Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan menetapkan batas migrasi BPA pada kemasan galon polikarbonat di level 0,6 PPM. Bilangan batasnya sangat jauh dibandingkan negara-negara lainnya, di mana mayoritas sebesar 0,05 PPM.
Bercermin pada EFSA yang telah mengambil kebijakan sangat ketat, panel ahli mereka menyimpulkan bahwa orang dari semua kelompok usia, termasuk anak-anak kecil, berisiko terhadap kesehatan akibat kemasan jenis BPA. Zat kimia ini diketahui meniru hormon estrogen dapat bocor dari kemasannya, sehingga berdampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan.
Jutaan orang berpotensi terpapar BPA melalui produk konsumen yang lazim digunakan. Zat ini diproduksi dalam jumlah besar dan banyak digunakan untuk memproduksi barang seperti dispenser air, wadah penyimpanan makanan plastik, dan galon/botol air minum plastik yang dapat digunakan berulang-ulang.
Namun, mirip dengan di Indonesia, produsen BPA di Eropa juga melakukan perlawanan. PlasticsEurope, misalnya, telah mengajukan lima prosedur hukum untuk menantang keputusan Badan Kimia Eropa (ECHA) dalam mengklasifikasikan BPA sebagai SVHC (zat kimia berisiko tinggi) karena sifat pengganggu endokrinnya.