Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kolaborasi dalam bekerja (pexels.com/vlada-karpovich)

Samarinda, IDN Times - Pernahkah kamu merasa diremehkan di tempat kerja karena usiamu yang terlalu muda atau tua? Diskriminasi berdasarkan usia tersebut dikenal sebagai ageisme. Bagi yang masih muda, mungkin pendapatmu diabaikan karena dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup dalam dunia kerja. Sedangkan bagi yang lebih tua dari rata-rata di kantor, sering kali dianggap ketinggalan zaman dan sulit untuk berkembang.

Perilaku toksik semacam itu dalam lingkungan kerja harus segera diatasi. Seorang pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kontribusinya, bukan usianya. Untuk menghadapi diskriminasi seperti ini, ada lima cara yang bisa kamu terapkan di dunia kerja:

1. Mendorong inklusivitas

ilustrasi inklusivitas di lingkungan kerja (.pexels.com/fauxels)

Ageisme di tempat kerja berakar pada stereotip dangkal tentang berbagai kelompok usia. Mendorong interaksi antar-generasi di lingkungan kerja sangat penting untuk menciptakan atmosfer yang positif dan harmonis. Dengan menggalakkan budaya kerja yang menghargai keberagaman, perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya dari semua segmen usia.

Inklusivitas juga berperan penting dalam memupuk rasa memiliki bagi semua individu, tanpa memandang usia, dan mengakui nilai tambah yang unik dari keterampilan dan pengalaman tiap individu. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap karyawan merasa dihormati dan diapresiasi atas kontribusinya, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan komitmen mereka terhadap pekerjaan.

2. Memberikan pelatihan dan edukasi

ilustrasi mentoring (pexels.com/olly)

Untuk melawan ageisme di lingkungan kerja, perusahaan dapat mengadopsi pendekatan proaktif dengan menyediakan pelatihan dan edukasi kepada karyawan. Tawarkan workshop dan sesi pelatihan tentang bias usia dan ageisme untuk meningkatkan kesadaran di antara staf. Berikan pemahaman tentang manfaat kerja sama lintas-generasi dan tantang stereotip yang ada.

Melalui pelatihan yang terarah, pekerja dapat memperdalam pemahaman mereka tentang bagaimana usia mempengaruhi dinamika tempat kerja serta dapat menghambat kolaborasi dan produktivitas. Selain itu, perusahaan dapat mempromosikan budaya kerja yang lebih inklusif dan mendukung. Inisiatif pelatihan ini tidak hanya bertujuan untuk menggugah kesadaran akan stereotip, tetapi juga untuk mendorong dialog terbuka dan empati di seluruh organisasi.

3. Menerapkan praktik perekrutan yang adil

ilustrasi rekrutmen dalam dunia kerja (pexels.com/edmond-dantes)

Dalam proses rekrutmen, sering kali terjadi kesalahpahaman bahwa kandidat yang lebih tua cenderung resisten terhadap perubahan dan kurang inovatif. Bias semacam ini dapat memengaruhi proses perekrutan secara signifikan. Sebaliknya, penilaian terhadap kandidat seharusnya didasarkan pada keterampilan, pengalaman, dan potensi mereka untuk memberikan kontribusi positif kepada tim, tanpa memandang usia.

Penting untuk memastikan bahwa proses rekrutmen dan seleksi dilakukan secara adil dan berdasarkan kapabilitas individu, bukan usia. Hindari pertanyaan terkait usia selama wawancara dan fokuslah pada kualifikasi serta kemampuan yang relevan dengan pekerjaan. Dengan menerapkan proses rekrutmen yang menghargai bakat dan potensi tanpa memandang usia, perusahaan dapat membangun tim kerja yang beragam dan inovatif, yang pada akhirnya akan membantu mengarahkan kesuksesan dan pertumbuhan perusahaan.

4. Mendorong kolaborasi antar generasi

ilustrasi kolaborasi antar generasi (pexels.com/olly)

Membangun kolaborasi lintas generasi merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan dinamis. Salah satu cara efektif untuk mewujudkannya adalah dengan menciptakan ruang untuk mentoring yang bersifat timbal balik, di mana karyawan yang lebih tua dan lebih muda dapat saling belajar satu sama lain.

Dengan mendorong interaksi lintas generasi, karyawan memiliki kesempatan untuk berbagi perspektif dan wawasan yang unik, yang pada akhirnya dapat menghasilkan solusi inovatif dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif. Karyawan yang lebih muda dapat menyumbangkan keahlian teknologi dan pandangan segar kepada rekan-rekan yang lebih berpengalaman, sementara karyawan yang lebih tua dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman profesional mereka.

Melalui kolaborasi lintas generasi yang aktif, perusahaan dapat memanfaatkan keberagaman dalam tim untuk mencapai hasil yang lebih baik dan mendorong pertumbuhan bersama.

5. Mengatasi perilaku yang merendahkan usia

ilustrasi masalah dalam pekerjaan (pexels.com/yankrukov)

Untuk mengatasi ageisme di tempat kerja, penting untuk menangani pelaku secara langsung. Setiap kali ada pernyataan atau komentar yang menyinggung usia, hal tersebut harus segera dihadapi dan dikonfrontasi. Dengan tindakan ini, perusahaan mengirimkan pesan yang jelas bahwa ageisme tidak dapat ditoleransi, dan setiap karyawan berhak diperlakukan dengan hormat tanpa memandang usia.

Diskusi terbuka tentang usia harus diupayakan untuk mendorong inklusivitas dalam lingkungan kerja dan menghargai kontribusi individu dari semua kelompok usia. Menekankan pentingnya memperlakukan rekan kerja secara adil, tanpa memandang usia mereka, akan memupuk rasa persatuan dan kerja sama tim. Sehingga pekerja dapat fokus pada tujuan bersama dan secara kolektif berkontribusi pada lingkungan kerja yang positif dan suportif.

Ageisme di tempat kerja merugikan tidak hanya bagi karyawan, tetapi juga bagi perusahaan secara keseluruhan. Menerapkan keragaman, kebijakan yang jelas, penghargaan berbasis kinerja, praktik perekrutan yang tidak bias, dan penanganan pemutusan hubungan kerja tanpa memandang usia dapat membantu menghilangkan diskriminasi usia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team