TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apindo Beranggapan Penetapan UMP di Kaltim Belum Final

Dasar penentuan UMP tidak sesuai PP No 36 Tahun 2021

Ilustrasi pelatihan kerja (ANTARA FOTO/Rahmad)

Samarinda, IDN Times - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur (Kaltim) Slamet Brotosiswoyo menyatakan penetapan upah minimum pekerja (UMP) 2023 yang disahkan oleh Gubernur Kaltim masih belum final. Pasalnya, Apindo menolak dasar penentuan UMP tahun 2023 tersebut.

“Apindo Kaltim ingin UMP didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang ketentuan pengupahan berdasarkan musyawarah bersama Dewan Pengupahan Daerah dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim,” kata Slamet diberitakan Antara di Samarinda, Selasa (29/11/2022). 

Baca Juga: PUPR Samarinda akan Melakukan Normalisasi Sungai Mati

1. Undangan perundingan UMP di Kaltim

Dok. IDN Times/Istimewa

Dia membeberkan bahwa awalnya Dewan Pengupahan pada 15 November sudah menyepakati untuk mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 dengan kenaikan UMP sebesar 4,55 persen.

Namun ternyata tanggal 17 November ada undangan menghadiri perundingan UMP lagi, mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 yang diterbitkan tanggal 16 Nopember lalu.

"Kami kaget karena awalnya sudah disepakati kenaikan 4,55 persen, begitu tanggal 17 November kami diundang lagi untuk berunding kembali terkait adanya edaran Permenaker tersebut. Maka sebelum perundingan kami ajukan keberatan kepada Pak Gubernur," kata pria yang memimpin Apindo Kaltim sejak 2009 ini.

2. Apindo menolak Permenaker Nomor 18 Tahun 2022

Apindo Kaltim menyatakan, tegas menolak Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 yang menurut Slamet dalam kontruksi hukum bertabrakan karena aturan PP jelas lebih tinggi.

Didampingi Kuasa Hukum Denny Indrayana, Apindo Pusat resmi meminta pembatalan Permenaker 18 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung (MA). Senin (28/11/2022). Kuasa hukum Apindo secara resmi mendaftarkan permohonan uji materi atas Permenaker tersebut ke MA.

“Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di MA, sebelum disidangkan,” jelas Slamet.

Slamet mengutip pernyataan dari kuasa hukum bahwa Permenaker 18 Tahun 2022 menambah dan mengubah norma yang telah jelas mengatur soal upah minimum di dalam PP Pengupahan.

Sehingga Permenaker tersebut nyata-nyata bertentangan dengan PP yang secara kedudukan hukum jelas lebih tinggi.

Baca Juga: PLN Berdayakan Warga Samarinda dengan Pengelolaan Bank Sampah

Berita Terkini Lainnya