Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kantor (pexels.com/ Fauxels)
Ilustrasi kantor (pexels.com/ Fauxels)

Bekerja di kantor sering kali menghadirkan dinamika hubungan yang beragam, mulai dari obrolan santai di pantri, makan siang bersama, hingga curhat personal. Kedekatan seperti ini wajar, bahkan bisa mempererat kerja sama. Namun jika berlangsung tanpa batas, kedekatan tersebut justru dapat menguras energi emosional dan memicu drama yang tak perlu. Pada akhirnya, kondisi ini bisa memengaruhi produktivitas hingga kesehatan mental.

Menjaga jarak emosional bukan berarti bersikap dingin atau tidak peduli, melainkan strategi untuk tetap profesional sekaligus melindungi diri. Dengan batasan yang sehat, suasana kerja tetap hangat dan suportif tanpa mengorbankan fokus. Berikut lima tips yang dapat diterapkan untuk menjaga hubungan kerja tetap sehat dan profesional:

1. Kenali batasan diri sebelum menentukan batas dengan orang lain

Ilustrasi pekerja kantor (pexels.com/ Canva Studio)

Kesadaran diri menjadi langkah awal yang penting. Tanpa mengetahui kapasitas energi yang dimiliki, kita cenderung memberi terlalu banyak hingga akhirnya kelelahan. Contohnya, selalu menjadi tempat curhat atau selalu membantu rekan kerja tanpa mempertimbangkan kondisi diri sendiri. Jika berlangsung terus-menerus, kita sendiri yang kewalahan.

Dengan memahami sejauh mana kita nyaman berbagi dan membantu, batasan diri dapat ditegakkan lebih kuat. Ketegasan ini justru membuat orang lain lebih menghargai kita. Tidak semua hal perlu dibagikan, dan tidak semua masalah orang harus kita tanggung. Batasan yang jelas menciptakan hubungan kerja yang lebih sehat.

2. Batasi oversharing dan jaga privasi

ilustrasi pekerja (pexels.com/ Ahmed)

Terlalu banyak bercerita hal personal di kantor bisa memicu gosip atau salah paham. Meski tujuannya ingin dekat, oversharing justru membuat citra profesional kabur. Cerita sensitif sebaiknya disimpan untuk lingkaran pribadi di luar kantor.

Menyaring cerita bukan berarti menutup diri, melainkan menjaga profesionalitas. Bagikan hal-hal ringan seperti hobi atau pengalaman positif. Selebihnya biarkan tetap menjadi ruang pribadi.

3. Atur batasan digital antara pekerjaan dan kehidupan pribadi

Ilustrasi pekerja (pexels.com/ Andrea Piacquaido)

Teknologi sering membuat kita merasa harus selalu siaga. Chat kerja di luar jam kantor atau email tengah malam membuat hidup terasa tanpa jeda. Padahal, waktu istirahat adalah hak yang harus dilindungi.

Cobalah memisahkan akun kerja dan personal, membatasi notifikasi, atau menolak permintaan follow dari rekan kerja jika dirasa perlu. Mengatur out-of-office message juga dapat menjadi sinyal bahwa jam kerja telah selesai. Dengan batasan digital yang jelas, energi kita tidak mudah terkuras.

4. Belajar berkata "Tidak" dengan cara yang sopan

ilustrasi pekerja (pexels.com/ Yan Krukau)

Menolak bukan berarti tidak suportif. Banyak orang takut dibilang tidak kooperatif ketika menolak tugas tambahan atau ajakan nongkrong. Padahal, mengatakan “Tidak” secara sopan adalah bentuk penghargaan terhadap waktu dan prioritas diri.

Ucapan sederhana seperti, “Aku belum bisa sekarang, mungkin lain waktu,” dapat menjaga hubungan tetap baik. Kebiasaan ini melatih diri untuk menjaga batasan sekaligus menumbuhkan pemahaman dari rekan kerja.

5. Waspadai tanda emotional burnout

Ilustrasi burnout (pexels.com/ Andrea Piacquaido)

Kelelahan emosional sering muncul tanpa disadari, ditandai mudah tersinggung, sulit fokus, atau enggan berinteraksi. Ini sinyal bahwa batasan pribadi sudah terlalu sering dilanggar. Jika dibiarkan, burnout bisa mengganggu performa dan kesehatan mental.

Luangkan waktu untuk istirahat, refleksi, atau mencari dukungan jika diperlukan. Evaluasi ulang batas yang sudah dibuat agar keseimbangan kembali terjaga.

Menjaga jarak emosional di tempat kerja merupakan bentuk self-care yang kerap diabaikan. Ini bukan soal menjauh, melainkan memberi ruang agar energi tidak habis untuk drama yang tidak perlu. Dengan batasan yang jelas, kita bisa tetap ramah, produktif, dan fokus pada pekerjaan.

Ingat, pekerjaan hanyalah satu bagian dari kehidupan, bukan seluruh identitas kita. Semakin baik kita menjaga diri, semakin sehat pula kualitas hubungan dan kinerja di tempat kerja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team