TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Mengapa Media Sosial Menghambat Kebiasaan Membaca

Sudah saatnya kamu mengurangi waktumu di media sosial

ilustrasi membaca buku (pexels.com/@an-d-ng-le-h-ng-3678994)

Samarinda, IDN Times - Informasi instan yang tersedia dalam genggaman kita membuat kita rentan terhadap daya tarik media sosial. Dengan aliran notifikasi yang terus-menerus dan konten yang menarik secara konsisten, tidaklah mengherankan jika media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.

Meskipun media sosial menawarkan platform untuk berinteraksi dan hiburan, dampak negatifnya terhadap kebiasaan membaca kita pun tidak bisa diabaikan. Bagi para pecinta buku yang sering kesulitan menemukan waktu untuk menikmati novel favorit, media sosial seringkali menjadi penyebabnya. Berikut adalah 5 alasan mengapa media sosial dapat menghambat produktivitas kita dalam membaca buku.

1. Arus informasi yang cepat membuat kita mudah teralihkan

ilustrasi menatap layar telepon genggam (pexels.com/cottonbro)

Dalam dunia yang terus bergerak cepat, kita rentan kehilangan fokus. Platform media sosial menjadi salah satu faktor utama yang memecah perhatian kita. Dirancang untuk mempertahankan keterlibatan kita dengan memberikan asupan konten, notifikasi, dan informasi baru tanpa henti, media sosial menciptakan lingkungan di mana pikiran kita terus-menerus terbagi.

Beban informasi yang terus-menerus ini menyebabkan pikiran kita melompat-lompat cepat antara berbagai tugas. Kita menjadi terbiasa dengan aliran informasi yang konstan dan rangsangan dopamin yang diberikan oleh media sosial. Akibatnya, semakin sulit bagi kita untuk merasa tenang dan mempertahankan fokus pada satu aktivitas, termasuk membaca buku.

Baca Juga: 5 Tips Mengatasi Rasa Bosan dalam Hubungan

2. Media sosial mengubah cara kita dalam mencerna informasi

ilustrasi seorang remaja di antara tumpukan buku (pixabay.com/alexandra_koch-621802)

Untuk benar-benar terfokus dan tenggelam dalam membaca, kita perlu berpartisipasi secara aktif dengan menganalisis, menafsirkan, dan membuat hubungan antara ide-ide yang disajikan dalam teks.

Melalui keterlibatan aktif ini, kita dapat memperdalam pemahaman cerita, memahami motivasi karakter, dan menghargai keahlian penulis. Namun, kehadiran media sosial telah mengubah cara kita mengonsumsi informasi secara signifikan.

Terlalu sering, kita menyerap informasi melalui tulisan, gambar, dan video secara pasif tanpa benar-benar terlibat secara aktif dengan konten tersebut. Kita menjadi terbiasa dengan melihat konten secara cepat tanpa melakukan proses pemikiran yang mendalam. Kebiasaan konsumsi pasif ini dapat merugikan kemampuan kita untuk memahami teks-teks yang kompleks dan menghargai karya sastra secara utuh.

3. Kesenangan sesaat dari media sosial memengaruhi ketekunan kita dalam membaca

ilustrasi membaca buku (pexels.com/muhammad-rifki-adiyanto-294769)

Ketersediaan informasi yang praktis membuat kita terbiasa dengan kepuasan yang instan. Kita cenderung menginginkan segalanya dengan cepat dan tanpa kesulitan, kadang-kadang tanpa mau meluangkan upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Media sosial, dengan fitur-fiturnya seperti like, comment, dan share yang selalu tersedia, semakin memperkuat keinginan kita akan kepuasan yang segera terpenuhi.

Budaya ini memengaruhi kemampuan kita untuk terlibat dalam kegiatan yang memerlukan kesabaran dan ketekunan, seperti membaca buku.

Membaca buku seringkali memerlukan waktu dan usaha yang cukup besar untuk benar-benar menyerap informasi yang disajikan. Namun, kecenderungan mencari kepuasan yang instan yang diberikan media sosial dapat menghambat kita untuk mengembangkan kesabaran dan ketekunan yang diperlukan untuk membaca dengan mendalam.

4. Budaya membandingkan diri dengan orang lain membuat kita susah menikmati bacaan

ilustrasi perempuan lelah membaca buku (pixabay.com/ivxintong-2367913)

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita, menghubungkan kita dengan teman, keluarga, dan memberikan platform untuk mengekspresikan diri. Namun, paparan berlebihan terhadap gambar dan cerita yang tampaknya menggambarkan kehidupan sempurna orang lain di media sosial seringkali memunculkan perasaan perbandingan dengan kehidupan kita sendiri.

Budaya perbandingan ini dapat merusak kemampuan kita untuk bersantai dan menikmati buku karena kita cenderung terus-menerus membandingkan.

Sebaliknya menikmati imajinasi dan karakter dalam sebuah novel, kita mungkin terjebak dalam membandingkan dengan versi ideal yang ditampilkan di media sosial. Kita bisa saja menemukan diri kita membandingkan penampilan, pencapaian, hubungan, dan bahkan kebahagiaan kita dengan citra yang dibangun dan kita lihat secara online.

Perbandingan yang berkelanjutan ini bisa menimbulkan perasaan tidak mencukupi, iri hati, dan ketidakpuasan, membuat kita sulit sepenuhnya terlibat dengan dunia nyata di sekitar kita, termasuk buku-buku yang kita baca.

Verified Writer

Widyo Andana Pradiptha

Seringnya nulis tentang sepak bola dan Formula 1

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya