini berdekatan dan hanya dipisahkan oleh Sungai Segah sebagai pembatas dua kesultanan tersebut. Dua lokasi keraton ini sekarang dijadikan museum oleh Pemkab Berau. 

3. Keraton Gunung Tabur saat Ini

Keraton Gunung Tabur kini tidak lagi sebagai tempat tinggal melainkan sebagai museum yang dikenal dengan nama Battiwakal. Usaha masyarakat sekitar Berau tidak kenal henti dalam melestarikan peninggalan sejarah ini.

Museum Battiwakal menyimpan berbagai koleksi benda sejarah yang pernah digunakan oleh keluarga kerajaan pada masa itu. Bahkan singgasana raja pun masih lengkap, yang menarik dari benda sejarah di sini adalah adanya dispenser yang terbuat dari keramik serta timbangan bayi yang unik.

Tidak hanya itu saja, di museum tersebut terdapat meriam kuno, pakaian kebesaran raja, meja dan kursi untuk rapat, kamar ganti wanita, senapan serta pernak pernik dari keramik dan kayu yang menarik perhatian. Semuanya tersimpan rapi dalam beberapa ruangan.

Jika Anda ke museum ini bersama pemandu wisata, maka Anda akan dibantu dijelaskan berbagai barang yang menjadi koleksi benda sejarahnya.

4. Museum Battiwakal sempat hancur

Museum Battiwakal pada tahun 1945 sempat hancur, namun direnovasi kembali sekitar tahun 1990-an dan resmi dibuka sebagai museum pada tahun 1992. Pada halaman depan museum terdiri dua pos yang menyimpan meriam. Meriam ini dulunya digunakan untuk berperang melawan Belanda.

Museum Battiwakal tidak terlalu besar sehingga untuk melihat-lihat museum ini Anda hanya diberi waktu sekitar 1-2 jam saja. 

Untuk menuju museum ini, Anda hanya perlu menyeberangi Sungai Segah menggunakan Ketinting, itu pun jika Anda dari pusat Kota Berau atau Tanjung Redeb. Ada alternatif lain di mana Anda bisa menyeberangi jembatan untuk menuju museum tersebut.

Hanya saja, jika menyeberangi sungai Anda bisa memakan waktu 3 menit saja, sedangkan jika lewat jembatan maka memakan waktu sekitar 10-15 menit perjalanan.

Jika Anda mau cepat sampai ke museum, sebaiknya menggunakan ketinting. Selain menghemat waktu, Anda juga hanya dikenakan tarif menyebrang sebesar Rp5 ribu saja.

Cukup murah kan? Tetapi kita bisa belajar tentang kemegahan peninggalan sejarah bangsa kita di masa lampau. 

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Berau sebagai Penguasa Pulau-Pulau di Kaltim

Topik:

  • Sri Wibisono
  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya