Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Seorang pria sedang duduk.
Ilustrasi Mitos tentang Skizofrenia yang Harus Diluruskan. (pexels.com/Mikhail Nilov)

Skizofrenia masih menjadi salah satu gangguan mental yang paling sering disalahpahami. Banyak orang mengaitkannya dengan kondisi “gila” atau “tidak waras”, padahal gangguan ini jauh lebih kompleks dan berkaitan dengan cara seseorang berpikir, merasakan, serta memersepsi lingkungan. Stigma yang melekat justru membuat banyak penderita takut mencari pertolongan.

Pemahaman yang keliru tidak hanya memperburuk citra penderita, tetapi juga menghambat proses pemulihan mereka. Padahal, dengan pengobatan dan dukungan yang tepat, banyak orang dengan skizofrenia mampu hidup produktif dan berdaya. Berikut lima mitos yang perlu diluruskan agar masyarakat semakin memahami skizofrenia secara benar.

1. Mitos: penderita skizofrenia pasti berbahaya

Ilustrasi Tanda Kamu Kurang Bersyukur dalam Menjalani Hidup. (pexels.com/Engin Akyurt)

Stereotip yang sering ditampilkan dalam film atau berita membuat masyarakat menganggap penderita skizofrenia cenderung melakukan kekerasan. Faktanya, sebagian besar tidak berbahaya dan justru lebih sering menjadi korban diskriminasi. Perilaku agresif hanya muncul dalam kasus tertentu, biasanya ketika penderita tidak mendapat pengobatan atau dukungan memadai.

2. Mitos: skizofrenia sama dengan kepribadian ganda

ilustrasi stress (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Banyak orang mengira skizofrenia adalah gangguan dua kepribadian. Padahal, kondisi tersebut adalah Dissociative Identity Disorder (DID), gangguan yang berbeda. Skizofrenia berkaitan dengan delusi, halusinasi, dan gangguan persepsi—not pembelahan identitas.

3. Mitos: skizofrenia tidak bisa disembuhkan

Ilustrasi Peran Keluarga dalam Mendampingi Penderita Bipolar Disorder. (pexels.com/SHVETS production)

Meski bersifat kronis, skizofrenia bukan kondisi tanpa harapan. Dengan kombinasi pengobatan, terapi psikososial, dan dukungan keluarga, penderita dapat hidup stabil dan kembali berfungsi secara sosial. Pemulihan bukan berarti gejala hilang total, tetapi kemampuan mengelola kondisi dengan baik.

4. Mitos: skizofrenia disebabkan oleh lemah iman atau kurang doa

Ilustrasi Quotes Self-Compassion yang Menjadi Pengingat saat Hidupmu Berat. (pexels.com/Liza Summer)

Keyakinan yang masih berkembang di sebagian masyarakat ini sangat menyesatkan. Skizofrenia memiliki dasar biologis dan psikologis, berkaitan dengan ketidakseimbangan kimia otak, genetik, atau stres berat. Meski demikian, dukungan spiritual dapat menjadi bagian dari proses pemulihan, asalkan tetap dibarengi penanganan medis.

5. Mitos: penderita skizofrenia tidak bisa hidup normal

Ilustrasi Quotes Self-Identity untuk Merenungkan Siapa Diri Kamu Sebenarnya. (pexels.com/Gustavo Fring)

Banyak orang menganggap diagnosis skizofrenia berarti akhir dari segalanya. Padahal, banyak penderita yang mampu bekerja, belajar, dan berkontribusi secara positif. Dukungan lingkungan dan penerimaan sosial sangat menentukan kualitas hidup mereka.

Meluruskan mitos seputar skizofrenia bukan sekadar edukasi, tetapi langkah kemanusiaan. Setiap individu berhak diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan akses terhadap perawatan yang layak. Dengan meningkatkan pemahaman, stigma dapat ditekan dan penderita skizofrenia bisa hidup dengan lebih bermartabat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team