Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sedang duduk di kursi.
Ilustrasi Tips Penting untuk Para Orang Tua agar Anak Tidak Merokok. (pexels.com/RDNE Stock project)

Rokok masih jadi salah satu masalah besar di kalangan pelajar. Meski kampanye bahaya rokok sudah sering digaungkan, faktanya banyak siswa tetap tergoda untuk mencoba. Biasanya karena rasa penasaran, pengaruh teman sebaya, atau ingin terlihat dewasa. Ironisnya, sebagian besar dari mereka tidak benar-benar paham dampaknya bagi kesehatan dan masa depan.

Di sinilah peran orang tua menjadi kunci — bukan hanya melarang, tapi juga membimbing dengan bijak. Sebab, semakin keras larangan tanpa penjelasan yang logis, justru makin besar rasa ingin tahu anak. Mereka perlu merasa bahwa orang tuanya bukan pengawas, tapi teman bicara yang bisa dipercaya.

Berikut 5 cara efektif agar anak tidak terjerumus dalam kebiasaan merokok, terutama di lingkungan sekolah.

1. Jadilah teladan, bukan hanya pengingat

Ilustrasi tips mendidik anak tanpa kehilangan kehangatan pasangan. (pexels.com/Gustavo Fring)

Anak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Jika orang tua masih merokok, sulit bagi anak untuk percaya bahwa rokok berbahaya. Mereka bisa saja berpikir, “Kalau memang bahaya, kenapa Ayah atau Ibu tetap melakukannya?”

Kalau orang tua sedang berusaha berhenti, jadikan itu pelajaran bersama. Ceritakan perjuangan dan alasan ingin lepas dari rokok. Anak yang melihat ketulusan itu akan memahami bahwa rokok bukan simbol keren, melainkan kebiasaan yang justru ingin ditinggalkan.

2. Bangun komunikasi yang hangat dan terbuka

Ilustrasi Tips Penting untuk Para Orang Tua agar Anak Tidak Merokok. (pexels.com/RDNE Stock project)

Anak yang dekat dengan orang tuanya akan lebih terbuka, termasuk soal hal-hal berisiko seperti rokok. Sebaliknya, anak yang takut dimarahi cenderung menyembunyikan perilaku mereka.

Mulailah dengan percakapan ringan, bukan interogasi. Misalnya, tanyakan pendapat mereka tentang teman yang merokok atau iklan rokok yang mereka lihat. Dengarkan dulu tanpa menghakimi, baru arahkan dengan lembut. Dengan begitu, anak akan punya alasan pribadi untuk menolak rokok, bukan sekadar takut dilarang.

3. Jelaskan dampak nyata, bukan sekadar teori

Ilustrasi Bahaya dari Menormalisasi Merokok di Media Sosial bagi Pelajar. (pexels.com/lil artsy)

Banyak anak tahu rokok tidak sehat, tapi tidak benar-benar paham maknanya. Orang tua bisa menjelaskan dampak nyata seperti napas cepat habis saat olahraga, gigi menguning, kulit kusam, dan tubuh mudah lelah — hal-hal yang dekat dengan kehidupan remaja.

Jelaskan juga sisi sosial dan finansialnya: uang jajan habis, ketergantungan, dan kehilangan kebebasan. Dengan begitu, anak akan melihat rokok sebagai pilihan yang merugikan, bukan sekadar larangan moral.

4. Awasi lingkungan dan teman bergaul anak

Ilustrasi Pola Didikan Orang Tua yang Membuat Anak Nakal di Sekolah. (pexels.com/MART PRODUCTION)

Remaja mudah terpengaruh teman sebaya. Banyak yang mulai merokok karena ikut-ikutan, bukan karena keinginan sendiri. Karena itu, orang tua perlu peka terhadap perubahan perilaku anak, seperti sering pulang malam, menyendiri, atau ada aroma tak biasa di pakaian.

Kenali teman-teman anak dan bangun hubungan baik dengan mereka. Anak yang tahu orang tuanya mengenal lingkar pertemanannya akan lebih berhati-hati. Arahkan juga mereka ke lingkungan positif, seperti kegiatan ekstrakurikuler atau komunitas hobi.

5. Beri kepercayaan dan tanggung jawab

Ilustrasi Akibat Memanjakan Anak, Memiliki Perilaku Negatif di Sekolah. (pexels.com/August de Richelieu)

Anak yang dipercaya akan berusaha menjaga kepercayaan itu. Tanamkan rasa tanggung jawab sejak dini dengan memberi ruang bagi mereka untuk memilih dan belajar dari konsekuensinya.

Sebaliknya, jika anak selalu dicurigai, mereka justru akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu. Beri kepercayaan lewat komunikasi dan kasih sayang, bukan lewat ancaman atau larangan keras.

Kesimpulannya, mencegah anak merokok bukan tentang seberapa keras orang tua melarang, tapi seberapa hangat mereka memahami dan mendampingi. Anak yang merasa didengar dan dihargai akan lebih kuat menolak godaan, bahkan ketika lingkungan sekitarnya berkata sebaliknya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team