Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi anak mengamuk (pexels.com/@keira-burton/)
Ilustrasi anak mengamuk (pexels.com/@keira-burton/)

Samarinda, IDN Times - Toxic parenting masih menjadi isu yang umum di sekitar kita. Sering kali, orang tua membandingkan anak-anak mereka dengan saudara atau teman sebaya, sebuah praktik yang dapat merusak kepercayaan diri anak dan menciptakan persaingan tidak sehat di dalam keluarga.

Perbandingan ini berakar dalam cara kita berpikir dan dapat berpengaruh besar pada perkembangan anak. Berikut adalah lima jenis toxic parenting yang sebaiknya dihindari, berdasarkan informasi dari YourTango.

1. Mengirim pesan bawah sadar

Ilustrasi anak-anak (pexels.com/@pixabay/)

Membangun rasa percaya diri anak bukanlah hal yang mudah. Anak-anak cenderung peka terhadap sikap dan ucapan orang tua mereka. Misalnya, jika seorang ayah bersorak untuk prestasi teman anaknya di lapangan, anak tersebut mungkin merasa pujian yang ia terima di rumah tidak tulus. Untuk menghindari situasi ini, orang tua perlu lebih sadar akan perilaku mereka di depan anak, terutama saat berkumpul dengan teman sebayanya.

2. Tidak menyesuaikan energi anak

Ilustrasi anak menangis (pexels.com/@george-pak/)

Anak-anak dapat merasakan energi positif maupun negatif dari orang tua. Jika satu anak lebih terbuka dan energik, orang tua mungkin secara tidak sadar memberikan perhatian lebih pada anak tersebut. Hal ini dapat membuat anak yang lebih pendiam merasa kurang dicintai. Penting bagi orang tua untuk mengenali preferensi kepribadian anak agar dapat menyesuaikan respons dan menciptakan hubungan yang lebih baik.

3. Memberikan pujian kosong

Ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/@kampus/)

Ketika seorang anak mendengar orang tua mereka berbicara tentang kebanggaan terhadap prestasi saudara mereka, tetapi mendapatkan pujian yang cepat dialihkan, anak tersebut bisa merasa bahwa pujian yang diberikan tidak berarti.

Untuk menghindari pujian yang kosong, pilihlah tiga hal positif tentang anak yang dapat diingat dan diungkapkan saat berbicara tentang mereka, tanpa membandingkannya dengan saudara lain.

4. Mengajukan pertanyaan yang kurang tepat

Ilustrasi anak menangis (pexels.com/@baphi/)

Pertanyaan seperti, "Mengapa kamu tidak bisa seperti …?" adalah salah satu yang paling merusak yang dapat diajukan orang tua. Selain menurunkan harga diri anak, pertanyaan ini dapat menimbulkan rasa benci terhadap saudara kandung. Sebagai alternatif, ubah pertanyaan tersebut menjadi ungkapan positif, seperti, "Aku sangat bangga padamu …," yang dapat memperkuat rasa percaya diri anak.

5. Memproyeksikan usia dan gender

ilustrasi anak bermain (pexels.com/@rodnae-prod/)

Sering kali, orang tua tidak menyadari bahwa mereka memproyeksikan prasangka berdasarkan usia atau gender pada anak-anak mereka. Misalnya, seorang anak sulung mungkin merasa lebih banyak ditekan dibandingkan dengan adik-adiknya, atau seorang anak perempuan mungkin merasa tidak dihargai karena perbedaan gender. Untuk menjaga keseimbangan, buatlah rencana pengasuhan yang jelas dan objektif, serta pahami asumsi yang mungkin telah tertanam.

Membangun harga diri dan kepercayaan diri anak berarti mengenali kekuatan unik masing-masing dan memanfaatkan potensi mereka. Dengan menghindari perilaku toxic parenting, kita dapat membantu anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan seimbang. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif bagi anak-anak kita!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team