Banyak orang menganggap perfeksionisme sebagai tanda ambisi dan standar tinggi. Namun di balik itu, perfeksionisme yang berlebihan justru bisa menjadi jebakan psikologis yang melelahkan. Alih-alih mendorong diri untuk berkembang, perfeksionis sering kali terjebak dalam tuntutan kesempurnaan yang tidak realistis. Hasilnya, mereka mudah merasa gagal meski sudah berusaha keras.
Dalam pandangan psikologi, perfeksionisme ekstrem bukan bentuk cinta terhadap kualitas, melainkan ketakutan terhadap kegagalan dan penolakan. Padahal, kebahagiaan sejati tidak datang dari kesempurnaan, melainkan dari penerimaan terhadap proses dan kekurangan diri.
Berikut empat cara psikologis yang bisa kamu praktikkan untuk keluar dari jerat perfeksionisme.
